Mohon tunggu...
Okti Li
Okti Li Mohon Tunggu... Freelancer - Ibu rumah tangga suka menulis dan membaca.

"Pengejar mimpi yang tak pernah tidur!" Salah satu Kompasianer Backpacker... Keluarga Petualang, Mantan TKW, Indosuara, Citizen Journalist, Tukang icip kuliner, Blogger Reporter, Backpacker,

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Mogok Kerja Demi Jegal Omnibus Law, Saya Sih Tidak!

14 Maret 2020   20:33 Diperbarui: 16 Maret 2020   15:09 1549
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mogok Kerja Demi Jegal Omnibus Law, Saya sih Tidak!

Perjalanan kakak saya beberapa hari lalu mengantar barang dagangan ke pelanggan di daerah Serang Banten terjegal kemacetan yang cukup lama. 

Keluhan kakak itu pada akhirnya diketahui jika penyebab kemacetan adalah adanya aksi demo di sekitar Ciceri. Belakangan dapat informasi jika yang berdemo adalah mahasiswa yang katanya menolak omnibus law, alias Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja.

Pagi tadi juga kakak sahabat saya waktu sekolah, bercerita jika adiknya yang sekarang tinggal dan bekerja di daerah Cikarang memberi kabar kalau suaminya terpaksa bolos kerja demi ikut aksi demo, karena kalau tidak, dibilang tidak setia kawan sama rekan seprofesinya. 

Padahal, kata sahabat saya itu melalui kakaknya, yang setiap antar jemput anak sekolah bertemu dengan saya mengatakan, dengan ikut demo dengan berarti bolos kerja, sebenarnya suaminya sahabat saya ini terancam dikeluarkan dari pekerjaan oleh perusahaan.

"Ikut demo belum tentu ada hasilnya, selain capek dan habis uang bekal, PHK perusahaan pun sudah terlihat hilalnya di depan mata," begitu kata sahabat saya seperti yang diucapkan oleh kakaknya. 

Saya hanya tertawa. Obrolan terkait pekerjaan itu pun terus melebar. Termasuk soal omnibus law yang akhir-akhir ini sedang booming. Pemerintah memberikan solusi, kok banyak yang tidak terima, ya? Padahal omnibus law kan hanya memangkas kewenangan organisasi buruh yang selama ini merugikan buruh dan pengusaha.

Berita gencar mengabarkan akan ada aksi mogok kerja secara serentak. Tapi pekerja yang ikut mogok itu apa tidak berpikir sedikit kedepannya akan nasib pekerjaannya itu? 

Mogok kerja boleh saja, jika perundingan dengan pengusaha gagal atau pengusaha tidak mau berunding ketika terjadi perselisihan hubungan industrial. 

Kompas.com
Kompas.com
Meski begitu, mogok itupun ada tata caranya, gak bisa langsung mogok kerja. Karena jika itu dilakukan, perusahaan bisa menganggap pekerja itu mangkir dan mengundurkan diri. Apa tidak rugi?

Seperti yang diungkapkan oleh sahabat saya di Cikarang itu. Suaminya mendapatkan ancaman diPHK oleh perusahaan tempat dia bekerja. Menurut saya itu wajar. 

Logikanya, perusahaan akan menganggap karyawan mengundurkan diri kalau mangkir dalam kurun waktu tertentu. Toh perusahaan dengan aksi mogok pekerja karena misalkan tidak terima terhadap peraturan pemerintah, itu bukan urusan dalam pekerjaan dan perusahaan, sebenarnya kan?

trendsmap.com
trendsmap.com
Di sini saya ingin bilang, buruh jangan sampai ikut mogok lalu menelantarkan pekerjaan, apalagi tanpa informasi dan dalam jangka waktu cukup lama karena buruh akan dianggap mengundurkan diri dari perusahaan. 

Buruh harus paham, supaya tidak terjerumus hingga merugikan dirinya dan keluarganya. Lah kalau diPHK yang rugi siapa? Diri beserta anak istri kan? Memangnya para pegiat aksi tolak UU Cipta Kerja itu akan menjamin kehidupan buruh yang kena PHK perusahaan kalau alasannya ikut mogok kerja? Tidak kan?

Mogok kerja memang hak setiap pekerja hanya tentu saja ada aturannya. Yang bermasalah siapa, yang terlantar siapa jelas perusahaan juga tidak mau rugi dong. Buat apa mempertahankan pegawai tidak disiplin kerja sementara di luar sana masih banyak pengangguran yang mencari lowongan kerja. 

Kalau masalah yang dibahas perselisihan antara buruh dengan pengusaha, mogok kerja di sini pasti ada artinya. Lah kalau mogok kerja hanya karena ikut-ikutan, wajar kalau perusahaan tidak akan tinggal diam.

Jangankan perusahaan, yang sangat detail menghitung untung rugi, kakak saya saja yang bisnis sendiri, tapi karena kejebak macet sehingga barang dagangan jadi rusak karena tidak bisa sampai tepat waktu kepada konsumen, jelas merasa dirugikan. Padahal para mahasiswa itu, ataupun masyarakat yang ikut demo, siapapun mereka itu, bisa menjamin apa kalau sudah banyak dampak negatif laju ekonomi orang lain? Tidak kan?

twitter.com/tangkassurya
twitter.com/tangkassurya
Kalaupun ada yang tidak disetujui dalam rancangan Undang-Undang, khususnya RUU Cipta Kerja ini, lakukan langkah elegan dengan banding ke Mahkamah Konstitusi. 

Jika benar ada penolakan, jelaskan mana pasal yang dianggap merugikan itu. Itu jalur hukum yang lebih sopan. Bukan dengan mogok kerja yang merugikan perusahaan sekaligus merugikan diri sendiri dan keluarga. Apalagi mengganggu ketertiban umum.

Ikut berdemo boleh saja. Itu kan hak tapi ingat semua ada aturannya, jangan merugikan perusahaan yang dalam masalah ini tidak terlibat. Okelah setia kawan, tapi cukup dengan perwakilan buruh yang kompatibel. Bukan mogok kerja massal yang justru rentan melanggar hukum. Jangan sampai terus banyak korban dan kerugian buruh akibat melakukan hal yang tidak dipahami.

Saya sendiri buruh. Bahkan bisa dibilang paralegal di kalangan buruh meski kini saya berstatus mantan TKI alias tidak banyak aktif dikarenakan kondisi domisili di daerah. Tapi saya percaya kepada pemerintah. Saya optimis omnibus law bakal menyederhanakan kendala regulasi yang selama ini berbelit dan panjang khususnya dalam dunia ketenagakerjaan. Dan saya harap omnibus law jadi regulasi yang paling ditunggu banyak pihak, kenapa? Karena omnibus law diyakini bisa membuat Indonesia lebih cepat bergerak maju.

Hal-hal yang dinilai menghambat Indonesia untuk merespons perubahan dunia diputuskan Pemerintah untuk memangkasnya. Bukankah DPR pun merepons desakan Pemerintah terkait omnibus law ini?

sumber asli mediaindonesia.com/diolah
sumber asli mediaindonesia.com/diolah
Mengutip perkataan Ekonom Center of Reform on Economic (CORE) Piter Abdullah, yang menurutnya regulasi yang tumpang tindih tentu tidak bisa diselesaikan satu persatu karena akan lama prosesnya. Sehingga Peter meyakini jika omnibus law termasuk terobosan yang bagus. Langkah yang diharapkan bisa menyelesaikan hambatan investasi yang membuat Indonesia sulit bersaing. (Liputan6.com)

Begitu juga ekonom Bank Permata, Josua Pardede mengungkapkan hal sama. Omnibus law dianggap bisa memangkas birokrasi yang rumit dan membuat proses investasi menjadi mudah. (liputan 6.com)

Sebagai rakyat kecil saya berharap omnibus law sebagai metode yang digunakan mengganti dan atau mencabut ketentuan dalam Undang-Undang, atau mengatur ulang beberapa ketentuan dalam UU ke dalam satu UU (tematik) memberikan banyak perubahan ke arah lebih baik. Jika negara lain bisa, kenapa Indonesia tidak?

Secara umum omnibus law belum populer di negara kita. Mungkin karena itu ada penolakan namun ternyata sudah ada beberapa Undang-Undang yang sudah menerapkan konsep itu, seperti UU no 9 tahun 2017 tentang penetapan perpu no 1 tahun 2017 tentang akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan.

Omnibus law sebuah upaya mewujudkan visi Indonesia 2045. Kita akui saat ini regulasi masih tumpang tindih, tingkat pengangguran angkatan kerja baru dan jumlah penduduk yang tidak bekerja masih sangat tinggi, jumlah UMKM besar namun produktivitas rendah. 

Nah, diharapkan dengan adanya omnibus law regulasi dan perizinan bisa selaras dan harmoni, banyak tumbuh investasi yang berkualitas, lapangan kerja berkualitas dan pekerja sejahtera, termasuk pemberdayaan UMKM. Sehingga tahun 2045 tercapai Indonesia yang berdaulat, maju, adil dan makmur.

Jika masyarakat mendukung, harapan pemerintah untuk menjadikan Indonesia negara maju dengan ekonomi berkelanjutan bukan hal mustahil. Termasuk perekonomian Indonesia masuk di jajaran negara besar ekonomi dunia. Siapa tidak ingin negara kita bisa keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah dengan tingkat kemiskinan yang selalu menurun, kalau tenaga kerja kita memang berkualitas.

Dinamika perubahan global, perlu respon yang cepat karena kalau tidak pertumbuhan ekonomi akan melambat atau bahkan terpuruk. Dengan adanya omnibus law melalui penciptaan lapangan kerja, pengikatan investasi, dan peningkatan produktivitas diharapkan perubahan struktur ekonomi bangsa kita meningkat. 

Kalau tidak, jangan heran kalau lapangan pekerjaan berpindah ke negara lain. Banyak kan negara lain yang lebih terbuka dan kompetitif? Dengan begitu jangan bertanya kenapa banyak pengangguran yang mengakibatkan bangsa kita stagnan dalam posisi negara berpendapatan menengah. Sukur-sukur tidak terpuruk. Wallahualam...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun