Mohon tunggu...
Teuku Rafi
Teuku Rafi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Mahasiswa

Hobi Olahraga

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Peran Genersi Z dalam Dunia Fast Fashion

31 Desember 2024   20:19 Diperbarui: 31 Desember 2024   20:19 12
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Kerusakan Akibat Fast Fahion. Sumber: MetaAI

Fast fashion telah mengubah cara masyarakat membeli pakaian dengan menawarkan produk yang modis dan murah. Namun, dampaknya terhadap lingkungan dan sosial sangat serius. Artikel ini membahas kerusakan lingkungan, risiko kesehatan kerja, dan limbah tekstil akibat fast fashion. Dampak ini lebih terasa di negara berkembang, mencerminkan ketidakadilan global. Solusi yang diusulkan mencakup inovasi bahan ramah lingkungan, regulasi perusahaan yang lebih ketat, reformasi kebijakan perdagangan, dan peningkatan kesadaran konsumen. Generasi Z, sebagai konsumen utama, memiliki peran penting dalam mendorong perubahan menuju industri yang lebih berkelanjutan. 

Generasi Z, yang lahir antara tahun 1997 dan 2012, merupakan kelompok usia yang tumbuh di era digital dan memiliki akses yang luas terhadap informasi serta teknologi. Dalam konteks konsumsi fashion, Generasi Z menunjukkan kecenderungan yang signifikan terhadap fast fashion, sebuah model bisnis yang menawarkan pakaian terbaru dengan harga terjangkau dan dalam waktu singkat. Contoh merek fast fashion yang mendominasi pasar global meliputi Zara, H&M, Uniqlo, dan Shein. Merek-merek ini dikenal karena kecepatan mereka dalam mengikuti tren mode, ketersediaan produk yang melimpah, dan strategi pemasaran yang agresif. Fenomena ini menarik perhatian berbagai pihak, terutama dalam upaya memahami faktor-faktor yang memengaruhi preferensi mereka terhadap fast fashion dibandingkan dengan produk lokal yang mungkin lebih berkualitas dan berkelanjutan.

Fast fashion adalah cara produksi pakaian secara cepat dan murah untuk memenuhi permintaan pasar. Model bisnis ini bergantung pada rantai pasokan global dengan tenaga kerja murah, terutama di negara berkembang. Namun, fast fashion juga menciptakan masalah besar seperti pencemaran lingkungan, kondisi kerja yang buruk, dan limbah tekstil yang melimpah. Artikel ini menawarkan analisis dan solusi untuk membuat industri fashion lebih adil dan berkelanjutan.

Penelitian ini juga berhubungan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs), khususnya tujuan ke-8, yaitu Decent Work and Economic Growth atau pekerjaan layak dan pertumbuhan ekonomi. SDGs ini bertujuan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan, dengan menciptakan peluang kerja yang produktif. Dalam konteks penelitian ini, penting untuk memahami bagaimana kecenderungan konsumsi fast fashion dapat memengaruhi sektor ekonomi lokal, termasuk pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di bidang fashion.

Fast Fashion sebagai Isu Keadilan Lingkungan Global

Keadilan lingkungan didefinisikan oleh Badan Perlindungan Lingkungan Amerika Serikat sebagai "perlakuan adil dan keterlibatan bermakna semua orang tanpa memandang ras, warna kulit, asal negara, atau pendapatan." Di Amerika Serikat, konsep ini terutama digunakan dalam literatur ilmiah untuk menggambarkan penempatan tidak proporsional situs superfund (situs limbah berbahaya) di atau dekat komunitas rasial minoritas. Namun, keadilan lingkungan tidak terbatas pada Amerika Serikat dan tidak perlu dibatasi oleh batas geopolitik

.Industri tekstil dan garmen memindahkan beban lingkungan dan pekerjaan terkait dengan produksi massal dari negara-negara berpenghasilan tinggi ke komunitas-komunitas kurang beruntung (misalnya pekerja berpenghasilan rendah, pekerja perempuan) di LMICs. Memperluas kerangka kerja keadilan lingkungan untuk mencakup dampak tidak proporsional yang dialami oleh mereka yang memproduksi dan membuang pakaian kita adalah penting untuk memahami besarnya ketidakadilan global yang dipertahankan melalui konsumsi pakaian murah.

Kerusakan Lingkungan

 Produksi tekstil membutuhkan banyak air dan menggunakan bahan kimia berbahaya. Limbah air dari pewarna sering mencemari sungai, merusak ekosistem lokal. Ini terkait dengan SDGs Nomor 6 tentang "Air Bersih dan Sanitasi." Misalnya, polusi dari industri tekstil di Tiongkok telah merusak kualitas air, membuatnya tidak layak untuk diminum atau digunakan. Fast fashion juga menyumbang 20% limbah air industri global, menunjukkan perlunya pengelolaan limbah yang lebih baik.

Risiko Kerja

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun