Meski ganja atau Cannabis sativa termasuk salah satu jenis narkoba yang dilarang di negara Republik Indonesia, tetapi ternyata ada sebagian orang yang ‘memperjuangkan’ supaya barang haram yang di Aceh suka dibuat sebagai bumbu penyedap rasa ini untuk dilegalkan di bumi pertiwi.
Secara tidak sengaja, tulisan saya tentang narkoba yang bertag Indonesia Bergegas, yang saya share di akun Twitter diretweet oleh sebuah akun bernama @cimengisme. Melihat photo profil dan nama akunnya yang ‘berbau’ istilah menyerempet narkoba maka saya memfollownya. Penasaran, maka saya pun mengajaknya untuk berkomunikasi.
Meski tidak banyak keterangan jati diri yang bisa didapat dari akun Twitter ini, namun ternyata dia yang seorang laki-laki ini cukup ramah dan bersedia membantu saya untuk mendapatkan informasi seputar ganja yang saya perlukan. @cimengisme pun memperkenalkan saya ke beberapa temannya (atau mungkin kenalannya juga) termasuk admin lingkarganja.org dan legalisasiganja.com
Berkat perantara @cimengisme ini pula saya mendapatkan informasi kalau komunitas mereka akan mengadakan beberapa acara di bulan April dan Mei 2014 ini. Untuk bulan April, mereka mengadakan acara Nonton Bareng di 11 kota, bedah buku dan acara lainnya. Di bulan Mei mereka mengadakan aksi damai dengan tema Global Marijuana March di 7 kota di Indonesia.
Setelah ngobrol lewat surat elektronik dan mention-mentionan di Twitter, ada beberapa hal yang bisa saya tangkap dari mereka. Khususnya tentang ambisi mereka untuk melegalkan ganja yang nota bene jelas-jelas dilarang di Indonesia.
Legalisasi ganja
Komunitas ini pada intinya merespon berbagai propaganda dunia internasional dan pemerintah Indonesia yang memberikan pengertian sangat buruk terhadap ganja sebagai tanaman yang berbahaya bagi kesehatan. Komunitas ini juga akan mengupas berbagai aspek sejarah dan kegunaan industrial dari tanaman ganja yang sangat luas dari mulai sandang, pangan, papan, obat-obatan hingga energi.
Klaim bahwa ganja menghancurkan sel-sel otak berdasar pada laporan-laporan spekulatif setengah abad yang lalu yang tidak pernah didukung oleh satu pun studi ilmiah. ( Lynn Zimmer, Ph.D. & John P. Morgan, M.D. “Marijuana Myths, Marijuana Facts”. 1997).
Bertentangan dengan propaganda anti narkotika yang menyatakan bahwa ganja mematikan sel-sel syaraf, menurut komunitas ini beberapa penelitian modern justru telah menemukan pernyataan baru bahwa cannabinoid, yaitu zat-zat aktif dalam ganja justru memiliki efek melindungi sel-sel syaraf.
Cannabinoid adalah nama untuk kumpulan senyawa-senyawa aktif (baik psikoaktif maupun yang non-psikoaktif) dalam ganja seperti Tetra Hydro Cannabinol (THC), Cannabinol dan Cannabidiol (CBD). Masih menrut mereka kala studi ilmiah menunjukkan bahwa senyawa-senyawa cannabinoid dalam ganja melindungi syaraf dengan menghambat dua proses molekular yang dikenal dengan oxidative stress (tekanan oksidasi) dan glutamate excitoxicity (eksitoksisitas glutamat), kedua proses ini berperan dalam merusak sel syaraf.
Peneliti dari NIMH (National Institute of Mental Health) menemukan bahwa THC, zat psikoaktif utama dalam ganja (yang memberikan efek “tinggi”) dan CBD, zat non-psikoaktif yang berefek anti-konvulsan (mencegah kejang), keduanya memiliki efek antioksidan kuat dalam studi laboratorium.
Menurut ilmu kedokteran, antioksidan diandalkan untuk melindungi sel-sel syaraf pada korban stroke dari paparan zat-zat racun kimia otak yang dikenal dengan glutamat. Trauma (benturan) pada kepala dan stroke menyebabkan terputusnya suplai oksigen pada sel-sel syaraf didaerah terjadinya trauma dan stroke, putusnya suplai oksigen ini menyebabkan pelepasan glutamat secara berlebihan dan mengakibatkan kerusakan permanen pada sel-sel otak.
Ilmuwan menyatakan, CBD memiliki keunggulan dibanding antioksidan pada umumnya karena senyawa CBD bekerja dengan cepat karena menembus blood-brain barrier (filter darah yang masuk ke otak) dengan mudah dan tidak beracun (non-toxic).
Ganja Sebagai Sumber Pangan
Kebanyakan biji-bijian mengandung banyak asam linoleat (omega 6) namun hanya sedikit mengandung asam linoleat alpha (alpha linoleic acid) yang merupakan omega 3, keduanya merupakan bagian dari EFA (essential fatty acid).
Rasio omega 6 dan 3 yang sehat bagi manusia menurut berbagai badan kesehatan dunia adalah 4 berbanding 1, namun kebanyakan sumber makanan dari biji-bijian atau lemak dari hewan mengandung terlalu banyak omega 6 dengan rata-rata rasio 10 berbanding 1 terhadap asam lemak omega 3. Ketidakseimbangan rasio omega 6 dan 3 menjadi faktor penyebab berbagai penyakit sepert jantung, arthritis, diabetes, penyakit kulit sampai gangguan emosi.
Menurut badan kesehatan, strategi yang lebih baik dalam memperoleh keseimbangan rasio ini adalah memakan makanan yang rasio omega 6 dan 3-nya lebih baik dalam satu komposisi. Salah satu sumber makanan ini dan kebetulan juga yang terbaik adalah biji ganja. Biji ganja menjadi solusi terbaik karena kandungan asam lemak omega 6 dan 3-nya adalah 3 berbanding 1, rasio optimal yang bahkan melebihi standar badan kesehatan dunia.
Kandungan asam lemak jenuh dari bji ganja sangatlah rendah, tidak sampai 10 % dari kandungan minyaknya. Selain itu minyak biji ganja juga tidak mengandung sama sekali trans fatty acid yang merupakan lemak jahat yang dapat menaikkan kadar kolesterol dalam darah.
Kandungan lain dari minyak ganja adalah komposisi asam amino dan struktur protein yang kualitasnya tinggi. Protein dari biji ganja juga mengandung semua asam amino dalam jumlah yang lebih besar daripada sumber-sumber protein lengkap lain seperti daging, susu, telur dan semua biji-bijian kecuali kedelai, asam amino dalam minyak biji ganja ini pun juga terdapat dalam komposisi yang jauh lebih sehat daripada semua sumber makanan tadi.
Protein dari minyak biji ganja mengandung dua protein globular yang berupa albumin (33%) dan edestine (67%) dengan struktur yang mirip dengan protein yang dihasilkan dalam darah sehingga lebih mudah diserap oleh tubuh. Protein biji ganja juga bebas dari antinutrient seperti phytic acid, enzim trypsin dan papain yang terdapat pada kedelai.
Dalam kadar jumlah kandungan total asam amino, biji ganja memang berada di posisi kedua daripada kacang kedelai, namun keberadaan antinutrient dalam kacang kedelai seperti phytic acid yang terbukti menghalangi penyerapan vitamin dan mineral seperti vitamin A, D, zat besi, kalsium dan seng serta enzim trypsin dan papasin yang mengurangi penyerapan protein dan kalsium oleh tubuh membuat posisi kacang kedelai sebagai sumber protein nabati utama perlu dipertimbangkan kembali.
Dengan berbagai manfaat yang terkandung dalam biji ganja ini, pengolahan dan pemrosesannya pun juga harus dapat menjaga kandungan di dalamnya.
Konsumsi biji ganja dapat membantu proses penyembuhan penyakit yang menyerang sistem kekebalan tubuh. Hal ini terbukti dengan keberhasilan penggunaannya sebagai asupan makanan bagi penderita tuberkulosis untuk menangani masalah malnutrisi, penelitian ini dilakukan oleh Czechoslovakia Tubercular Nutritional Study pada tahun 1955.
Dalam pengertian medis yang terukur, marijuana jauh lebih aman dari kebanyakan makanan yang kita konsumsi. Sebagai contoh, memakan sepuluh kentang mentah bisa meracuni badan. Sebagai perbandingan, adalah mustahil secara fisik untuk memakan marijuana dalam jumlah yang bisa menyebabkan kematian.
Sebagai perbandingan, beberapa contoh barang-barang yang tidak pernah dilarang pemerintah seperti nikotin memiliki ukuran dosis mematikan LD-50 sebesar 1:50 (Hati-hati meminum air rendaman tembakau), garam dapur 1:3000, aspirin 1:20, valium 1:10, vitamin C 1:11900 dan seterusnya. Fakta-fakta ini seharusnya dikaji oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) yang rajin membagi-bagikan poster-poster bergambar daun ganja dan tengkorak.
Tingkat pemahaman masyarakat terhadap ganja masih sangatlah awam, baik pemakai maupun bukan pemakai. Ini disebabkan tidak adanya akses informasi yang mudah kepada riset-riset ilmiah mengenai ganja yang dilakukan di seluruh dunia. Informasi yang ada harus diakses dari internet dengan tingkat pemahaman mekanisme akan 'mesin pencari halaman web' dan kemampuan bahasa Inggris yang memadai, yang tentunya merupakan kesulitan bagi sebagian besar masyarakat Indonesia.
Rendahnya pengetahuan ini membuat sebagian besar informasi tentang tanaman ganja yang didapat oleh masyarakat hanya berasal dari diskusi-diskusi publik yang seringkali tanpa bukti ilmiah, tayangan-tayangan televisi tentang penangkapan pemakai dan bandar ganja, serta penyuluhan-penyuluhan dari BNN yang ternyata juga tidak mengandung informasi yang akurat dan bahkan keliru.
Namun bagi 'peneliti-peneliti' ganja yang otodidak mempelajari berbagai aspek dari tanaman ini, permasalahan tidak berhenti pada rendahnya budaya meneliti pada masyarakat Indonesia terutama dari kalangan pemakai ganja, namun ternyata juga bermuara dari dunia penelitian ilmiah itu sendiri.
Banyak penelitian-penelitian mengenai ganja yang saling bertentangan satu sama lain, penelitian mengenai adiksi, dampak terhadap sel syaraf, pengaruh jangka panjang dan pendeknya terhadap kapasitas intelektual maupun kejiwaan serta penelitian-penelitian yang berkaitan dengan masalah kesehatan manusia lainnya. Karena aspek kesehatan merupakan hal yang paling penting dari interaksi dan regulasi ganja dengan manusia, pertentangan terbanyak dalam hal penelitian ilmiah berasal dari sini.
Untuk itu komunitas ini ingin menyampaikan kepada khalayak umum, bahwa masalah pertentangan hasil-hasil penelitian ilmiah ini bermuara pada kenyataan bahwa ilmu pengetahuan belum pernah bisa seratus persen bebas dan netral dari pengaruh dan kepentingan politik-ekonomi negara-negara, korporasi dan kekuatan-kekuatan global lainnya.
Kenyataan bahwa dunia penelitian di kalangan industri di seluruh dunia memiliki kesepakatan berdasarkan penelitian-penelitian ilmiah mereka akan berbagai manfaat tanaman ganja merupakan indikasi bahwa seluruh hasil penelitian mereka menunjukkan potensi dan 'keberpihakan' tanaman ganja terhadap motif-motif ekonomi dari kalangan industri.
Tanaman ganja telah lama mengambil posisi dalam sejarah perkembangan peradaban manusia sebagai tanaman yang memiliki banyak sekali fungsi, asal-mula pembuatan kertas, asal-mula pembuatan tekstil, bahan baku utama tali-temali dan kain layar, biji dan minyaknya sebagai bahan pangan, zat psikoaktif dari daun dan bunganya sebagai obat-obatan dan masih panjang lagi daftar yang bisa ditulis dari manfaat ganja dalam kehidupan manusia.
Dalam hal ini berbagai penelitian dari dunia industri modern telah mengkonfirmasi superioritas dan keunggulan tanaman ganja dibandingkan tanaman-tanaman lain dengan fungsi industri yang sama.
Sejarah munculnya prohibisi (pelarangan) dan kriminalisasi pemakaian serta kepemilikan ganja di Amerika dimulai dari munculnya oligarki kekuatan-kekuatan industri yang mendapat persaingan keras dari ganja sebagai bahan baku berbagai komoditas penting manusia.
Oligarki korporasi ini kemudian menjadi yang pertama memulai propaganda dan kampanye anti ganja (bukan anti narkoba) dan memuluskan jalannya berbagai regulasi dan undang-undang pelarangan dengan menggunakan institusi-institusi kesehatan yang disponsori dan dimanipulasi oleh mereka sendiri sambil membungkam suara dari institusi-institusi kesehatan lain yang ingin mempertahankan legalitas ganja dan zat memabukkannya sebagai obat-obatan.
Namun pada akhirnya keputusan untuk melegalkan ganja atau tidak akan kembali kepada pemerintah. Keputusan ini akan kembali kepada pembentukan-pembentukan opini publik, diskusi-diskusi dan debat terbuka, kajian-kajian ilmiah serta penyebaran informasi yang bertanggung jawab.
Dalam hal ini, komunitas legalisasi ganja berusaha mengupas kecacatan-kecacatan pada beberapa penelitian kesehatan akan ganja dari luar negeri serta motif-motif politik, ekonomi dan keberpihakannya dalam konteks propaganda internasional terhadap tanaman ganja sembari memunculkan penelitian-penelitian dengan legitimasi yang lebih kuat namun jarang disinggung dan diinformasikan kepada masyarakat karena memperkuat posisi opini masyarakat akan legalisasi ganja.
BNN: Legalisasi Ganja Itu Konyol
Direktur Penguatan Lembaga Rehabilitasi Komponen Masyarakat, dr. Budyo Prasetyo, menilai upaya sebagian masyarakat yang berusaha membujuk pemerintah membolehkan penggunaan ganja itu tidak masuk akal.
dr. Budyo, dari Deputi Bidang Rehabilitasi BNN Pusat. Dok. Pribadi
"Legalisasi ganja itu konyol, tidak masuk akal. Penggunaan rokok saja yang masih jelek," kata Budyo saat ditemui dikantornya, BNN Pusat, Cawang, Jakarta Timur setelah acara Rapat Koordinasi Pengembang Fungsi Rehabilitasi Tentang Penyelamatan Pengguna Narkoba bersama Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Rehabilitasi wilayah DKI Jakarta, Jumat tanggal 21 Maret 2014.
Menurutnya, perdebatan rokok, yang terbukti ikut menyumbang pendapatan negara dan jelas dilegalkan saja masih belum selesai.
Diakui dr. Budyo penggunaan ganja adalah termasuk dalam 'crime without victim' yang artinya pengguna tidak dapat diidentifikasikan korban atau bukan. Efek memakai ganja menjadi serius ketika pengguna berkendara atau sedang berada di ruang publik. “Misalnya pilot pakai ganja kan bahaya atau ada perempuan, pas make itu bisa jadi diapa-apain," ujarnya.
Tingkat pendidikan masyarakat, kata Budyo, di suatu negara juga ikut mempengaruhi perilaku dan kesadaran menentukan pilihan dalam memakai ganja. Negara lain mungkin saja bisa melegalkan ganja, namun jika itu diterapkan di Indonesia akan berakibat buruk.
"Di sini bakal amburadul kalau ganja bisa legal. Masalah ini gak bisa gebyah uyah dan perlu cara berpikir yang konsisten."
Selain efek membuat pemakai merasa rileks, tanaman yang daunnya bercabang lima ini, dapat merusak syaraf otak secara permanen jika digunakan dalam jangka waktu yang lama.
"Hasulinogen membuat pemakai melakukan tindakan sesuai persepsi yang ada di alam bawah sadar. Bisikan-bisakan dalam otak membuat mereka bertindak aneh, seperti ketawa sendiri atau bertindak seperti orang linglung."
Sementara itu, menurut Ketua BNN Anang Iskandar, yang diambil dari tulisan dari blog pribadinya menyatakan kalau adanya dekriminalisasi pengguna narkoba dan legalisasi itu sangat jauh berbeda.
“Yang jelas tidak sama. Kalau Dekriminalisasi pengguna narkoba itu artinya menggunakan narkoba dilarang, dan bisa dijatuhi sanksi rehabilitasi. Kalau legalisasi, menggunakan narkoba itu bukan merupakan tindak pidana, otomatis tidak bisa dihukum.” (ol)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H