Pilpres 2024 mengalami pembelahan golongan, koalisi atau apapun secara cukup lebar, tepatnya barisan 01, 02, 03, 04, 00. yang menarik ada di poin no 4 yaitu kubu 04 yang menasbihkan sebagai selain 02. rekonstruksi pembelahan ini diawali atas dasar ketidaksukaan terhadap cara-cara yang inkonstitusional, berdasarkan "penderitaan" yang sama itu kubu 01 dan 03 secara tidak langsung melebur dalam koalisi diluar kekuasaan. tesis ini tidak akan terbukti dengan catatan. pertama, kubu 02 yang sampai detik ini diunggulkan survei nya bersedia menampung kubu yang keok diputaran pertama.
kedua, kecil kemungkinan 03 bergabung jika hanya di nomor 3 kan oleh 01, setidak-tidaknya kubu 01 perlu menjamin "keselamatan" 03 pasca pemilu. ketiga, sekurang-kurangnya kepentingan politik penampung perlu didahulukan. Pada tahapan ini kesepakatan politik melebihi apapun, bagi pihak yang kalah adalah menerima dengan legowo dan lapang dada, atau jalan yang lebih bermartabat bagi pihak yang kalah untuk tetap berada diluar kekuasaan bersikap dan memposisikan diri sebagai oposisi. manakala cukup keras gesekan pra pencoblosan antara masing-masing pihak tidak menentukan jalan politik Indonesia kedepan, barangkali kita perlu melihat jalan yang ditempuh prabowo setelah kekalahan kedua kalinya melawan Jokowi, dia bersedia menghamba pada yang menang dan terus berada dibawah ketiak pemenang.Â
masyarakat yang hari ini berbenturan cukup intens baik real/media sosial akan dirasa kecewa jika perdebatan itu berakhir dikursi jabatan menteri atau lainnya. Kondisi demokrasi politik kita seperti huntington katakan tidak akan berkembang jika praktek-praktek demokrasi itu sendiri indemokratisasi baik kultural dan struktural, demokrasi dambaan pasca reformasi adalah demokrasi secara harfiah dan makna. kita mengerti proses kebebasan berdemokrasi antara manusia adalah tujuan dan hak tertinggi.
Lantas bagaimana langkah kubu keberlanjutan dan perubahan kedepan? barangkali kita mendambakan sistem politik yang ideal dan berimbang, partai Demokrat dan Republik di Amerika selalu bergantian mengisi ruang-ruang publik baik ketika menang atau kalah. tidak melulu tetapi setidaknya hal ini yang membuat sistem kenegaraan balance, fungsi check and balance itu terlaksana dengan baik sebagaimana negara demokrasi lainnya. seperti pertanyaan diatas, memaknai perbedaan politik di negara demokrasi tidak selalu buruk, sebab kekuatan demokrasi itu sendiri adalah perbedaan yang mengontrol tugas-tugas politik antara oposisi dan incumbent. menarik pihak oposisi masuk pada pemerintahan adalah memaksa kekuasaan yang dipegang petahana semakin menguat dan melemahkan oposisi.Â
Tugas kontrol itu diserahkan pada lawan politik yang kalah dalam pemilihan dan itu sudah seharusnya dijalankan, namun bagaimana pun politisi sebagai manusia politik selalu mencari jalan untuk mengkhianati tindakan dan ucapan nya. sebetulnya masing-masing pihak secara wajar perlu mengerti pembelahan elite berdampak signifikan pada perseteruan warga dibawah, kebiasaan elite yang kompromi mengkhianati komitmen warga pendukung.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H