Alhamdulillah, hujan enggak panas juga enggak. Pokoknya cuaca bersahabat sekali dech! Diantaranya berkat doa Kompasianer semalam sebelumnya tentu saja. Menjadikan acara Tablig Akbar Aa Gym di Chung Li sukses dan berjalan dengan lancar. Alhamdulillah. [caption id="attachment_292912" align="aligncenter" width="124" caption="Aa menuju Aula tempat acara"][/caption] Namanya yang datang mengisi acara Ustadz, kondang pula. Otomatis para jemaah juga menyesuaikan dengan kostum (pakaian) khususnya untuk kaum wanita, dimana auratnya banyak kecuali telapak tangan dan wajah. [caption id="attachment_292913" align="aligncenter" width="300" caption="AA didampingi Pak Pangkuh, mantan pejabat KDEI yang dimutasi."][/caption] Yang jadi sorotan sekaligus kebangan saya siang tadi, hampir 99% jemaah wanita semuanya menutup aurat alias berjilbab! Bagaimana tidak bergetarnya jiwa ini, bagaimana tidak bergemuruhnya gejolak di dada, disaat tinggal di negara minim Muslim, melihat dan menyaksikan kaum akhwat dan ikhwan yang narsis abis dengan pakaian santri dan santriawati... Subhanalloh... Jalan dakwah ini terasa benar nikmatya. Disaat masih ada sebagian pekerja Muslim yang dipaksa mengkonsumsi (maaf) babi, disaat kebudayaan bebas dan pakaian seksi sedang menjamur disana-sini (Taiwan saat ini akhir musim panas menjelang musim gugur) disaat kesusahan itu merundung kita, terobati rasanya lelah ini dengan melihat ribuan jemaah yang seakan berada dalam kebebasan beribada (dan berpakaian) [caption id="attachment_292915" align="aligncenter" width="300" caption="Sebagian jilbaber di Taiwan (hari ini doang sepertinya ya :-D)"][/caption] Walau mereka merasakan kebebasan itu hanya sehari ini saja (besok belum tentu masih berjilbab) karena kebanyakan majikan kurang sreg dengan pakaian yang dalam pandangan mereka ribet, bikin kerja gak singset, namun setidaknya dalam hati mereka (termasuk saya) masih melekat kuat dasar2 iman dan taqwa. Setidaknya, dengan adanya acara seperti itu, warga Taiwan bisa melihat dan menyaksikan, bagaimana TKI Islam, bagaimana aturan ajaran agama yang masih minoritas di Formosa ini seharusnya dijalankan, dengan itu diharapkan menjadi bahan informasi dan renungan untuk mereka, bahwa perbedaan itu ada dan bukan untuk dipermasalahkan, melainkan menjadi warna-warni keanekaragaman kebudayaan (positif) di Taiwan. Saat berkerumun dengan akhwatfillah sempat dalam hati ngomong sendiri, ini di Taiwan apa di Jeddah ya? Hehe, serasa dalam mimpi ketemu jilbaber-jilbaber modis and gaya... Walau untuk saat ini semua itu mungkin hanya sebatas mimpi-nya si pengejar mimpi :-)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H