Tak terasa mataku buram dan basah. Suara adzan isya kembali menjadi start perdebatan kecil antara aku dan anakku sejak puasa pertama hingga kini, sepertiga dari keseluruhannya.
"Ami gak mau sholat tarawih kalau belum punya baju baru. Malu sama teman-teman, Bu. Teman-teman Ami cerita mereka sudah dibelikan baju oleh ayah ibunya. Ami mana? baju baru Ami kapan belinya?"
Aku hanya bisa menggigit bibir. Ya Tuhan, anakku sudah besar. Dia sudah bisa menjawab ajakanku untuk melaksanakan sholat dengan bantahan yang beralasan. Lalu kebohongan apa lagi yang harus aku sampaikan kepadanya?
Sejujurnya aku juga tidak ingin terus-menerus membohonginya. Mengatakan besok akan membelikan baju baru untuknya. Besok, besok dan besok... dari beberapa hari setelah puasa, sampai kini hari yang ke sebelas, aku hanya bisa memberikan janji-janji, sementara aku sendiri tidak tahu pasti apakah aku mampu membelikan baju baru untuknya? Uang darimana?
"Ibu, mana baju baru buat Ami?"
Kali ini tetes demi tetes terasa hangat berjatuhan dari sudut mataku. Terus mengalir deras menghujani wajah Ami, buah hatiku yang malang. Maafkan ibumu, Nak. Ibu bukannya tidak berusaha, tapi mungkin belum ada rezeki saja sehingga sampai malam ini ibu belum juga ada bayangan darimana bisa mendapatkan uang untuk memenuhi kebutuhan jelang lebaran. Kalaupun usahaku ada hasilnya, tak lebih dari cukup hanya untuk membeli beras dan sedikit lauk untuk menyemangatinya supaya rajin berpuasa.
Â
***
Â
Hujan baru beberapa hari tidak turun, namun panas dan keringnya seperti sudah berminggu-minggu saja. Daun-daun berguguran memenuhi pekarangan. Dengan malas malasan aku meraih sapu lidi dan perlahan mengumpulkan sampah itu di sudut jalan. Biar nanti jelang magrib aku bakar, sekalian menghalau nyamuk yang selalu masuk ke bilik kamarku.
Meski tangan memegangi sapu, namun hati dan pikiranku masih tertuju kepada omongan Ami semalam. Ya Tuhan, beri aku jalan-Mu supaya dipermudah dalam menghadapi masalah ini. Sesungguhnya aku dan keluargaku ini tidaklah miskin-miskin amat. Sepulangnya dari rantau aku memiliki tabungan walau tidak besar. Uang di luar yang dipinjam teman-teman pun lumayan besar ada beberapa kali gajiku bekerja di negeri rantau. Pun saat keluargaku membutuhkan biaya untuk berbagai keperluan, aku dengan bangga bisa membantu semampunya.