Beberapa  waktu lalu, saya menulis terkait infrastruktur di Sumatera Barat yang banyak dikeluhkan oleh sebagian pihak jauh tertinggal dari daerah lain seperti Riau, Jambi dan bahkan Bengkulu yang nota bene sebelumnya dibawah Sumatera Barat.  Saya memahami kegelisahan itu sebagai sebuah bentuk kepedulian dari warga Sumbar yang kian khawatir akan keberlanjutan pembangunan di Sumbar yang masih sangat jauh dari harapan. Ketika daerah lain seperti Riau, Jambi dan Bengkulu berlomba lomba mempercepat pembangunan infrastrukturnya, Sumatera Barat ,malah masih berkutat dengan persoalan klasik yaitu ketersediaan lahan dan persoalan klasik seperti tanah yang belum menunjukkan hasil yang diharapkan.
Dalam tulisan saya itu, saya meminta pemerintah Propinsi Sumatera Barat untuk mengintegrasikan diri ke dalam program nasional pembangunan infrastruktur agar mampu bersinergi dengan pemerintah pusat membangun berbagai sarana dan prasarana yang dibutuhkan untuk mempercepat laju pertumbuhan ekonomi.
Lalu infrastuktur apa yang seharusnya dikebut pembangunannya oleh Propinsi Sumbar pada saat ini ? jawabannya tentulah jalan tol, jembatan serta sarana pendukung lainnya yang dibutuhkan. Jalan Tol tentu saja menjadi pilihan utama selain memang perlunya dilakukan peremajaan terhadap beberapa ruas jalan nasional di Sumatera Barat yang menghubungkan Sumbar dengan Riau, Sumbar dengan Jambi dan Sumbar dengan Sumatera Utara serta Sumbar ke Bengkulu.
Saya mendapatkan informasi bahwa progres pembebasan lahan untuk pembangunan jalan tol Trans Sumatera ruas Padang - Pekanbaru seksi I tidak berjalan sebagaimana mestinya. Padahal seharusnya pembangunan jalan tol sepanjang 36,6 KM sudah selesai dan peresmian operasionalnya bersamaan dengan peresmian operasional jalan tol Pekanbaru Bangkinang yang baru saja diopersasiokan sejak pekan lalu.
Tentu saja ini menjadi pekerjaan rumah yang harus segera diselesaikan. Beruntungnya kita, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (KemenPUPR) berkomitmen untuk melanjutkan program kerja ini. Namun, sebagaimana disampaikan oleh Menteri PUPR  Basuki Hadimuljono dalam sebuah kesempatan RDP dengan komisi infrastruktur DPR, kelanjutan pembangunan jalan tol itu sangat tergantung pada dukungan pemerintah daerah (Provinsi  Sumbar dan pemerintah kota/kabupaten terkait) dalam pembebasan lahan yang dilalui ruas tol.
Persoalan pembebasan lahan inilah yang selama ini menjadi kendala dari kelancaran program kerja itu yang membuat Sumatera Barat mendapatkan cap sebagai daerah yang lamban dalam menyerap program nasional.
Selain jalan Tol, Sumatera Barat juga harus mengejar ketertinggalan dari sisi anggaran pembangunan fisik yang disediakan oleh pemerintah pusat. Semestinya, pembangunan jalan jalan yang menjadi kewenangan pemerintah pusat seperti ruas jalan Dharmasraya hingga ke perbatasan Jambi, Jalan Raya Pangkalan ke perbatasan Riau harus dikerjakan dan dilakukan peremajaan. Sudah menjadi pembicaraan bahwa jalan jalan nasional di Sumbar banyak yang rusak dan harus diperbaiki. Namun karena komunikasi yang kurang terjalin dengan intens, menyebabkan banyak dana dana pembangunan dari pusat tidak bisa dibawa ke Sumbar.
Kembali ke masalah utama yaitu mengintergrasikan Sumbar ke dalam program kerja pembangunan infrastruktur nasional, hal inilah yang pernah saya usulkan pada Juni 2022 silam kepada pemerintah propinsi dan jajarannya. Sebagai daerah yang dilengkapi dengan sumber daya alam yang cukup, Sumbar perlu menjalin kerjasama dan bersinergi dengan program kerja pemerintah tersebut secara utuh dan bersungguh sungguh.
Tentu saja hal ini sudah sangat mendesak dilakukan. Karena Sumatera Barat harus dibangun bersama sama bukan saja oleh pemerintah daerah Sumbar sendiri, namun juga oleh pemerintah daerah kabupaten dan kota se Sumatera Barat dan semua stakeholder di Sumbar. Oleh karena itu, saya tak henti mendesak kepada pemangku kebijakan di Sumbar untuk bersama sama dengan semua pihak tanpa kecuali dan tanpa memandang latar belakang partai politik masing masing untuk bersama sama memajukan Sumatera Barat.
Saya membaca pernyataan beberapa anggota DPRD Sumbar yang menyayangkan banyaknya proyek fisik di Sumbar saat ini yang belum dikerjakan secara maksimal dan mencapai target sesuai yang ditentukan. Hal ini membuat kita miris dan ditambah lagi adanya laporan bahwa Silspa Sumbar tahun anggaran 2022 juga masih sangat tinggi. Patut diketahui bahwa Silpa yang tinggi ini akan menjadi catatan bagi pemerintah pusat dalam menilai kinerja pemerintah.
Dengan tingginya SILPA tentu mengindikasikan bahwa ada sesuatu dalam perencanaan, pengelolaan dan juga pelaksanaan program kerja pemerintah daerah. Saya tidak menyebut ada yang salah, dalam ketiga hal itu, namun demikian, sisa anggaran yang besar itu tentulah harus menjadi perhatian pemerintah daerah dan dinas terkait yang menyusun program kerja.