"Bau ih, bauuu...!"
Suara gaduh tiba-tiba terdengar dari jajaran santri putri. Semua mata tertuju ke sana.
"Ada yang kentut nih. Hayo ngaku!" Si Neng, santri putri tertua di pengajian berseru sambil menutup hidungnya. Ia bergeser dari sisi sebelah ke sebelah lainnya.
Anak santri lain yang lebih kecil saling pandang sambil menggelengkan kepalanya.
"Bukan aku."
"Aku juga tidak kentut. Sungguh!" Yang lain saling menimpali. Tapi meski bau itu hampir hilang, belum ada juga yang mengaku siapa yang telah kentut.
"Sudah jangan ribut. Nanti Pak Ustadz keburu datang." Muiz, santri pria yang dituakan di pengajian itu bijak menengahi keributan.
"Nanti mau solat yang batal segera bersuci dulu. Dosa hukumnya kalau solat tidak punya wudhu." Lanjutnya. Semua santri terdiam. Tapi setiap mata jelas saling menyelidik dan tetap saling menduga. Siapakah yang kentut barusan?
"Ngiik..."
Tiba-tiba bunyi nyaring jelas terdengar membuat santri putri yang lebih dekat dengan sumber suara itu saling memandang dan berusaha menawan tawa. Kalau santri putra malah sudah tertawa terbahak-bahak. Karena suara itu memang cukup nyaring hingga seluruh anak mengaji mendengarnya.