[caption id="attachment_81895" align="aligncenter" width="235" caption="Wilayah Cianjur Selatan lebih luas daripada Cianjur Utara"][/caption] Hati seakan tergelitik, geram dan sedikit kesal, namun entah kepada siapa harus ditujukan. Saat melenggang di depan imigrasi bandara Soekarno Hatta secara tidak sengaja bertemu seorang --yang dari penampilan nya mirip diplomat-- berada dihadapanku, sama menunggu antrian cap paspor. "Pulang darimana?" katanya bersuara berat. Aku jawab seadanya tanpa memperhatikan serius. Dia terus bertanya, mengenai asalku, ada yang jemput atau tidak --mungkin dia iseng, seperti banyak yang basa-basi pada TKW, pikirku-- dan pertanyaan lain. "Cianjur Selatan" jawabku mantap. Menyebutkan asalku. "Oh, yang dekat puncak itu ya? Banyak villa, pemandangannya bagus ya?" Aku dengan senyum sinis menjawab cepat "Tentu saja bukan! Yang Anda maksud itu bagian utara, bukan selatan!" Kataku sedikit emosi, sejujurnya. Kalo berbicara tentang Cianjur, kok ya mereka tahunya cuma puncak, Cipanas. Sebel! Apa Sukanagara, Tanggeung, Sindangbarang dan lainnya itu bukan wilayah Cianjur? Kegeramanku berlanjut, terus berlanjut hingga aku bertemu dengan Iis, gadis usia lima tahun dibawahku yang berasal dari Cidaun, Cianjur Selatan. Saat kenalan, Iis dengan polos mengatakan "Iis berasal dari ujung dunia Teh, Negeri antah barantah, hehe..." ucapnya setelah mengaku dari Cidaun. "Kenapa bilang begitu?" Pancingku. "Yah, Teteh mending tahu dan pernah ke Cidaun. Lah yang lain, percuma Iis bilang dari Cidaun, mereka semua gak ada yang tahu dimana itu Cidamar, Cidaun, Cianjur Selatan.... Lebih baik Iis bilang aja dari ujung dunia, alias negeri antah barantah. Ada kecamatan ada Kabupaten nya kok sama sekali ga tahu. Kebangetan kan? Kaya wilayah kita itu gak masuk peta saja!" Iis cemberut. Hatiku seakan ditonjok, sakit! Cianjur Selatan tidak terkenal? Siapa bilang? Siapa yang salah? Ah, sudahlah gak usah membahas itu. Gak akan ada habisnya jika hanya menggantungkan harapan kepada para pejabat yang manis mulut saat kampanye dan lupa diri saat memangku jabatan--pada umumnya--. Urusanku adalah bagaimana caranya agar orang tahu, dimana itu Cianjur Selatan, bagaimana itu Cianjur Selatan, dan apa yang bisa membuat terkenal Cianjur Selatan? Aku memutar pikiran mencari jalan, Blog, sudah banyak. Jejaring sosial, dah menjamur, aku harus mencari sesuatu yang lain, setidaknya belum pernah dilakukan orang lain! Tekadku bulat. Insya Allah, Maret 2010 ini, dengan segala resiko aku sendiri yang akan menanggung, hanya dibekali Bismillah serta satu niat ingin mempublikasikan Cianjur Selatan, aku akan mengadakan Lomba Pantun dan Puisi; Lomba Cerpen; dan Lomba Foto. Yang kesemuanya itu bertemakan ""Menggugah dan menyadarkan, Cianjur Selatan perlu dukungan pembangunan segala bidang"" Aku tidak ingin setelah itu orang-orang masih celingak-celinguk saling bertanya dimana Cianjur Selatan? Namanya perlombaan, pasti harus ada hadiah yang diperebutkan. Ini yang menjadi fokus beberapa bulan terakhir ini, karena sejujurnya, usahaku mencari sponsor nihil, tidak satupun yang bersedia mau mendukung. Rieke Diah Pitaloka, artis sekaligus anggota DPR dan pemilik yayasan Pitaloka itu menolak kerjasama yang ku tawarkan dengan dalih bencana di Ciwidey menjadi sasaran utamanya. Aku sangat mengerti Teh Rieke, terus berjuang ya... kalimatku dalam email disertai doa dan harapan bencana di Ciwidey yang berbatasan pula dengan Cianjur Selatan (Pasir Kuda dan Pagelaran) segera bisa diatasi. Lain lagi Dede Yusuf wakil Gubernur Jabar, dia sama sekali tidak ada merespon. Ah, mungkin asisten nya tidak menyampaikan emailku. atau mereka pikir paling aku hanya iseng meminta sumbangan. Aku ngerti, sebelum sampai kehadapan mereka, kaki tangan nya sudah terlebih dahulu melayangkan emailku ke folder trash :( Bukan su'udhon, tapi hampir bisa disamakan dengan Ahmad Heryawan, alumni SMU 3 Sukabumi yang kini jadi orang nomor satu se Jawa Barat itu bisa dipastikan sibuk pula mengurus wilayah lain, daripada sekedar ocehanku yang belum tentu ada hasilnya. Hal ini mendorong otakku untuk lebih tegas mengambil keputusan supaya lebih cepat bergerak karena itu lebih baik, mumpung aku masih bisa melakukan nya. Aku gak hafal urutan kata-kata tepatnya, namun bisa ditelaah pengertian nya, jika Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum jika kaum tersebut tidak merubah nasibnya sendiri. Nunggu kucuran dana dari pemerintah pusat --seperti komentar Wagub di bawah pesan dindingku itu-- jaman mana akan sampainya? Jadi, nunggu apa lagi? Bergeraklah sekarang walaupun sendiri, Okti. Karena tidak akan ada yang bisa menghalangimu untuk memajukan kampung halaman sendiri.... Semangat!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H