Mohon tunggu...
Teuku Muhammad Arief
Teuku Muhammad Arief Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya Teuku Mahasiswa dari Universitas Muhammadiyah Jakarta, Jurusan Ilmu Komunikasi

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Seberapa Efektif Kebijakan Pemerintah Terhadap Penanganan Stunting

13 Januari 2025   11:42 Diperbarui: 13 Januari 2025   11:41 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Stunting, atau kondisi gagal tumbuh pada anak akibat kekurangan gizi kronis, adalah salah satu masalah serius yang dihadapi Indonesia. Dengan prevalensi sebesar 21,6% pada tahun 2022 menurut data Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), masalah ini menunjukkan bahwa tantangan yang dihadapi masih jauh dari selesai, meski pemerintah telah berkomitmen untuk menurunkannya menjadi 14% pada 2024. Sebagai seorang penulis, kita merasa isu ini tidak hanya menyentuh aspek kesehatan, tetapi juga sosial, ekonomi, dan pembangunan manusia secara keseluruhan.

Salah satu akar penyebab stunting di Indonesia adalah kesenjangan dalam edukasi mengenai gizi. Banyak keluarga, terutama di pedesaan, tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang pentingnya asupan gizi selama 1.000 hari pertama kehidupan anak. Hal ini sering kali diperburuk oleh tradisi atau mitos yang keliru mengenai makanan tertentu yang sebenarnya sangat penting untuk tumbuh kembang anak. Selain itu, akses terbatas terhadap sumber makanan bergizi, khususnya di wilayah terpencil, semakin memperburuk situasi ini. Kita juga melihat bahwa harga bahan pangan berkualitas, seperti protein hewani, buah, dan sayuran segar, menjadi hambatan besar bagi keluarga berpenghasilan rendah.

Di sisi lain, infrastruktur dan layanan kesehatan juga memiliki tantangan besar. Posyandu, yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam layanan kesehatan ibu dan anak, sering kali kekurangan tenaga, fasilitas, dan pendanaan. Wilayah-wilayah terpencil dengan akses transportasi yang sulit semakin memperumit distribusi layanan kesehatan. Berdasarkan pengamatan penulis, meskipun pemerintah telah mengalokasikan dana yang signifikan untuk program stunting, koordinasi antara berbagai pihak seperti kementerian, lembaga daerah, dan organisasi masyarakat sering kali kurang sinkron. Hal ini menyebabkan inefisiensi dan melemahnya dampak dari kebijakan yang sudah dirancang.

Dampak Stunting terhadap Masyarakat

Dalam analisis penulis, ketidakefektifan kebijakan dalam menangani stunting memiliki dampak luas yang tidak bisa diabaikan. Stunting berdampak langsung pada kemampuan kognitif dan fisik anak-anak yang mengalaminya. Hal ini memengaruhi produktivitas mereka di masa depan, yang pada akhirnya menambah beban ekonomi negara. Anak-anak yang mengalami stunting berisiko lebih tinggi untuk memiliki keterbatasan dalam belajar, bekerja, dan bersosialisasi, yang pada akhirnya memengaruhi potensi mereka untuk berkontribusi pada pembangunan bangsa.

Kami mencermati bahwa kegagalan dalam menurunkan angka stunting berdampak pada kepercayaan publik terhadap pemerintah. Ketika masyarakat tidak melihat hasil nyata dari program yang digagas, kepercayaan terhadap pemerintah menurun. Ini menjadi tantangan besar, terutama karena stunting juga menjadi indikator utama dalam pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs). Jika target pencegahan stunting tidak tercapai, Indonesia berisiko mengalami ketertinggalan dalam upaya global untuk mengatasi kemiskinan dan meningkatkan kualitas hidup masyarakatnya.

Solusi untuk Mengatasi Masalah Stunting

Sebagai penulis, kita percaya bahwa solusi terhadap masalah ini memerlukan pendekatan yang holistik dan terintegrasi. Edukasi gizi harus dirancang ulang agar lebih sederhana dan relevan dengan kebutuhan masyarakat. Informasi tentang pentingnya asupan gizi pada 1.000 hari pertama kehidupan harus disampaikan dengan cara yang mudah dipahami dan menarik. Kita menyarankan pemerintah untuk bekerja sama dengan komunitas lokal, sekolah, dan lembaga agama untuk menyampaikan pesan ini. Selain itu, media sosial dan teknologi digital juga dapat dimanfaatkan untuk menjangkau generasi muda yang nantinya akan menjadi orang tua.

Penguatan layanan kesehatan juga harus menjadi prioritas. Posyandu perlu didukung dengan pelatihan yang lebih komprehensif bagi kadernya, serta dilengkapi dengan alat kesehatan yang memadai. Insentif bagi tenaga kesehatan yang bersedia bekerja di daerah terpencil juga dapat menjadi dorongan penting agar layanan kesehatan menjangkau seluruh lapisan masyarakat.

Kita juga melihat pentingnya subsidi untuk bahan pangan bergizi. Pemerintah dapat memberikan insentif kepada petani lokal untuk menghasilkan pangan bergizi dengan harga yang lebih terjangkau. Program ketahanan pangan berbasis komunitas, seperti pelatihan pertanian lokal, dapat membantu masyarakat memproduksi sendiri makanan bergizi yang dibutuhkan.

Koordinasi antar pemangku kepentingan harus ditingkatkan. Pemerintah daerah, sektor swasta, dan organisasi masyarakat sipil perlu bersinergi untuk memastikan implementasi program berjalan dengan baik. Teknologi data dapat dimanfaatkan untuk memantau dan mengevaluasi program secara real-time, sehingga hambatan atau masalah dapat segera diidentifikasi dan diselesaikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun