Mohon tunggu...
Okti Li
Okti Li Mohon Tunggu... Freelancer - Ibu rumah tangga suka menulis dan membaca.

"Pengejar mimpi yang tak pernah tidur!" Salah satu Kompasianer Backpacker... Keluarga Petualang, Mantan TKW, Indosuara, Citizen Journalist, Tukang icip kuliner, Blogger Reporter, Backpacker,

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Lebaran (Kaget) di Taiwan (Seru!) Tanpa Sholat Ied dan Takbiran

2 September 2011   00:39 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:18 2014
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lebaran (Kaget) di Taiwan

(Seru!) Tanpa Sholat Ied dan Takbiran

[caption id="attachment_132488" align="aligncenter" width="640" caption="Lebaran bertepatan dengan Nonmadol Dok. Chinapost Taiwan"][/caption]

Seumur hidup, baru tahun ini mengalami lebaran kaget (begitu istilahnya kami memperbincangkan). Saking serunya, berkesan dan semuanya serba di luar dugaan.

"Lebaran sekarang benar-benar tegang dan lucu. Menunggu pengumuman kapan lebaran sambil ketakutan mendengar suara hujan angin yang menggelegar. Sholat tarawih tidak, takbiran tidak. Eh, pada akhirnya sahur enggak, shalat Idul Fitri juga enggak. Muslim macam apa kita ini, ya?" ucap seorang teman yang bekerja di Nei Hu District, Taipei City, Selasa kemarin, 30 Agustus 2011. Selorohannya itu diikuti gelak tawaku dan teman-teman. Kesempatan bertemu dengan teman sesama muslim hari itu jadi ajang candaan. Masing-masing bercerita mengenai pengalaman “lebaran kaget” tahun ini yang benar-benar di luar dugaan.

"Susah payah berpuasa menahan haus lapar serta segala godaan sebulan lamanya. Lha ujungnya di hari kemenangan bukannya khidmat sholat, kok malah jadi repot dan gak karuan." Demikian celoteh lain menuturkan cerita yang dialaminya.

Lebaran 1 Syawal 1432 H ini diakui para pekerja yang bekerja di Taiwan Utara --khususnya di Taipei-- menjadi sejarah lebaran yang menegangkan, lucu dan kaget sepanjang pengalaman berlebaran di negeri orang. Bagaimana tidak, beberapa hari sebelumnya, pemerintah Taiwan melalui berbagai media cetak maupun elektronik telah menginformasikan bahwa badai topan (thaifong/typhoon) Nanmadol akan melanda Taiwan. Berdasarkan perhitungan jawatan perkiraan cuaca Taiwan (The Central Weather Bureau /CWB ), badai ini melintasi Taiwan antara tanggal 28-31 Agustus. Tentu saja kami jadi khawatir. Dengan adanya badai jangankan perayaan lebaran yang di Taiwan ini“tidak/belum diakui”, jam sekolah dan jam kerja yang termasuk formal saja bisa-bisa diliburkan.

Benar saja. Minggu malam, 28 Agustus, pemerintah Taiwan mengumumkan bahwa hari Senin 29 Agustus sekolah-sekolah di wilayah Taiwan Utara diliburkan. Sementara di Taiwan Selatan sekolah dan kerja dua-duanya sekaligus diliburkan! Terlepas besar kecilnya badai yang melanda --mengingat sekolah saja diliburkan-- maka kami berkesimpulan lebaran di Taiwan tahun ini tidak akan meriah. Terbayang karena adanya thaifong kami tidak akan bisa keluar untuk melaksanakan sholat Ied.

Kalaupun bisa keluar, masih terpikirkan betapa ribetnya pelaksanaan sholat Idul Fitri di antara guyuran hujan dan gemuruhnya angin topan yang membahayakan. Apalagi jarak tempat tinggal dan mesjid tempat sholat Ied diadakan cukup jauh. Senin 29 Agustus itu bagi kami yang bekerja di Taiwan menjadi hari yang begitu mencekam. Kapanpun lebarannya --Selasa maupun Rabu-- toh badai tetap datang. Alih-alih bisa merayakan lebaran, libur dan atau sholat Idul Fitri, yang sudah bisa dipastikan justru kesibukan luar biasa "menyambut" badai...

Tanggal 29 Agustus wilayah Taiwan bagian utara --khususnya Taipei-- mendung dan sesekali turun hujan besar disertai angin kencang. Kecemasan sedikit berkurang karena badai Nanmadol yang datang ternyata tidak separah yang ditakutkan. Belakangan diketahui, wilayah Taiwan Utara memang tidak terkena imbas badai, lain halnya dengan wilayah Taiwan Selatan yang justru mendapat “oleh-oleh” terbanyak berupa air dan lumpur yang mengakibatkan banjir dan kerusakan.

Tapi meski begitu kami belum bisa berlega hati. Namanya thaifong --sebuah fenomena alam yang tidak bisa ditebak 100% keakuratannya-- membuat kami tetap merasa khawatir. Sementara itu keluarga dan teman-teman ditambah pantauan langsung melalui interaksi dunia maya dan media elektronik, mengabarkan lebaran di Indonesia belum tentu juga jatuh hari Selasa 30 Agustus.

"Nunggu dulu hasil pengumuman pemerintah di tv nanti malam, Ti," begitu bunyi pesan singkat dari seorang teman di tanah air, mengabarkan belum ada keputusan resmi kapan jatuhnya hari lebaran. Padahal, jauh sebelumnya telah ramai diprediksikan penentuan lebaran atau 1 Syawal 1432 H jatuh pada hari Selasa tanggal 30 Agustus 2011.

Hal ini bukan berdasarkan sistem tebak-menebak belaka, melainkan berdasarkan fakta dari penanggalan yang dimiliki. Hampir semua kalender tanah air menandai tanggal 30 Agustus dengan warna merah sebagai tanda hari libur nasional PHBI (Peringatan Hari Besar Islam). Walau tidak dipungkiri terkadang prediksi itu ada yang melenceng, dalam arti adakalanya bergeser baik maju maupun mundur. Selain itu, negara lain pun merayakan lebaran pada hari selasa, 30 Agustus itu. Alhasil persiapan menyambut lebaran khususnya makanan yang akan jadi hidangan dalam acara santap lebaran sudah dipersiapkan sebagian besar para ibu.

Malam itu pun shalat tarawih tidak (belum) dilakukan mengingat keesokan harinya (diperkirakan) lebaran. Saat menanti pengumuman dari Departemen Agama RI yang menentukan kapan jatuhnya hari lebaran inilah menjadi saat yang mendebarkan sekaligus menjadi momen lelucon dan sindiran. Tepat pemerintah Indonesia mengumumkan secara resmi lebaran di tanah air jatuh pada hari Rabu, 31 Agustus 2001 lelucon dan guyonan pun terdengar semakin kencang.

"Baju baru terlanjur dipakai, opor dan ketupat kadung dimasak, tak tahunya lebarannya gak jadi besok." Kami di Taiwan yang tidak pernah memikirkan membeli baju baru dan tidak pula berkesempatan masak-memasak menu lebaran hanya bisa terbahak mendengar berbagai kelakar di tanah air itu.

"Lain kali kita usulkan kalau buat kalender jangan dulu dikasih tanda merah. Jadi gak kacau kaya gini jadinya," mengutip status seseorang di situs jejaring sosial yang dikomentari tak kalah serunya oleh banyak orang.

“Kericuhan” kecil yang terjadi disertai guyonan itu tak hanya terjadi di tanah air tapi juga di Taiwan. Karena sebenarnya kami mengalami hal tak jauh beda.

"Di tanah air, umat Islam Muhammadiyah merayakan lebaran hari selasa. NUdan lainnya hari rabu. Sementara di Taiwan yang mayoritas Islam KTP, merayakan lebaran setiap hari."

Kontan kami kembali terbahak mendengar guyonan itu. Kalimat itu sama sekali tidak berniat mau menyinggung siapapun, tapi murni hanya guyonan kami kaum buruh di Taiwan. Secara sudah menjadi rahasia umum, mayoritas pekerja Indonesia walau muslim, di Taiwan ini sangat sulit melaksanakan beribadah baik sholat maupun puasa wajib (karenanya kami mengistilahkan Islam KTP; Islam yang tercantum dalam identity card saja)

Hari Selasa malam Rabu itu kami tidak melaksanakan tarawih. Tepatnya menunggu dulu hasil pengumuman karena takut besoknya lebaran. Tunggu punya tunggu akhirnya malah banyak yang kebeblasan, tidur! Waktu Taiwan lebih dulu 1 jam dibanding Waktu Indonesia Bagian Barat. Saat pengumuman kapan 1 Syawal di tanah air keluar, pekerja di Taiwan malah banyak yang sudah melingkar di balik selimut. Hujan badai membuat pekerja tak bisa keluar rumah dan suhu udara terasa sejuk, karenanya banyak yang memilih tidur awal.

Pengalaman yang sudah-sudah, perayaan lebaran di Taiwan selalu merujuk pada keputusan yang diambil oleh Chinese Moslem Association (CMA) yang berkantor di Grand Mosque Da An, Da An District, Taipei City, dimana perayaan lebaran selalu berselisih satu hari lebih dahulu dibanding dengan Indonesia.

CMA yang menjadi payung tertinggi warga muslim di Taiwan senin itu belum juga memutuskan kapan jatuhnya tanggal 1 Syawal. Sementara dari pengurus mesjid Taichung, Chungli dan Kaohsiung, melalui contack person pengurus, website dan akun situs jejaring sosialnya sudah mengumumkan pelaksanaan sholat Ied/lebaran jatuh pada hari Rabu 31 Agustus.

Untuk muslim yang tinggal di wilayah Taiwan Tengah dan Selatan mungkin pengumuman itu sudah menjadi informasi akurat bahwasanya selasa masih melaksanakan puasa. Senin malam itu masih melaksanakan tarawih dah sahur (terakhir). Tapi bagi kami yang tinggal di Taiwan Utara, ketidakpastian masih mendominasi. Mau tarawih takut besok lebaran (mengingat biasanya lebaran di Taiwan melalui CMA lebih dulu pelaksanaannya), mau takbiran juga belum tentu besok lebaran karena Imam Mesjid Besar selaku pengurus CMA sendiri masih belum memberikan kepastian kapan shalat Ied dilaksanakan.

Akhirnya dibarengi hujan angin yang terus-terusan mengguyur bumi Formosa kami hanya bisa menunggu. Diam dalam kecemasan dibawah hujan badai yang masih berada di langit Taiwan.

Sampai ketetapan lebaran di tanah air telah diumumkan lewat siaran televisi, kami yang tinggal bekerja di Taiwan Utara masih saja belum tahu kapan lebaran tiba karena pengumuman resmi dari CMA belum juga turun.

Bukan berarti tidak punya pendirian jika kami masih menunggu pengumuman dari Mesjid Besar Da An, (secara logika apa susahnya tinggal milih ikut lebaran tanggal 31 Agustus saja seperti muslim yang tinggal di Taiwan Tengah dan Selatan mengikuti umumnya muslim di tanah air atau memilih lebaran hari Selasa tanggal 30 Agustus sebagaimana jemaah Muhammadiah di Indonesia) tapi yang kami pertimbangkan adalah situasi dan kondisi kami. Itu yang utama.

Jelas kondisi kami para buruh tak sebebas mereka yang bekerja di kantoran seperti staf KDEI, maupun mahasiswa-mahasiswi yang memilih berlebaran di Taiwan, tidak pulang ke Indonesia. Mereka bisa mengatur waktu kapan dan mau kemana sesuka dan semaunya. Tapi kami, terikat pekerjaan dan otoritas majikan. Terlebih hari lebaran --mau selasa maupun rabu-- tetap jatuh pada hari biasa, bukan hari minggu hari biasanya pekerja asing di Taiwan berlibur.

Sepanjang sejarah, perbedaan dalam menentukan kapan jatuhnya tanggal 1 Syawal alias lebaran antara sesama muslim sering terjadi. Bukan hanya di tanah air yang jelas keanekaragaman jemaahnya (Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama dan Persatuan Islam) tapi juga di luar negeri termasuk Taiwan yang minoritas kaum muslimnya. Di Taiwan, perbedaan itu saya alami beberapa kali. Pengalaman yang paling sering dialami lebaran di Taiwan acap kali “mendahului”.

Karenanya kami sempat berpikir kalau lebaran tahun ini juga tak akan beda dari kebiasaan sebelumnya. Tapi senin malam itu, tanggal 29 Agustus, Imam Mesjid Besar Da An belum juga mengeluarkan informasi kapan jatuhnya lebaran di Taiwan, maka kami tidak mengumandangkan takbir karena belum tentu lebaran jatuh keesokan harinya.

"Tunggu hasil keputusannya sekitar jam 1 dini hari nanti," begitu kata pihak mesjid saat dimintai keterangan lewat saluran telepon.

Jam 1 dini hari? Itu sudah masuk hari selasa 30 Agustus, dong. Berdasarkan pertimbangan itu maka kami berasumsi kemungkinan besar Taiwan juga merayakan lebarannya hari Rabu, 31 Agustus. Akhirnya banyak teman-teman yang kembali berniat menjalankan puasa, tanpa mengunggu-nunggu informasi menjelang dini hari yang akan diumumkan pihak CMA.

"Lagi badai begini kapanpun lebarannya kagak ngaruh," kata seorang kawan lewat sambungan telepon. "Udah tidur aja. Tohlebaran besok atau lusa kita tetep gak bisa keluar buat sholat Ied," lanjutnya sambil tertawa.

Argumen teman itu memang ada benarnya. Kapanpun lebarannya, bagi kami tak berpengaruh sama sekali karena selain faktor thaifong yang melanda, juga lebaran jatuh bukan pada hari dimana kami bisa berlibur.

Penantian itu akhirnya tuntas sudah. Pukul satu dini hari (Selasa, 30 Agustus 2011) Adi Permadi selaku mahasiswa S3 di NTUST jurusan Teknik Kimia menginformasikan bahwa CMA berdasarkan rukyat global telah memutuskan melaksanakan sholat Ied pada hari itu juga, Selasa 30 Agustus! Ya, lebaran di Grand Mosque Da An jatuh pada hari Selasa 30 Agustus! Informasi itu langsung disebarkan kepada teman-teman. Status jejaring sosial, telepon dan pesan singkat dini hari itu berseliweran saling mengabarkan.

Kami pun saling memberikan informasi sebagai alternatif takbir dadakan yang menjadi pilihan kami ialah dengan mengakses takbir diYoutube lalu mendownloadnya sebagai MP3. Pada sepertiga malam terakhir itu telinga kami dijejali headset mendengarkan alunan takbir yang kami ikuti dalam hati. Hal ini kami lakukan karena untuk melakukan takbir secara terang-terangan itu jelas tidak mungkin. Jangankan di rumah majikan, di mesjid takbir cukup hanya di dengar di ruangan saja. Hal ini menjaga agar warga non muslim tidak merasa terganggu waktu istirahatnya. Sebagian besar pekerja malah mangaku sama sekali tak melakukan takbir, selain karena informasi telat diketahui, juga minimnya sarana dan prasarana.

Air mata pilu yang tak bisa kami bendung meleleh juga pada akhirnya, menjadi saksi betapa beratnya kami berjuang supaya bisa merayakan hari kemenangan yang agung ini. Akhirnya, hari kemenangan itu sampai juga. Sebagian dari kami langsung menghubungi kerabat dan keluarga di tanah air, mengabarkan jika kami di Taipei merayakan lebaran pada hari selasa.

"Nduk, yang merayakan lebaran hari ini itu Muhammadiyah...." salah satu keluarga teman di tanah air terkesan seolah menyayangkan jika kami merayakan lebaran "berbeda" dengan mereka.

Kami hanya bisa berpandangan. Saya maupun dia tak ingin membahas soal itu. Biarlah soal itu bukan urusan kami yang telah lelah dengan segala aktivitas pekerjaan. Hanya perlu saya utarakan, kenapa secara pribadi saya di Taipei ikut berlebaran hari selasa (padahal di Taiwan bagian lain semua merayakannya hari rabu). Lepas dari saya Muhammadiyah atau bukan, adalah karena saya mencoba untuk berjuang merayakan hari kemenangan. Itu saja. Setelah sebulan menahan nafsu berpuasa, rasanya kurang afdol jika pada akhirnya tidak ditutup dengan pelaksanaan sholat Ied. Jika saya ikut berlebaran hari rabu (dan sebenarnya bisa saja hal itu saya lakukan) maka secara tidak langsung saya harus ke Mesjid Longgang Chungli, Mesjid Taichung, dan atau Mesjid Kaohsiung untuk melaksanakan sholat Ied. Padahal jarak mesjid tersebut dari Taipei tempat saya tinggal cukup jauh. Jika saya ikut sholat Ied hari rabu, jelas saya akan kesusahan baik dalam me-manage waktu maupun kondisi cuaca yang masih dalam siaga badai. Lain lagi jika sholat Ied di Grand Mosque Taipei, selain jarak cukup dekat (kurang dari satu jam dengan kendaraan) pun cuacanya tidak separah di Selatan. Mungkin logika sederhana ini yang menguatkan saya mantap mengikuti CMA merayakan lebaran berdasarkan hasil rukyat global seperti negara Saudi Arabia, Mesir dan negara lainnya pada Selasa 30 Agustus.

Tapi jangan dulu berbangga hati mentang-mentang bekerja dan tinggal di Taiwan Utara lalu beranggapan bisa leluasa melaksanakan sholat Ied, karena meski tinggal di Taipei, toh pada kenyataannya begitu banyak muslim (khususnya pekerja Indonesia) yang tidak bisa melaksanakan sholat Ied.

"Gimana bisa ikut sholat Ied, jam dua pas bangun untuk sahur tahu-tahu malah ada informasi hari itu adalah jatuhnya hari lebaran di Taipei. Terang saja hari itu gak bisa keluar untuk sholat karena gak ada persiapan sebelumnya. Majikan kerja anak gak ada yang jaga." Cerita teman yang bekerja merawat balita, menyayangkan dirinya tidak bisa ikut sholat Ied karena informasi yang didapat begitu mepet. "Padahal kalau sejak kemarin sorenya diinformasikan lebarannya kapan, paling tidak sejak sore itu juga, mungkin aku bisa meminta izin kepada majikan untuk keluar sekitar dua sampai tiga jam sekadar mengikuti sholat."

Alasan serupa mengapa tidak bisa ikut melaksanakan sholat Ied juga dikemukakan oleh teman-teman yang lainnya. Mayoritas merasa kaget dengan pemberitahuan lebaran yang mendadak dan mengagetkan. Karenanya saat siang harinya bisa saling bertegur sapa

dengan teman, istilah “lebaran kaget” semakin gencar jadi bahan pembicaraan.

Seperti di Indonesia, sebagian besar muslim di Taiwan bagian tengah dan selatan melaksanakan sholat Ied pada hari rabu, 31 Agustus 2011. Meski hujan angin turun dengan derasnya menyebabkan banjir di beberapa tempat, tapi tak juga mengurangi semangat teman-teman untuk ikut melaksanakan sholat Ied. Wajah-wajah sumringah menyambut hari kemenangan menembus derasnya hujan dan tiupan angin kencang demi bisa mencapai lokasi dimana sholat Ied dilaksanakan.

Tapi keprihatinan dan air mata tak bisa dibendung lagi saat mendapati kabar dari beberapa teman yang tinggal dan bekerja di daerah Taiwan Selatan pada hari itu (Rabu 31 Agustus) yang mengatakan boro-boro bisa melaksanakan sholat Ied atau sekadar merayakan lebaran, yang ada justru disibukkan dengan pengevakuasian jiwa, harta dan benda sebagai upaya menyelamatkan diri dari bahaya banjir yang sewaktu-waktu bisa mengancam.

Seperti diberitakan stasiun televisi lokal yang dirilay oleh televisi luar, thaifong yang melanda Taiwan akhir Agustus lalu telah mengakibatkan banjir dan kerusakan di beberapa tempat. Ketinggian air di kota Pingtung mencapai 1 meter. Sementara di kota Taitung ketinggian air berkisar antara 36 cm sampai 59 cm. Kaohsiung berketinggian pada ukuran 38-40 cm. Di Tainan sendiri air mencapai ketinggian 32 cm.

"Maaf lahir dan bathin ya Mbak." Isak seorang teman tak bisa menyembunyikan kesedihannya lewat saluran telepon. "Beruntung teman-teman bisa melaksanakan sholat Ied dan berlebaran. Saya di sini boro-boro, lha wong dari hari minggu sudah ikut pengevakuasian."

Berbagai cerita mangharukan dari teman-teman kaum buruh di Taiwan Selatan lebaran kali ini benar-benar sangat memprihatinkan. Disaat kita merayakan lebaran, bersuka ria bersama keluarga diselingi makan hidangan lezat, mereka yang bekerja di lokasi yang terkena banjir di Taiwan Selatan justru tengah sibuk menyiduk air yang tak kunjung habis dan mengeruk lumpur yang mengendap di rumah-rumah majikan tempat mereka bekerja. Allahu Akbar! Rasanya gak tega untuk sekadar berfoto-foto lebaran kali ini sementara saudara sendiri tengah kesusahan saat lebaran.

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun