Desember, setahun lalu, seorang Kompasianer --ia saya sebut sebagai pahlawan karena selalu membantu saya-- mengabarkan di sosial medianya kalau donasi buku dari Kotak Aksara ke salah satu pihak yang membutuhkan sudah ditunaikan. Saya langsung teringat anak-anak didik mengaji di rumah. Mereka sekian lama sudah tidak memiliki buku bacaan baru. Tanpa pikir panjang, saya segera menghubungi beliau dan menjelaskan kalau masih ada stok buku bacaannya, saya minat . Sang pahlawan tidak menjanjikan, tapi menyuruh saya sabar, kalau ada nanti dihubungi lagi.
Minggu kedua Januari lalu, tiba-tiba pagi hari ada telepon masuk dari nomor tidak dikenal. Ia memperkenalkan diri sebagai sopir jasa pengiriman JNE dari Jakarta, namanya (sebut saja) Adi.
"Bu Okti, rumahnya sebelah mana ya? Apakah kendaraan bisa masuk?" sepertinya ia khawatir. Alamat saya yang tertera memang tertulis di kampung Sindangkerta. Bukan nama jalan, sebagaimana alamat di kota pada umumnya. Setelah saya jelaskan ke rumah saya masuk kendaraan, dan patokannya depan kantor PLN Kecamatan Pagelaran, Pak Adi bersyukur dan mengabarkan sekitar sore hari diperkirakan baru sampai.
"Saya sudah bingung, bagaimana kalau lokasi susah dijangkau sementara menyampaikan buku sekian banyak ini sudah jadi tugas saya. Musim hujan begini selama dalam perjalanan saya juga selalu deg-degan. Jalan ke Cianjur Selatan rawan longsor. Alhamdulillah sudah sampai dengan lancar." Rona bahagia terpancar dari wajah Pak Adi.
Baca juga:Â 5 Tips Jitu Donasi Buku ke Taman Bacaan
Salah satu tugas yang diembannya sudah dikerjakan. Apalagi ketika saya ceritakan, buku ini untuk bacaan anak kampung yang kalau magrib sampai isya berkumpul di rumah saya. Sorot mata Pak Adi tampak berbinar. Ia merasa senang, perjalanan sembilan jam dari ibu kota ke kampung saya yang sangat melelahkan seolah terbayar sebab telah menjadi bagian dari perjalanan sampainya buku-buku bacaan dari kota ke desa ini.
"Buku bacaan ini pasti sangat berharga untuk mereka, ya Bu? Senang saya bisa ikut menyampaikan amanah ini."
"Tidak usah, Okti. Saya senang kalau bukunya sudah diterima dan semoga bermanfaat. Saya minta maaf, buku-bukunya tidak disortir dulu. Pasti ada banyak buku yang tidak cocok untuk bacaan anak mengaji."
Sang pahlawan malah minta maaf. Tidak ada rasa jumawa sedikitpun. Padahal saya bersaksi, kebaikan dan jasa beliau sangat tidak terkira pada taman baca dan pondok mengaji yang saya kelola ini. Beliau selalu memberi dan menyantuni tanpa mengharapkan balasan apapun. Saya hanya bisa sujud syukur. Dan mewanti-wanti kepada seluruh anak untuk sama-sama menjaga buku bacaan ini sebagai bentuk terima kasih kepada mereka yang sudah memberi dengan tulus.