Di abad 20 ini keterbukaan akan sebuah paham dan ajaran benar-benar semakin luas, kita disajikan dengan banyaknya corak pikiran di sekeliling. sehingga itu mewajibkan kita untuk mampu memfilter serta memilah apa yang pantas dan dapat kita jalani sebagai seorang muslim. Poligami misalnya yang akhir-akhir ini menjadi perbincangan menarik bagi sebagian kalangan, isu ini merebak sampai-sampai menghadirkan pro-kontra dan diskusi mendalam diruang publik. masing-masing pendukung tidak berbicara omong kosong melainkan berangkat dari dalil normatif Al-Qur'an yang kuat dan sejarah keluarga nabi yang melekat. kita tidak bisa menutup mata bahwa poligami di zaman ini adalah persoalan pelik yang tidak henti-henti diperdebatkan. adakalanya satu dalil tafsiran datang memperbolehkan poligami, yang lainnya datang dengan dalil kemustahilan.
Surah An-nisa ayat 3 tentu dalil utama yang digunakan satu pihak untuk membenarkan argumennya. dan sebaliknya, bagi kelompok kontra di ayat selanjutnya menegaskan bahwa ketidakmungkinan poligami itu terlaksana. isu ini jauh melebar bahkan pada aspek gender yang saling bersinggungan, secara historis poligami muncul sebagai dampak dari peperangan pada masa perluasan wilayah Islam, mereka (para suami) yang gugur di medan pertempuran meninggalkan anak dan isteri, sementara anak dan isterinya masih perlu mendapatkan bimbingan, perhatian, nafkah, dan kasih sayang dari suami yang dicintainya. Rasulullah SAW menjadi contoh konkret dari konsep ini, yang perlu digarisbawahi adalah apa yang telah dilakukannya tidak keluar dari prinsip-prinsip keadilan . dan hal ini yang sulit dilakukan oleh lelaki dewasa ini. konsep poligami ini bagi para feminis meniadakan keadilan gender bagi kaum perempuan.
sangat banyak perspektif yang perlu diperhatikan sebelum melangsungkan poligami, problem klasik ini banyak bersinggungan dengan isu-isu besar yang dibawa oleh kelompok lain. poligami hadir sebagai jawaban dan masalah bersamaan, betul poligami ini bukan hanya persoalan keagamaan , namun pertimbangan faktor sosial dan budaya pun terjamah oleh perbincangan poligami. kita barangkali sulit menemukan titik temu, masing-masing dari kita mendahului ego kelompok sendiri. mendewasakan diri atas apa yang dipercaya adalah salah satu cara untuk setidaknya meredakan kepentingan yang dipaksakan.
Dosen
Hamidullah Mahmud
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H