Mohon tunggu...
Okti Li
Okti Li Mohon Tunggu... Freelancer - Ibu rumah tangga suka menulis dan membaca.

"Pengejar mimpi yang tak pernah tidur!" Salah satu Kompasianer Backpacker... Keluarga Petualang, Mantan TKW, Indosuara, Citizen Journalist, Tukang icip kuliner, Blogger Reporter, Backpacker,

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Satu Juta untuk Tiga Puluh Hari: Tips Mengatur Keuangan Saat Ramadan

18 April 2021   22:52 Diperbarui: 18 April 2021   23:35 1623
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keberhasilan mengatur keuangan di bulan Ramadan, diperlukan kerjasama dan komitmen dengan sesama anggota keluarga lainnya. Dok pribadi

Satu juta untuk tiga puluh hari. Cukupkah untuk memenuhi kebutuhan selama Ramadan?

Sudah dua kali ini Ramadan dilewati saat pandemi. Selama itu, banyak tetangga dan saudara yang mengeluhkan bagaimana terasa susah menjalaninya. Mengeluhkan cari uang susah, cari pekerjaan tidak mudah, yang bekerja malah diberhentikan, mau jualan mentok di modal dan daya beli masyarakat yang turun dibandingkan kondisi sebelum pandemi, dan banyak keluhan lainnya.

Apakah saya termasuk dari yang mengeluhkan itu? Kalau boleh jujur, sebelum pandemi, maupun saat pandemi, kebutuhan dan pendapatan kami gitu-gitu aja. Tidak banyak berubah. Saya merasa pandemi atau tidak, kehidupan perekonomian kami sama saja.

Tidak percaya? Boleh cari informasi berapa gaji PNS golongan tiga, sebelum pandemi dan sekarang. Semuanya tahu kok, tidak ada perubahan yang signifikan, bukan? Saya pun tetap menerima uang belanja bulanan dari suami sebesar satu juta rupiah, untuk selama sebulan. Mau Ramadan, atau bukan, ya tetap segitu. Cukup? Ya dicukup-cukupkan.

Hanya buat saya memang pantang mengeluh. Mungkin ini yang jadi pembeda. Uang yang diberikan suami tetap disyukuri. Satu juta rupiah bagi orang kaya apalah artinya. Tapi sebaliknya, satu juta harus cukup selama sebulan buat kami, bisa jadi bakal cukup untuk setahun, bagi yang tidak memiliki penghasilan sama sekali.

Yang menggerakkan hati kita untuk tidak khawatir atas rezeki (halal) yang dimiliki itu sebenarnya banyak. Yang pasti firman Tuhan salah satunya.

Jangan takut kekurangan rezeki. Berapapun uang di tangan, selama kita hemat dan hidup sederhana Insyaallah Tuhan akan mencukupkan. Dok pribadi
Jangan takut kekurangan rezeki. Berapapun uang di tangan, selama kita hemat dan hidup sederhana Insyaallah Tuhan akan mencukupkan. Dok pribadi

Saya selalu terbayang penjelasan Ibnu Katsir rahimahullah, melalui tafsir Al Qur'an Al 'Azhim, 6: 553, dimana dijelaskannya "Allah memberi rezeki pada mereka sesuai dengan pilihan-Nya dan Allah selalu melihat manakah yang maslahat untuk mereka. Allah tentu yang lebih mengetahui manakah yang terbaik untuk mereka. Allah-lah yang memberikan kekayaan bagi mereka yang Dia nilai pantas menerimanya. Dan Allah-lah yang memberikan kefakiran bagi mereka yang Dia nilai pantas menerimanya."

Secara gamblang disampaikan bahwasanya kita ini tidak perlu khawatir dengan rezeki. Saya berusaha bahagia mendapatkan uang belanja satu juta rupiah setiap bulannya, termasuk bulan Ramadan. Cukup tidak cukup ya saya cukup-cukupkan.

Teringat pendidikan karakter dalam memanage keuangan yang diterapkan Pondok Pesantren Bina Insan Mulia, (Ponpes BIM) Cirebon. Sebagaimana disampaikan salah seorang pengasuhnya, KH. Imam Jazuli, Lc., M.A bahwasanya jauh sebelum pandemi datang, di sana sudah diterapkan takaran uang untuk para santri.

Di Ponpes BIM ini, uang Rupiah tidak berlaku. Karena semua transaksi hanya menggunakan mata uang pesantren. Jadi setiap minggunya santri mendapatkan uang pesantren yang sumbernya diambil dari nilai tabungan bulanan santri. Dengan sistem Rupiah tidak berlaku, selain memudahkan pengurus Ponpes BIM mengatur jumlah peredaran uang pesantren, tidak berurusan dengan perbankan, juga bisa membatasi jajan santri secara merata, karena berapapun nilai tabungan santri pengambilan maksimal hanya 100 ribu uang pesantren perminggu. Kecuali ada hal darurat.

Dengan sistem mata uang pesantren ini melatih semua santri untuk bisa lebih memanage keuangan sesuai kebutuhan, bukan keinginan dan mendidik para santri supaya tidak boros dan berlebih dalam pengeluaran harian. Adanya sistem mata uang pesantren ini kelebihan lainnya bagi santri yang kaya sekalipun tidak bisa gagah-gagahan dan sombong dengan jajanan berlebih. Di lingkungan Ponpes BIM semua menjadi sama rata.

Belajar dari sistem pendidikan karakter tersebut, saya terapkan dalam kehidupan berumah tangga saat bulan biasa maupun bulan puasa. Punya uang lebih atau tetap satu juta rupiah untuk uang belanja, pengeluaran setiap minggunya saya tetapkan tidak lebih dari seratus ribu rupiah. Dengan kata lain, selama lima Minggu uang belanja yang saya ambil hanya setengahnya alias lima ratus ribu.

Cukup tidak? Sekali lagi ya dicukup-cukupkan. Tugas saya harus bisa mengatur keuangan dengan baik agar tidak menjadi besar pasak daripada tiang. Apalagi manajemen keuangan keluarga saya terdiri dari tujuan keuangan jangka pendek dan jangka panjang.

Bagaimana cara saya mengatur keuangan yang minim itu khususnya di bulan Ramadan ini sehingga cukup bahkan masih bisa menyisakan untuk disimpan?

1.Buat daftar kebutuhan bulanan

Saya menuliskan semua pos pengeluaran, baik itu pengeluaran wajib, sekunder, atau kebutuhan-kebutuhan sampingan lainnya termasuk jajan anak yang kadang tidak terduga. Tentukan berapa dana yang dianggarkan untuk masing-masing pos.

Misalnya 10% dari uang belanja bulanan simpan sebagai tabungan. Maka saya sisihkan seratus ribu sebagai dana tabungan lebih dahulu.

Anggaran lima minggu belanja dana @ Rp.100 ribu maka sebesar Rp.500ribu untuk dana belanja

Sisa dananya saya masukkan ke anggaran pos lain, apakah untuk kebutuhan tidak terduga atau mendadak lainnya sebesar Rp.400 ribu.

Kuncinya buat anggaran yang ketat dan sehemat mungkin. Terapkan prinsip besar kecil uang yang kita miliki bukan berarti kita bisa menghamburkan uang untuk hal-hal yang tidak penting.

Belajar memangkas kebutuhan yang tidak mendesak agar pengeluaran bisa ditekan. Sangat susah jika tidak dibiasakan. Namun insyaallah akan terasa ringan jika konsisten diterapkan, apalagi jika mengikuti sistem pendidikan karakter dalam memanage keuangan seperti yang diterapkan di ponpes BIM seperti yang sudah saya ceritakan di atas.

Memisahkan rekening dana tabungan dan dana pengeluarana bisa menjadi jalan yang tepat untuk mecengah diri dari menjadi boros kalau memang dikasih uang belanjanya melalui transfer. Namun jika tidak ada rekening dan diberinya uang cash, masukkan dana tabungan ke dalam celengan khusus dan simpan dana pengeluaran sebaik mungkin.

2.Hidup Sederhana

Bicara soal lifestyle atau gaya hidup memang agak rumit. Tidak sedikit orang yang menerapkan gaya hidupnya jauh melebihi standar kemampuan hanya demi bisa terlihat glamor dan terpuji di lingkungan atau orang-orang sekitar.

Padahal itu kesalahan besar. Banyak orang yang terjerumus ke dalam hutang hanya karena tidak bisa hidup di bawah standar kemampuan. Seandainya bisa menerapkan pola hidup sederhana percaya kita bisa lho menghindarkan diri dari jeratan hutang. Malah justru kita bisa membantu orang lain dengan memberikan pinjaman, walau nominalnya tidak besar.

3.Belanja karena butuh bukan karena ingin

Biasanya ketika mau ke pasar berbelanja, saya bawa catatan apa saja yang dibutuhkan untuk kebutuhan seminggu di rumah. Jangan iseng membeli sesuatu yang tidak ada di dalam catatan karena pengeluaran jelas akan membengkak.

Khusus bulan Ramadan, banyak menyesuaikan diri supaya pos yang bocor atau membengkak bisa ditutupi dengan dana yang didapat dari menyisihkan dana untuk hal yang bisa ditangguhkan.

Misalnya, saya punya dana anggaran beli mukena baru. Tapi melihat mukena sekarang juga masih layak pakai bahkan mukena yang dibeli tahun lalu masih bagus, saya memilih tahun ini tidak memaksakan diri membeli mukena. Dana untuk membeli mukena saya alihkan ke dana jajan anak. Dimana saat bulan Ramadan, makanan untuk anak memang sedikit dilebihkan. Dipupujuhkeun kalau kata orang Sunda mah. Itu bukan memanjakan anak, tapi lebih ke memompa semangat anak untuk bisa lebih baik dalam belajar menjalankan ibadah puasanya.

4.Kurangi jajan di luar

Sebelum pandemi, saya bisa menekan keluarga untuk membatasi kegiatan ini. Saat pandemi, apalagi. Bahkan bisa dibilang kami tidak pernah jajan di luar lagi. Adanya pemberlakuan PSBB justru memperkecil ruang gerak kami, sehingga kami memilih banyak tinggal di rumah saja.

Kebetulan kami tinggal di kampung. Tradisi makan di luar atau nongki cantik di kafe masih tidak berlaku.

Meski suami mengajar full day, namun ia tidak terbiasa makan di luar. Kalaupun di luar bulan Ramadan tidak sempat membawa bekal masakan dari rumah, ia tetap memilih menahan untuk makan sepulang sekolah saja. Sangat saya apresiasi prinsip pak suami ini dimana ia tidak pernah merasa malu atau gengsi dengan rekan kerjanya. Meski ia seorang PNS, dan temannya banyak yang masih honorer, namun ia tetap menerapkan pola hidup sederhana.

Suami sering bilang hanya kita sendirilah yang paham betul bagaimana kondisi keuangan di rumah. Jangan sampai gaji habis hanya untuk menuruti gaya hidup semata. Saya sangat salut dengan prinsip pak suami ini.

Keberhasilan mengatur keuangan di bulan Ramadan, diperlukan kerjasama dan komitmen dengan sesama anggota keluarga lainnya. Dok pribadi
Keberhasilan mengatur keuangan di bulan Ramadan, diperlukan kerjasama dan komitmen dengan sesama anggota keluarga lainnya. Dok pribadi

Membelanjakan uang satu juta itu mudah. Namun jika hanya memenuhi keinginan bukan kebutuhan maka itu akan membuat kita sulit berhemat. Keinginan biasanya berisi hal-hal yang tidak dibutuhkan dan bisa dipangkas untuk menekan pengeluaran. Itulah mengapa kita harus jeli dalam membedakan yang mana keinginan dan yang mana kebutuhan.

Yuk kita lebih giat lagi belajar untuk mengabaikan semua keinginan jika itu tidak penting. Sehingga berapapun uang yang kita pegang, bulan Ramadan ini tetap kita lalui dengan khusyu dan penuh keikhlasan.

Dengan bersyukur, kita akan merasa cukup. Bahkan bisa berbagi. Dok pribadi
Dengan bersyukur, kita akan merasa cukup. Bahkan bisa berbagi. Dok pribadi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun