Mohon tunggu...
Okti Li
Okti Li Mohon Tunggu... Freelancer - Ibu rumah tangga suka menulis dan membaca.

"Pengejar mimpi yang tak pernah tidur!" Salah satu Kompasianer Backpacker... Keluarga Petualang, Mantan TKW, Indosuara, Citizen Journalist, Tukang icip kuliner, Blogger Reporter, Backpacker,

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Bukan Hobi Biasa: Gadis Manis Pengumpul Tengkorak

3 Agustus 2011   22:59 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:07 1050
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Bukan Hobi Biasa

Gadis Manis Pengumpul Tengkorak

[caption id="attachment_122784" align="aligncenter" width="300" caption="salah satu koleksi favorit penulis; liontin tengkorak"][/caption]

Pernahkah mendengar ada orang yang punya hobi mengoleksi tengkorak? Jika pernah, tolong katakan siapa dan dimana? Jika belum, Anda tidak usah susah-susah mencarinya, karena orang yang Anda cari berada di hadapan Anda. Ya, dialah saya orangnya.

Saya memang hobi mengoleksi tengkorak. Tenang, jangan dulu berpikir yang tidak-tidak apalagi salah faham. Saya memang suka mengumpulkan tengkorak, tapi bukan dalam arti tengkorak beneran alias tulang (kerangka) kepala manusia, lho. Melainkan saya suka mengumpulkan segala benda, pernak-pernik, baik itu baju, jilbab, sepatu, tas, aksesories, dan lain sebagainya yang mempunyai (ada) gambar tengkoraknya.

[caption id="attachment_123259" align="alignleft" width="300" caption="Container bergambar tengkorak"][/caption] [caption id="attachment_123261" align="alignleft" width="300" caption="Cincin dengan ukiran dan bentuk tengkorak"][/caption]

Nah, jadi jelas ya, saya hanya hobi mengumpulkan barang yang bergambar dan atau menyerupai tengkorak, bukan pembunuh manusia atau penggali kuburan manusia lalu mengumpulkan tengkorak-tengkoraknya. Hehe! Sekali lagi, jelas, ya.

[caption id="attachment_122785" align="aligncenter" width="300" caption="Tas dengan gambar full tengkorak"][/caption]

Hobi "mengumpulkan tengkorak" ini saya mulai sekitar tahun 2004, saat saya bekerja di Hongkong. Jadi sudah berjalan kira-kira 7 tahun lebih. Jumlah koleksinya pun cukup banyak, bahkan sebagian besar sudah saya kirim pulang ke kampung di Sukanagara.

Kenapa saya memilih mengoleksi gambar dan atau bentuk tengkorak yang bisa dibilang cukup menakutkan ini? Bukankah perempuan seperti saya cocoknya mempunyai hobi mengoleksi tanaman hias, memasak dan atau hobi-hobi lainnya yang tampak girly?

Ya, pada awalnya saya juga tidak pernah berpikir sejauh itu. Hobi "mengumpulkan tengkorak" ini timbul begitu saja tanpa saya duga atau rencanakan. Tapi kalau pemahaman antara "kehidupan dan tengkorak" itu sendiri, sudah ada dalam benak saya sejak saya berusia belasan tahun.

Dulu saat ada teman merasa ketakutan melihat alat peraga berupa kerangka tubuh manusia lengkap dari kepala sampai ujung kaki, saya malah menerangkan kepadanya, "Kenapa harus takut, bukankah pada tubuh kita juga terdiri dan memiliki susunan yang sama?"

[caption id="attachment_122786" align="aligncenter" width="300" caption="Beberapa bando dengan gambar tengkorak"][/caption]

Bahkan saat melihat teman memakai kaos bergambar tengkorak, sambil menatap lekat-lekat gambar tengkorak itu saya malah punya pikiran sendiri: suatu saat nanti, saya pun akan mengalami hal yang sama.

Maksudnya, saat masih hidup, saya yang perempuan dibilang orang cantik, begitu juga yang laki-laki pasti dibilang orang ganteng. Tapi kalau sudah mati, bukankah kecantikan dan kegantengan itu otomatis akan hilang?

Yang ada jasad yang dikubur (sesuai pemahaman saya sebagai muslim) akan hancur dimakan binatang tanah, menyisakan tulang-belulang dan tengkorak yang lama-kelamaan pun akan musnah menyatu kembali menjadi tanah. Dengan kata lain, kehidupan ini hanya sementara. Semua akan kembali kepada "ketiadaan". Jadi buat apa merasa diri menjadi orang ter dalam segala hal?

Terkaya, terpintar, tercantik, terganteng, dan ter sebagainya jika semua itu hanya titipan yang pada saatnya akan diambil oleh yang punya. Pemikiran itu yang terus melekat di benak saya setiap melihat gambar atau barang yang berbentuk tengkorak. Dari tengkorak itu saya mendapat pelajaran hidup sekaligus warning, bahwa dunia ini hanya sementara, suatu waktu saya akan jadi seperti itu maka selagi (berkesempatan) hidup berusahalah hidup dengan sebaik-baiknya. Hidup sesuai ajaran-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.

[caption id="attachment_122787" align="aligncenter" width="300" caption="Sayang, barangnya sudah jebol, hehe."][/caption]

Saat bekerja di negeri beton, saya yang sejak kecil sudah tomboy merasa klop berteman dengan mereka yang tomboy juga. Sebut saja Aldy, dia adalah teman dekat saya. Saya dekat dengan dia bukan berarti saya suka dia, sebagaimana tomboy-tomboy kebanyakan yang bisa kita temui di Victoria Park, Causeway Bay atau di Neptune, Wan Chai. Saya dekat dengan Aldy karena dia memakai aksesories yang bergambar dan berbentuk tengkorak.

Awalnya, Aldy tidak tahu kalau saya suka memperhatikan kalung, gelang, slayer, rantai dan gantungan kunci yang semarak bergelantungan di tas ranselnya. Lama-lama Aldy tahu juga dan sejak itu dia membantu saya berburu aksesories dengan gambar dan atau bentuk tengkorak. Jika ada waktu, kami sengaja mengubek-ngubek setiap pasar malam. Mulai dari yang ada di Pulau Hongkong, lalu ke Mongkok, Shatin dan bahkan ke ujung New Teritorial: Yuen Long dan Tuen Mun.

[caption id="attachment_122790" align="aligncenter" width="300" caption="Jilbab"][/caption] [caption id="attachment_122791" align="aligncenter" width="300" caption="Jilbab"][/caption]

Paling sering kami mencari di Pasar Malam Mongkok yang terkenal komplit dan murah-murah. Sayangnya saat itu saya tidak kepikiran untuk membuat foto-foto dan memajangnya di blog. Semua koleksi hasil berburu di Hongkong saya simpan di kampung. Saya yakin ada koleksi yang hilang tanpa sempat saya mengabadikannya dalam foto lebih dulu.

Saat pulang kampung, "mengumpulkan tengkorak" total terhenti. Hunting tengkorak ini baru saya lanjut lagi ketika tahun 2007 setelah saya bekerja di Taiwan. Tapi kali ini lebih santai, sedapatnya. Dalam arti tidak sengaja mencari lalu memberi barang yang bergambar dan atau berbentuk tengkorak sebagaimana di Hongkong dulu.

Di Taiwan hobi "mengumpulkan tengkorak" menjadi hobi sampingan. Sambil lewat aja gitu. Kalau kebetulan bertemu barang yang ada gambar dan atau bentuk tengkoraknya dan harganya terjangkau, baru saya beli. Justru di Taiwan ini malah teman-teman yang banyak menyumbang. Sering jika liburan, pulangnya teman-teman membawakan oleh-oleh tengkorak buatku.

Di Taiwan saya juga sedikit-sedikit menekuni dunia fhotografi. Tengkorak yang ada saya jadikan model percobaan. Koleksi tengkorak sebagian saya foto lalu diupload di blog. Sejak itu teman mulai mengetahui kalau saya "pengumpul tengkorak". Sejak itu, tak jarang jika teman-teman menemukan apa saja yang ada gambar dan atau bentuk tengkorak, jika harganya terjangkau, mereka selalu membelinya untuk saya.

Pada awalnya banyak teman yang bertanya dengan hobi saya yang nyeleneh ini.

"Ngaco, orang mati-matian ngumpulin duit, kamu ngumpulin tengkorak," celoteh teman dengan asalnya. Tapi setelah saya terangkan tentang "filosofi" tengkorak sebagaimana saya jelaskan di atas, yang jika ditelaah lebih dalam tengkorak ini mengandung peringatan atau mengingatkan kita pada kematian, teman tadi mulai paham. Bahkan mereka ikut "tersadarkan" dan mulai mengatur kehidupan yang sebelumnya bisa dibilang amburadul.

"Ya iya, kalau sudah jadi tengkorak nyesal dan tobat segede apapun kan tiada guna," seloroh temanku kepada teman lainnya. Alhamdulillah, hobi saya yang terbilang unik "mengumpulkan tengkorak" ini ternyata membawa manfaat.[]

[caption id="attachment_122792" align="aligncenter" width="300" caption="Gara-gara pake "][/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun