engkau berjalan tenang pelan
dibawah terik mata murka
sempurna sadar jalan pilihan
mengangkut sampah isi dunia
engkau berjalan dengan cinta
cinta yang hanguskan hatimu
kulitmu …. menjadi malam
terbakar debu nafsu kelam
deras nian peluhmu
bak darah lewat ribuan luka
tapi engkau tetap senyum
senyummu jadi nyanyian tujuh bunga
engkau senyum
matamu teduh
aku tertegun
aku malu
lembut engkau meminta
“berikan sampahmu padaku
sampah yang tak tertampung gunung”
“dengan apa ku membayarmu?” tanyaku
“jadilah bunga yang menyanyikan senyumku”
oh… betapa agung
lelaki pengangkut sampah
tiada semarak terbiasa menderita
seperti kena tulah
dikutuk dan ditindas Allah
padahal sampah kita yang ditanggungnya
dan oleh hina di kepala
luka di tangan
kupas di kakinya
kita menjadi bersih
menjadi ceria
menjadi semula
hujan turun tiba-tiba
bergegas aku menjumpaimu
di bukit tengkorak sendiri tengadah
merentang tangan menenggak cawan
lalu tersenyum padaku
“tak akan banjir, sahabatku”
oh… tukang sampah
yang mengangkut sampah isi dunia
betapa arti hadirmu sungguh berharga
kau selamatkan dunia dengan cinta
berbelas kasihan pada penikam hatimu
menjadi damai di hati yang meluluh
wahai Raja pelayan
engkau besar karna merendah
ingatlah akan duli dalam janji
saat kedua kedatangan pahlawan
demi yang mekar di ladang fana
demi nyanyian tujuh bunga
suntinglah hamba