Mohon tunggu...
Teguh Pramudya
Teguh Pramudya Mohon Tunggu... Karyawan Swasta -

Selain bekerja, saat ini aktif menulis dan mendidik buah hati.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Dari Cinta Masa Kuliah, Hingga Bisnis Jutaan Rupiah

7 September 2015   08:17 Diperbarui: 7 September 2015   10:39 233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Wirausaha Muda Mandiri, JCC Senayan 2015."][/caption]

Sukses memang tidak mengenal usia. Tidak ada kata terlalu cepat atau terlambat. Begitulah yang sering terdengar dari pepatah bijak. Pernyataan tersebut telah dibuktikan oleh pasangan mahasiswa kreatif dari kota Bandung.

Seperti muda-mudi pada umumnya, Ridho dan Akmal, pasangan mahasiswa yang berpacaran sejak tahun pertama kuliah ini, sering bertukar hadiah pada momen tertentu. Mereka awalnya tidak pernah berpikir untuk membangun sebuah bisnis yang serius. Bisnis mereka dimulai dari kesulitan yang ditemukan saat mencari hadiah. Dengan alasan menghemat, pasangan mahasiswa ini kemudian membuat sendiri hadiah yang akan diberikan. Mereka membuat bentuk-bentuk kerajinan tangan yang unik dan tidak bisa mereka temukan dipasaran. Salah satunya adalah kata-kata ucapan yang dicetak diatas kanvas.

“Idenya sederhana. Hadiah terbaik adalah doa yang positif,” ujar Ridho, mahasiswa sekaligus pemilik usaha yang ia beri nama Malvoid Project ini. Bersama Akmal, sang pacar, ia memulai bisnisnya dengan membuat karya tipografi, yaitu seni menyusun huruf atau kata-kata menjadi sebuah karya visual. Kata-kata tersebut dikumpulkan dari kutipan-kutipan inspiratif, kemudian dipindahkan ke media kanvas lukis. Mereka juga mempersilahkan pembelinya untuk membubuhkan nama, tanggal, atau pesan singkat pada karya tersebut agar lebih personal.

“Sebenernya, konsep ini mirip sama kartu ucapan yang hits di era 90-an dulu. Tapi ini bisa dipajang dan dibaca seumur hidup!” Pungkasnya bersemangat.

Usaha mereka dimulai dari menawarkan produknya kepada keluarga dan kerabat terdekat, lalu beranjak memasarkannya melalui media sosial dan internet. Menurut Akmal, yang juga terlibat saat membangun Malvoid Project, dirinya sempat kurang yakin ketika kali pertama memasarkan produknya pada khalayak umum. “Awalnya kita agak ragu, karena barang yang kita jual harganya termasuk tinggi untuk ukuran crafting. Tapi setelah dijalanin ternyata respon pasarnya bagus,” jelas mahasiswi tingkat akhir di salah satu perguruan tinggi negeri di Bandung ini.

Lepas satu tahun, produk mereka sudah terkirim hampir keseluruh daerah di Indonesia. Bahkan tak jarang mendapat pesanan dari mancanegara seperti Malaysia, Serbia, dan Australia. Saat ini mereka mulai mempekerjakan karyawan untuk produksi dan distribusi yang menghasilkan kemampuan produksi hingga 20 kanvas perhari.

Meskipun terkesan mulus, bukan berarti tak ada rintangan yang mereka hadapi dalam perjalanan bisnis mereka. “Intinya yakin aja. Kalau udah punya konsep yang jelas, tinggal lakukan eksekusi yang matang,” tutup mereka kompak. (TGH)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun