Jokowi dikenal sebagai pemimpin yang penuh strategi dan taktik. Namun, belakangan ini, muncul spekulasi bahwa Jokowi sedang merancang dirinya sebagai king maker, khususnya untuk mengamankan posisi bagi keluarganya di panggung politik nasional. Di balik narasi ini, terselip kisah sejarah yang menggambarkan bahaya ambisi kekuasaan yang melampaui batas, seperti yang terjadi dalam Kekaisaran Qin di Tiongkok.
Sejak awal masa jabatannya, PresidenKisah Dua Tangan Kanan dan Pengkhianatan Terhadap Kaisar Qin Shiji
Kekaisaran Qin adalah dinasti pertama yang mempersatukan Cina di bawah satu kekuasaan sentral, berdiri dari tahun 221 SM hingga 206 SM. Dinasti ini didirikan oleh Qin Shi Huang, yang menjadi Kaisar pertama Cina setelah berhasil menaklukkan dan menyatukan berbagai wilayah yang akhirnya dinamakan sesuai namanya Cina.
Kekaisaran Qin meninggalkan sejumlah warisan penting diantaranya mengganti sistem feodal dengan pemerintahan terpusat, standardisasi sistem sosial ekonomi, membangun Tembok Besar Cina, hingga penyatuan hukum.
Kekaisaran ini juga dikenal dengan kekejaman dan penindasan. Penggunaan tenaga kerja paksa untuk proyek-proyek besar, serta hukuman berat bagi para penentang, menyebabkan ketidakpuasan yang meluas.
Pada masa Dinasti Qin, Kaisar Qin Shihuang, mempersiapkan suksesi untuk menjaga stabilitas kekaisaran. Namun, dua tangan kanan sang Kaisar, Zhao Gao dan Li Si, memiliki agenda lain. Mereka merencanakan konspirasi yang kelak akan membawa kehancuran bagi kekaisaran.
Ketika Kaisar Qin Shihuang meninggal dunia di sebuah perjalanan jauh dari ibu kota, kedua tangan kanan ini memalsukan surat wasiat sang Kaisar. Dalam manipulasi tersebut, mereka berhasil mendorong putra bungsu Kaisar, Huhai, untuk naik tahta sebagai Kaisar Qin Kedua, meskipun sesungguhnya sang Kaisar telah memilih putra sulungnya, Fusu, sebagai penerus.
Keputusan ini terbukti fatal. Huhai yang kurang berpengalaman dan lemah dalam kepemimpinan menjadi boneka bagi Zhao Gao dan Li Si. Keduanya memulai serangkaian tindakan brutal yang melibatkan pembunuhan terhadap keluarga kerajaan dan para rival politik. Namun, kekejaman ini justru mempercepat kejatuhan Kekaisaran Qin. Kurangnya stabilitas, pemberontakan rakyat, dan ketidakpuasan militer akhirnya meruntuhkan dinasti yang dibangun dengan tangan besi oleh Qin Shihuang. Dinasti Qin kemudian digantikan oleh Dinasti Han pada 206 SM, yang bertahan jauh lebih lama dan menjadi salah satu dinasti terpenting dalam sejarah Cina.
Ambisi Jokowi dan Bahaya 'King Maker' untuk Keluarganya
Dalam konteks Indonesia, ambisi Jokowi untuk menjadi king maker, terutama bagi keluarganya, mengingatkan kita pada kisah tragis ini. Ada kekhawatiran bahwa dengan mendorong anak-anaknya ke panggung politik, Jokowi bisa menciptakan dinamika kekuasaan yang berisiko.
Jika ambisi tersebut terlalu mengedepankan kepentingan keluarga daripada kepentingan nasional, Indonesia mungkin akan menghadapi bahaya besar. Sejarah menunjukkan bahwa ketika kekuasaan dikuasai oleh mereka yang tak sepenuhnya siap, atau ketika seorang pemimpin mencoba mengatur penerusnya dengan cara-cara manipulatif, konsekuensinya bisa menghancurkan seluruh sistem yang telah dibangun.
Menghindari Nasib Kekaisaran Qin
Pelajaran dari runtuhnya Kekaisaran Qin adalah bahwa ambisi yang dibalut konspirasi dan manipulasi tak pernah membawa hasil baik. Indonesia adalah negara demokratis yang membutuhkan pemimpin yang lahir dari proses politik yang jujur, bukan hasil dari permainan kekuasaan di belakang layar. Jika Jokowi terus mendorong keluarganya dalam jalur politik tanpa memperhatikan kesiapan dan dukungan rakyat, risiko runtuhnya stabilitas politik dan sosial mungkin tak terelakkan.
Sebagaimana Kekaisaran Qin runtuh karena ambisi yang tak terkendali, demikian pula Indonesia dapat terjerumus dalam krisis jika prinsip-prinsip demokrasi diabaikan demi agenda keluarga. Sejarah ada untuk mengingatkan, dan Jokowi, yang pernah menjanjikan perubahan, sebaiknya belajar dari masa lalu.