Jika Korea menonjolkan kue tanpa mentega sebagai the next big thing world class dessert yang dianggap sehat dan cantik, kita juga punya warisan nenek moyang yang tak kalah indahnya berupa aneka kue berbahan dasar tepung beras yang cantik, enak, dan sehat. Kue apem, bolu kukus, nagasari, lemet, getuk dan masih banyak aneka ragam jajan pasar lainnya. Masa kita mau diam dan mengalah begitu saja?
Bukankah semuanya bisa dibungkus menjadi sesuatu yang berbau world class? Acara sederhananya bisa dimulai dari makanan cemilan dulu yang kemudian bisa di tarik ke sejarah dan pariwisatanya. Wah, apa pemikiranku (yang kusebut mimpi) ini gak terlalu berlebihan nih?
Mari kawan-kawan, siapa yang berbakat dan ahli (tidak juga gak apa, yang penting punya kemauan yang keras, pandai bermimpi dan kreatif dalam mendesain ide-ide sederhana ini) kita sama-sama mengemas hal-hal yang berbau tradisional dan sederhana menjadi suatu hal yang berbeda dan luar biasa. Jangan ragu, untuk mencapai sesuatu yang luar biasa itu bukankah berawal dari yang sederhana terlebih dahulu, bukan?
Hanya saja sedari awal harus kita tanamkan sifat kejujuran, katakanlah (publikasikan) keburukan dan the ugly things-nya, hal tersebut tetap harus kita sebutkan. Tidak mengapa, ini lebih baik daripada dibilang mempublikasikan kebohongan hanya gara-gara kita menyembunyikan kekurangbaikan yang kita punya. Misalnya di suatu lokasi wisata ada pungutan liar yang dilakukan warga, wajah bule suka dimintai bayaran lebih mahal, dan sebagainya. Solusinya, kita sertakan juga bagaimana cara-cara menyiasatinya. Berikan tips-tips seputar permasalahan yang terjadi di tempat yang sedang diberitakan itu.
Jika dalam dunia tulis menulis ada passion-nya sendiri, maka hendaknya begitu pula dalam mempublikasikan wisata dan atau kuliner keanekaragaman warisan budaya tanah air kita itu. Sudah jadi kebiasaan orang-orang kita kan, biasanya ikut-ikutan dan mencopy ide-ide orang lain. Buktinya satu stasiun televisi menayangkan acara anu, stasiun televisi lain tak mau kalah, tak lama kemudian menayangkan acara bertema serupa yang walau dari judulnya berbeda, tetap penonton tak kan bisa dibohongi. Please , janganlah menjiplak dari program acara luar. Hasilnya bisa-bisa membuat penonton tertawa karena banyak yang enggak cocoknya.
Akhir kata, menjelang nanti sore ngabuburit di Taipei, dan tak lain acaranya pasti hunting jajan pasar di sepanjang pasar malam terdekat, saya ucapkan selamat bermimpi (lho, jam berapa ini?) ayo berani menjemput angan dan memulai dari hal yang terkecil terlebih dahulu oleh diri sendiri. Saya walau muka Taiwan, percayalah hati tetap Indonesia. Walau saya benci birokrasi di Indonesia, tapi saya tetep suka bala-bala, cilok dan cireng. Apalagi batagor mah. Weuh, cemilan kesenengan pisan!
Kok ujungnya jadi pamer kuliner kampung sendiri? Tak apalah, Kawan. Semua itu karena aku cinta Indonesia.
Masih adakah part 3 nya? Kita lihat besok saja ya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H