Mohon tunggu...
Teza Salih Mauludin
Teza Salih Mauludin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Ruang berbagi dan berdiskusi

Dari tulisan, oleh tulisan, untuk pengetahuan

Selanjutnya

Tutup

Politik

Sidang Tahunan MPR dan Outfit Adat Baduy: Ternyata Ada Hal yang Lebih Penting

22 Februari 2024   09:27 Diperbarui: 22 Februari 2024   09:28 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

 "Jangan kau seperti iblis, hanya melihat air dan lumpur ketika memandang adam. Lihatlah dibalik lumpur, beratus-ratus ribu taman yang indah". Begitulah bunyi petuah seorang sufi masyhur bernama Jalaluddin Rumi, saking masyhurnya beliau tidak hanya pastinya dikalangan umat muslim bahkan dunia barat pun mengakui eksistensi pemikiran dari seorang yang dikenal sebagai salah satu sang penyelamat islam dari stigma negatif 'islam itu teroris'. Bahkan ada seorang tokoh orientalis Reynold A Nicholson sampai meneliti karya-karya Rumi hingga 25 tahun lamanya. Berpuluh-puluh tahun hanya untuk meneliti isi kepala Rumi padahal dirinya seorang orientalis bukanlah waktu yang singkat. 

Petuah Rumi diatas maknanya sangat dalam sekali menggambarkan bagaimana sifat buruk seorang manusia . Apalagi tidak lain dan tidak bukan jika dikontekskan dengan problematika bangsa baru-baru ini yang memunculkan reaksi tentang sidang tahunan MPR dimana Presiden menggunakan outfit adat baduy. Ramai orang beranggapan A atau B lah, dan bahkan yg berkomentar negatif dengan kebencian pun ada. Entah atas dasar apa bisa memberikan stigma demikian, tapi mari kita tanamkan pemikiran yang positif, jauhkan  yang namanya nomor 1, nomor 2, cebong, kamvret, kadrun dan sebutan-sebutan lainnya. Ada hal lebih substansial yang seharusnya dikritisi oleh masyarakat sebagai warga negara Indonesia yang baik atas dilaksanakannya sidang tahunan MPR dibanding mempersoalkan outfit yang digunakan presiden  saat pidato kenegaraan dalam sidang tahunan MPR.

Secara teori ketatanegaraan sidang tahunan MPR merupakan sidang yang dilaksanakan setiap setahun sekali atau H-1 sebelum hari kemerdekaan Indonesia tepatnya tanggal 16 agustus. Karena dilaksanakan setiap setahun sekali karenanya sidang tahunan MPR menjadi sebuah konvensi ketatanegaraan. Sebagaimana kita tahu pada tulisan sebelumnya bahwa sumber hukum tidak hanya Undang-Undang Dasar saja sebagai sumber hukum tertulis, akan tetapi konstitusi juga mengakui sumber hukum yang tidak tertulis salah satunya konvensi ketatanegaraan yang memiliki kedudukan tinggi dalam hukum ketatanegaraan Indonesia. 

Sidang tahunan MPR dilaksanakan sebagai responsibility/pertanggungjawaban lembaga-lembaga negara terhadap rakyat atas kinerja selama setahun kebelakang. Terdapat lembaga MPR, DPR, DPD,BPK, MK, MA, KY, termasuk juga Presiden yang akan berpidato menyampaikan pertanggungjawaban kinerjanya kepada seluruh rakyat dihadapan sidang. Karenanya sudah seharusnya yang dikritisi pertanggungjawabannya selama setahun kebelakang atas kinerja yang dilakukannya dalam melayani rakyat apakah sudah sesuai dengan yang diucapkannya atau hanya sekedar janji-janji manis belaka, tentu anda bisa menilai sendiri.

Atas outfit yang dikenakan Presiden tentu perlu diberikan apresiasi. Terlebih jika semua lembaga negara yang hadir menggunakan pakaian adat rasanya entitas ke-Indonesiaan akan sangat terasa. Disamping sebagai sisipan memperkenalkan budaya-budaya Indonesia, hal itu juga memberikan legitimasi pengakuan akan tradisi-tradisi lokal. Hal ini tidak lain Presiden sebagai 'primus inter pares', segala yang dilakukan presiden dimulai apa yang dibicarakannya, apa yang digunakannya, sampai diamnya pun pasti mendapat perhatian publik. Begitulah seperti ketika Presiden menyebut nama makanan Bipang Ambawang yang awalnya asing diketahui publik, berkat pernyataan presiden menjadi pusat perhatian kala itu. Bahkan usaha-usaha makanan Bipang laris diburu masyarakat yang berdampak pada pendapatan UMKM meningkat. Sama halnya juga dengan outfit adat Baduy yang dipakai presiden dalam sidang tahunan MPR tentu ada baiknya ditengah arus globalisasi pengaruh barat mulai menggerogoti eksistensi budaya Indonesia.

Pada intinya dalam tulisan ini saya sampaikan terdapat persoalan yang seharusnya lebih diperhatikan prihal pertanggungjawaban pejabat-pejabat negara atas kinerjanya dalam melayani rakyat dibanding mempersoalkan hal-hal sederhana yang sebenarnya tidak untuk dipermasalahkan. Tulisan ini saya buat agustus 2021 lalu tepatnya setelah sidang Tahunan MPR yang memunculkan berbagai reaksi masyarakat. Meskipun momentnya telah usai sebagai bahan refleksi untuk kebermanfaatan bangsa Indonesia kedepannya, lebih baik saya muat tulisan ini. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun