Mohon tunggu...
Okti Li
Okti Li Mohon Tunggu... Freelancer - Ibu rumah tangga suka menulis dan membaca.

"Pengejar mimpi yang tak pernah tidur!" Salah satu Kompasianer Backpacker... Keluarga Petualang, Mantan TKW, Indosuara, Citizen Journalist, Tukang icip kuliner, Blogger Reporter, Backpacker,

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tahu Bau Jadi Makanan Rebutan di Taiwan!

8 September 2010   17:20 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:21 642
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

"Amit-amit!" Kataku sambil bergidik membayangkan seporsi tahu goreng yang aromanya berbau busuk kelas tinggi disajikan untuk berbuka puasa. Ya Allah... jangankan mau memakannya, wanginya saja membuat seisi penghuni lambung berjejal berlomba hendak keluar! Tak habis pikir kenapa temanku Dewi asal Lampung itu justru menjadikan tahu bau menjadi menu berbuka. Menjadi makanan faforitnya pula! Masih terus teringat saat jalan-jalan di sebuah pasar malam terkenal di kota Keelung, tiba-tiba angin menghembuskan aroma tidak sedap dan hampir saja membuat saya (maaf) muntah. Baunya itu benar-benar sangat tidak enak! Teman saya bilang, itu bau berasal dari goreng tahu. Ha? Tahu kok baunya seperti itu? Aku benar-benar tak habis pikir! Chou toufu, begitu biasanya penduduk lokal Taiwan menyebut cemilan yang baunya naudzubillah ini. Entah bagaimana bisa tahu yang di gorang dengan minyak banyak dan api cukup besar ini mengeluarkan aroma yang sangat bau menyengat. Hingga namanya tercipta dari keadaannya : Tahu Bau alias chou toufu. Sejak itu jangankan membicarakannya, mengingatnya saja aku tidak pernah. Padahal semakin lama aku tinggal dan bergaul dengan orang Taiwan, semakin sering aku mendengar si tahu bau ini jadi makanan cemilan mereka setiap mereka jalan-jalan ke pasar malam atau bila pas kelaparan tengah malam. Sama sekali aku tidak tertarik. Tapi kali ini aku benar-benar merasa terusik kembali dengan kehadiran si tahu bau ini. Setelah Mbak Ria memasukkan menu tahu bau ke dalam makanan cemilan malam saat pesantren kilat diadakan sabtu malam hingga minggu pagi yang akan datang. "Kamu harus mencobanya terlebih dahulu, Li. Chou toufu itu enak lho! Manis asam asin, pasti cocok dengan selera pedasmu," Mba Ria seperti membujuk melihat raut mukaku yang rada meringis saat tahu si tahu bau ini masuk menjadi daftar menu.

menyantap tahu bau berjamaah :-) (Dok. Irvan Ardiansyah)

"Apa enaknya, sih?" kataku tetap bersungut. Tapi tak urung mengalah juga mengangguk saat dimintai persetujuan kalau si tahu bau itu masuk ke dalam daftar menu makanan. Semakin kaget dan penasaran, ketika teman-temanku justru mereka malah tampak antusias dan berbinar --Banyu sampai tepuk tangan segala malah-- saat mengetahui ada menu chou toufu malam minggu nanti. Apa mereka tidak merasa terganggu dengan baunya itu? Aku tetap tak habis pikir. Tibalah saatnya, aku justru lupa dengan kisah perjuanganku menolak si tahu bau. Kesibukkan kegiatan menyita pikiran dan konsentrasi. Sampai-sampai saat berbuka aku hanya meminum es teh lemon saja, lalu kembali bergabung dengan teman-teman, demi kesuksesan acara. Setelah shalat isya, rasa lapar mulai menerjang. Larak-lirik kiri kanan gak ada seorangpun yang bisa kumintai pertolongan. Mau lari dulu ke dapur mesjid juga gak enak, acara sedang berlangsung. Terus mending kalau di dapur ada makanan, kalau tidak? Ini kan jam tanggung. Aku yakin makanan saat berbuka sudah habis --atau paling tidak sudah dibereskan-- dan ke waktu sahur pun belum sampai, makanan belum tersedia. Dalam kegelisahan seperti itu secara tidak sengaja mataku bertubrukan dengan mata Dewi yang sedang melewati pintu hendak ke dapur. Dia melambaikan tangan. "Ngapain, Wi?" "Kamu pasti laparkan? Nih makan dulu." "Waduh! Ramalan kamu hebat, tepat juga!" kataku asal gak mikir banyak langsung mencomot sayur kol yang ada di atas piring dengan sumpit yang sudah tersedia. Mataku menyipit dan air liur secara tidak diminta langsung mengalir menggugah selera. "Asem manis, enak banget! wah... pedas juga ya." Aku mulai mengaduk menyibakkan sayur kol. "Tahu? Bukan nasi?" aku menatap Dewi yang tersenyum seperti menyembunyikan sesuatu dariku. "Gimana, enakkan?" Aku mengangguk. Entah karena asam manis pedas itu rasa yang aku sukai, atau memang karena aku kelewat lapar? "Itu makanan namanya chou toufu!" "Ha?" Aku berhenti mengunyah. "Tahu bau?" Dewi mengangguk dan tertawa. "Kok gak bau? Mana baunya?" aku berlagak oon. Sumpit yang ku pegang ku pakai mengaduk irisan tahu yang berlumur bumbu pedas. "Kalau tahu ini karena tidak bau dan enak, aku suka, hehehe!" aku menutupi malu dengan bercanda seadanya. "Makanya, jangan dulu menilai sesuatu dari luarnya. Tahu bau itu emang aromanya, tapi rasanya? Ku yakin kamu besok-besok pasti bakalan merindukannya, hahaha," Aku ikut tertawa dan membenarkan, maafkan aku wahai chou toufu. Sungguh! Aku malu  sendiri jadinya... Dan seperti kata Dewi, aku memang merindukkan makanan enak itu! Walau Ramadhan sebentar lagi akan meninggalkan, aku akan berharap untuk segera bertemu lagi dengan Ramadhan tahun depan. Salah satunya untuk kembali bertemu dengan hidangan buka puasa yang sudah menyadarkanku : Chou toufu!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun