Mohon tunggu...
Okti Li
Okti Li Mohon Tunggu... Freelancer - Ibu rumah tangga suka menulis dan membaca.

"Pengejar mimpi yang tak pernah tidur!" Salah satu Kompasianer Backpacker... Keluarga Petualang, Mantan TKW, Indosuara, Citizen Journalist, Tukang icip kuliner, Blogger Reporter, Backpacker,

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Menjadi Wanita Paling Bahagia: Momentum Jalani Hobi Tertunda

3 Mei 2013   05:51 Diperbarui: 24 Juni 2015   14:12 350
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menjadi wanita paling bahagia hal itu yang kurasakan pada sepertiga malam terakhir dua hari lalu. Saat mata ini tiba-tiba saja tertuju pada sebuah buku tebal di rak buku milik suami.

Warnanya merah menyala. Penasaran. Masih dalam bulatan rukuh aku mengendap mendekatinya. "Menjadi Wanita Paling Bahagia" judul tulisan itu tertangkap mata. Aku mengernyit, mengingat-ingat kapan membeli buku itu?

Penasaran semakin menggunung. Segera kulipat rukuh dan meraih buku itu dengan sedikit tenaga. Agak susah meraihnya karena terhimpit buku-buku tebal koleksi suami. Penasaran semakin membesar karena aku yakin baik aku atau suami tidak pernah membeli buku tersebut.

Wow! Benara-benar sebuah buku cantik yang diperuntukkan untuk wanita! Setelah aku buka beberapa halaman pertama, dada ini tiba-tiba tersentak! Ya Tuhan! Ada stempel IUA yang sudah agak memudar tertera di sana...

Ingatanku langsung melayang pada saat aku masih berada di Taiwan. Ketika Multiply masih rame dan aku sedang asyik-asyiknya berinteraksi di dunia maya. Berkenalan dan berkawan hingga sudah seperti saudara sendiri meski berasal dari berbagai tempat yang jauh berbeda.

Aku ingat, buku "Menjadi Wanita Paling Bahagia" --dengan stempel Islam Under Attack (IUA) pada awal halamannya itu-- adalah buku pemberian dari Group IUA di Multiply yang dikirim Mba Intan Suri selaku salah satu adminnya yang tinggal di Indonesia.

Rekam jejakku di Taiwan seolah diputar ulang. Saking senangnya hobi menulisku tersalurkan, aku selalu menyempatkan waktu untuk membuka laptop meski capek setelah pulang kerja selarut apapun! Merasa ada tempat untuk berbagi dan belajar aku selalu bersemangat untuk menulis, menulis dan menulis.

Aku cukup rajin mengikuti kuiz, lomba dan berbagai kegiatan kepenulisan di dunia maya meski saat itu aku disibukkan dengan tumpukkan pekerjaan. Resikonya, karena aku tinggal di luar negeri maka jika aku menang hadiah yang didapat langsung dikirim ke alamat keluarga di kampung.
Karenanya sering aku tak tahu menahu soal hadiah apapun karena selalu diterima oleh keluarga di rumah.

Dan tidak dikira sebelumnya jika tiba-tiba aku menemukan kembali salah satu hadiah "yang hilang" itu. Senangnya bukan main. Refleks aku ambil ponsel, memfoto buku itu lalu segera mengkicaukannya kepada Mba Intan di Bekasi.

Masa aktif menulis dan ngeblog silih berganti terlintas di kelopak mata. Tapi setelah kembali ke tanah air, kenapa aku tidak produktif lagi menulis? Kenapa rasa malas itu tidak bisa aku enyahkan? Apa kendalanya?

Ya, sekembalinya ke kampung aku jadi tidak aktif lagi menulis. Rasanya selalu ada saja hal yang jadi kendala. Bad mood saat hamil lah; koneksi internet yang buruk setelah pindah rumah lah; "bangkrutnya" Multiply yang membuat rumah mayaku ikut tergusur dan berimbas kehilangan semangat menulis --sejauh ini belum kepikiran buat "rumah" baru-- sampai pada masalah ponsel yang sering restart --karenanya harus berulang-ulang log in masuk ke blog sendiri-- semakin mempertebal rasa malasku untuk menulis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun