Mohon tunggu...
Tetikus Literasi
Tetikus Literasi Mohon Tunggu... -

Sebuah akun kolektif yang berisikan tulisan dari sekelompok Mahasiswa Prodi Ilmu Komunikasi UPN Veteran Jakarta Angkatan 2016.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Melihat Transportasi Umum Online dan Konvensional dari Kedua Sisi

12 November 2017   17:58 Diperbarui: 12 November 2017   18:04 7162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

    Teknologi saat ini sudah sangat maju. Dengan social media, berbagai aspek dan kebutuhan sangat mudah untuk dicari dan ditemukan. Salah satu bentuk kemajuan teknologi yaitu adanya transportasi berbasis online. Mungkin aplikasi transportasi online bukan hal yang baru di negara atau kota lain. Namun di Jakarta sendiri baru muncul sekitar tahun 2015. Transportasi online pertama bernama "Gojek" yang didirikan oleh Nadiem Anwar Makarim. Masyarakat sangat antusias menyambut adanya transportasi online tersebut. Dimana Nadiem sebagai ceo gojek mengadakan promo yang sangat menarik minat masyarakat.

Awal mula transportasi online muncul di Jakarta ini berjalan dengan baik, bagi masyarakat Jakarta pasti sudah paham bagaimana kondisi Jakarta yang sangat padat dipenuhi oleh kendaraan. Cara kerja gojek sendiri bisa dibilang sangat mudah, dimana kita hanya men-download aplikasi gojek melalui smartphone, kemudian membuat akun untuk login, setelah itu kita hanya memasukan alamat kita berada dan alamat tujuan. Bedanya gojek dengan transportasi umum adalah dimana saat kita memesan, di aplikasi akan muncul tarif perjalanan untuk kita bayarkan saat tiba di tujuan.

Namun berjalannya waktu, mulai muncul beberapa pesaing gojek seperti grab dan uber. Untuk gojek dan grab hampir memiliki kesamaan, yaitu selain transportasi online, mereka juga memiliki fasilitas untuk pengiriman barang dan makanan. Bahkan gojek saat ini sudah memiliki fasilitas untuk pijat dirumah, pemesanan tiket konser atau bioskop dan sebagainya. Sedangkan untuk kekurangan dari gojek sendiri adalah jarak tempuh untuk sepeda motor atau go-ride tidak bisa lebih dari 25 km. 

Untuk tarif, menurut saya dan beberapa pengguna transportasi online, uber memiliki tarif yang paling murah dibandingkan gojek dan grab meskipun fasilitasnya tidak selengkap gojek dan grab. Tapi pada awal peluncuran uber, uber memiliki tarif tambahan apabila terjadi kemacetan atau apabila kita melewati jalan yang lebih jauh dari GPS.

Untuk saya pribadi, saya termasuk pengguna ketiga transportasi online tersebut. Saya menggunakan gojek untuk pembelian makanan, saya menggunkan uber untuk transportasi ojek motor dan saya menggunakan grab untuk transportasi mobilnya. Menurut saya, karena perbedaan fasilitas serta tarif dari ketiga transportasi online tersebut yang membuat saya menggunakan ketiga aplikasi untuk kebutuhan yang berbeda. Karena banyaknya transportasi online tersebut sehingga banyak orang-orang yang mendaftar untuk menjadi mitra kerja dari transportasi online tersebut. Dari beberapa berita yang saya baca dan saya ketahui, sangat mudah untuk mendaftar menjadi mitra kerja transportasi online tersebut. Kerjanya juga sangat fleksibel bisa mengikuti waktu yang kita bisa atau kita mau.

Dari pengalaman saya saat menggunakan transportasi online pun latar belakang pengemudinya sangat beragam, ada yang mahasiswa, ada yang memang bekerja sebagai driver transportasi online, ada juga yang kerja di sebuah perusahaan dan menyambi menjadi seorang driver ojek online dengan gelarnya yang sudah S2. Menurut saya, syarat pendaftaran yang mudah dan hasil yang menjanjikan membuat masyarakat dari berbagai kalangan mencoba keberuntungannya menjadi mitra kerja dari transportasi online ini. Walaupun inovasi ini sangat bermanfaat untuk masyarakat namun ternyata masih banyak kontra dari berbagai kalangan. 

Kontra paling utama datang dari transportasi konvensional seperti ojek pangkalan dan angkutan umum. Para tukang ojek serta angkutan konvensional menganggap dengan adanya transportasi online membuat penumpangnya beralih. Karena kontra dari angkutan konvensional yang sering mengadakan demo, menyebabkan ojek online tidak berani beroperasi. Bahkan saya pernah melihat banyak yang tidak segan untuk bersikap anarkis kepada mitra kerja ojek online.

Pendapat saya, seharusnya para driver angkutan konvensional tidak perlu bersikap seperti itu apalagi sampai bersikap anarkis. Sebagai masyarakat yang berpindah menggunakan transportasi online dari transportasi konvensional adalah dimana saat menggunakan angkutan umum sangat memakan waktu saya dijalan. Tarif dari angkutan umum juga tidak menetap dan terkadang harus berpindah dari angkutan satu ke angkutan lain. Selain hal tersebut saya juga harus keluar dari tempat saya berada untuk mencari angkutan yang ingin saya gunakan. Sedangkan dengan ojek online itu saya hanya memesan dari lokasi saya berada dan menunggu ojek online datang. Dengan penggunaan GPS juga membuat saya menghemat waktu dengan melewati jalan pintas yang ditunjukkan.

Melihat adanya konflik diantara mitra kerja transportasi online dan konvensional, pemerintah tidak tinggal diam. Pemerintah harus memutar otak bagaimana keduanya bisa berjalan baik demi kepentingan dan keamanan masyarakat. Bahkan pemerintah merevisi undang-undang tentang angkutan umum. Namun nyatanya hal tersebut belum juga terselesaikan, karena masih sering terjadi kisruh antara driver ojek konvensional dan online tersebut. Meskipun kisruh tersebut sudah tidak seperti awal munculnya transportasi online dahulu. Sangat diharapkan untuk kedepannya akan semakin berkurang kerusuhan antara ojek online dan konvensional ini.

Sebenarnya untuk ojek sendiri tidak diatur dalam UU untuk menjadi transportasi umum. Alasan pemerintah adalah ojek dirasa tidak safety untuk dijadikan sebagai transportasi umum. Namun karena melihat kebutuhan masyarakat serta keadaan Jakarta yang semakin padat, pemerintah memutuskan untuk membatasi jumlah ojek online sambil memikirkan jalan keluar dari dijadikannya ojek sebagai transportasi online dan kisruhnya driver ojek online dan konvensional. 

Menurut saya agak sulit untuk menghapus ojek online terutama di Jakarta, jika melihat kondisi Jakarta yang semakin padat. Ditambah tidak nyamannya transportasi konvensional yang ada. Ketidaknyamanan dirasakan karena supir yang mengetem terlalu lama, tidak adanya AC dalam kendaraan seperti angkut atau bahkan terkadang terjadi tindak kriminal serta asusila didalam kendaraan. Tentu hal ini yang menjadi keresahan masyarakat dan memutuskan beralih menggunakan transportasi online.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun