Mohon tunggu...
Okti Li
Okti Li Mohon Tunggu... Freelancer - Ibu rumah tangga suka menulis dan membaca.

"Pengejar mimpi yang tak pernah tidur!" Salah satu Kompasianer Backpacker... Keluarga Petualang, Mantan TKW, Indosuara, Citizen Journalist, Tukang icip kuliner, Blogger Reporter, Backpacker,

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Meski Tanggal Merah, Guru-guru di Pakidulan Ini Tetap Masuk Kelas

25 Mei 2017   10:39 Diperbarui: 25 Mei 2017   15:49 848
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya pernah disarankan teman yang tinggal di luar kota, untuk melaporkan kondisi ini kepada pemimpin daerah. Halah, panas-panas tahi ayam. Sudah jadi rahasia umum juga kalau ada masalah dan kita laporkan, bukannya akan ditindaklanjuti, justru suara kita akan dibungkam.

Sebelumnya bulan puasa tahun lalu saya mengantar teman dan teman saya itu "dipalak" oleh oknum BKD Cianjur sebesar Rp. 200.000. (perorang lho!) Saya tulis pemerasan itu di Kompasiana ini, terus link tulisan saya share ke Pemerintah pusat termasuk KPK, dll. Sebulan kemudian, di gedung BKD dan disemua tempat instansi pemerintah Cianjur banyak dipasang spanduk dilarang pungli, kalau ada laporkan ke nomor/email/pihak Pemkab Cianjur. Intinya Pemkab Cianjur menjelaskan kalau mereka anti pungli dan sebagainya.

Saya dan teman saya nyengir kuda saja. Mereka boleh cuci tangan bilang tidak KKN, tapi saya juga meningkatkan kewaspadaan berjaga-jaga kalau penerima pengaduan yang dipasang di spanduk itu siapa tahu jebakan. Makanya, saya ogah lapor ke kandang macan. lebih baik curhat di Kompasiana, dan semoga dibaca para penegak hukum atau pejabat yang benar-benar masih memiliki hati nurani.

Tak salah jika pada akhirnya tahun ajaran baru nanti seorang teman saya yang selama ini memegang guru kelas di sebuah SD, memilih menjadi guru komputer ketimbang jadi guru kelas SD lagi. Ya iyalah, bayangkan gimana gak rumit administrasi nilai anak-anak bejibun bingits. Itu baru administrasi nilai saja. Belum buat RPP,  belum penilaian-penilaian harian lain.

Menyaksikannya saya sungguh teramat sedih. Jadi blogger yang kerjanya cuma nulis, datang ke acara kalau diundang itu happy banget. Dapat gudibeg dan uang transpoer pula. Lah ini guru honorer, pakaian saja perlente. Make up honorer wanita pada kinclong, sementara ternyata tugas guru (terutama yang masih honorer) menumpuk segunung. Jelas tidak tak sebanding dengan honornya.

Kang Sandza salah satu guru guru di kabupaten tetangga Cianjur juga bilang di lain pihak, guru dituntut all out tapi dengan banyak ngurus administrasi macam ini itu justru akan lebih menyita waktu dan mengikis kualitas kegiatan di kelas karena mungkin di masa tertentu harus banyak begadang.

Sama seperti Kang Sandza, saya juga tidak mengerti dengan pola pikir pemerintah. Yang di pusat mungkin enak, tapi pernahkan membayangkan bagaimana kondisi di kampung? Di pedesaan seperti di Cianjur Selatan ini?

Mengutip doa Kang Sandza, semoga kelak urusan administrai guru kembali lagi ke jaman dulu ya semisal tak usahlah ada KKM-KKM an biarkan saja nilai mah seadanya. Toh justru kalau guru lebih fokus ke urusan kelas, akan lebih cepat mengetahui mana anak yg bermasalah dan harus segera ditangani. Anak rangking pun sudah bisa lebih cepat diprediksi. Daripada misal pake KKM sekarang yang minimal misal 75, haduhhh itu nilai anak harus dipaksa segitu minimal jadi rapotnya hambar antara nilai anak satu dengan yang lain tak jauh beda, tak natural padahal kemampuannya jauh berbeda.

Miris memang kondisi di pedesaan kami ini. Tak habis pikir mengapa pendidikan dan kesejahteraan begitu sulit hanya karena terjegal para oknum yang memakmurkan diri selagi berkuasa (menjabat sebagai kepala sekolah). Padahal kalau terjadi hal tidak diinginkan terhadap generasi muda, tidak sedikit yang dengan mudah menyalahkan gurunya. Hello, jadi tahukan sekarang kenapa banyak guru perkotaan yang tidak mau ditempatkan di pedalaman? Banyak PNS numpukdi kota dan honorer yang ada di pedesaan jadi sasaran empuk para oknum.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun