pidato, pembinaan, atau ceramah di hadapan publik memerlukan teknik yang cerdas. Tanpa pemanis buatan, eh, maksud saya tanpa pemanis bahasa, niscaya pidato yang disampaikan cenderung terasa garing bakal membosankan. Tidak jarang, orang mencari kesempatan untuk beraktivitas secara diam-diam untuk mengusir rasa jenuh saat menyimak paparan yang terlalu datar.
Menyampaikan paparan,Sebagaimana sebuah perjalanan, pidato atau ceramah bisa diibaratkan seorang sopir yang membawa penumpang ke arah yang dituju. Meski arahnya sudah ditentukan oleh penumpang, namun kenyamanan di perjalanan sangat bergantung pada keterampilan dan seni menyetir yang dimiliki oleh sang sopir.
Sopir yang memperlakukan kendaraan dengan lembut tentu bakal membuat penumpang lekas terlena dalam mimpi. Sopir yang berjiwa petualang biasanya membawa mobil sambil menyampaikan detai-detail tempat yang dilewati disertai kisah yang menyertai tempat itu. Sopir yang acuh tak acuh, cenderung mengendarai mobil dengan gayanya sendiri dan tidak menghiraukan usul saran penumpang. Sopir yang simpatik menyempatkan bertanya kepada penumpang kalau-kalau memerlukan tempat perhentian untuk buang hajat.
Demikian pula dalam berpidato atau menyampaikan ceramah. Kalau berharap perhatian publik dan pesan yang disampaikan tepat sasaran, tentulah harus mau meningkatkan kualitas diri dalam berbicara. Jangan hanya paparan yang disampaikan, namun perlu diselingi dengan sedikit guyon, tanya jawab yang menarik, atau gunakan kemampuan mengolah kata agar terlihat santai namun cerdas.
Salah satu solusi cerdas itu adalah menggunakan pemanis bahasa dalam bentuk pantun, baik pantun kilat maupun pantun biasa. Pemanfaatan pantun ini bisa dilakukan pada awal pidato/ceramah atau bagian penutup.
Sebagai bahan inspirasi, berikut pantun yang bisa digunakan sesuai keperluan.
Â
Buah timun habis dimakan
Kacang polong bijinya kempes
'Sampurasun' saya sampaikan
Tolong dijawab dengan 'rampes!"
Buah tomat ditanam dulu
Sudah matang dimakan enak
Salam hormat Bapak dan Ibu
Izinkan saya pidato sejenak