Lingkungan dimaknai sebagai tempat berlangsungnyakehidupan manusia dimana hampir seluruh kegitan manusia dilakukan dilingkungan baik lingkungan alam dan lingkungan hidup manusia dalam proses berinteraksi dengan sesama manusia. Lingkunganalamdimana manusia mencari dan menanam makan mereka dan mencari bahan untuk membuat alat-alat untuk membantu mempermudah hidup mereka seperti kayu untuk rumah dan lain-lain. Maka kemudian muncul wacana yang kemudian di jadikan kebijakan untuk menjaga lingkungan agar tetap terjaga dan lestari. Untuk menjaga lingkungan alam tersebut tentunya perlu adanya partisipasi dari seluruh manusia di dunia. Partisipasi ini tentunya menjadi aspek yang kuat bagi keberhasilan dalam proses menjagalingkunganbaik ingkungan alam maupun lingkungan hidup manusia. Hal ini menggambarkan relasi yang sangat erat antara lingkungan dan partisipasi (Leroy & Van Tatenhove: 163). Leroy dan Van Taten hove dalam artikelnya yang berjudul Environment and Participation The Shifting Significance of a Double Concept menjelaskan secara detail tentang pergeseran makna partisipasi dalam proses pengambilan keputusan. Dimana relasi antara pemerintah, pasar dan masyarakat yang sebelumnya tidak seimbang, kini harus kembali lagi kepada relasi yang kuat dengan kesemaan visi yaitu melestarikan lingkungan.
Pesan Politis di balik ‘Green Discontent’
Pada masa itu green discontent menjadi bagian dari kritisisme publik; fokus pada sistem kapitalisme dan peran negara yang mengatur ketimpangan. Muncul ajakan untuk mendobrak struktur sosial yang ada dan meningkatkan keterlibatan masyarakat sipil di dalam proses pembuatan kebijakan. Di awal 1970an terjadi periode radikalisasi politik. Radikalisasi ini memdobrak legitimasi dari institusi tradisional seperti gereja, universitas, gerakan unit dagang, politik, dll.
Adanya ketidak puasaan dari  masyarakat terkait pengambilan keputusan dan pembuatan kebijakan yang berpihak kemudian menciptakan radikalisasi politik, karenakaumelitatau pembuat  kebijakan dianggap berpihak pada kepentingan pihak tertentu. Maka kemudian partisipasi masayarakat menjadi kunci untuk mengatasi hal ini.
Beberapanegarabaratsecarakhususseluruh negara Eropa sekitar tahun 1970-an menghadapi berbagai konflik yang erat kaitannya dengan lingkungan. Konflik-konflik tersebutber dampak di negara Amerika, Canada, dan Jepang semuanya ini  berdampak pada kerusakan lingkungan karena kebijakan yang diambil oleh pemerintah tidak bersifat partisipatif. Atas dasar ini lah, masyarakat mulai menyadari persoalan lingkungan dan secara sistematis mulai membentuk suatu gerakan peduli pada lingkungan.
Kemudian banyak protes terhadap pemerintah sebagai pembuat kebijakan karena tidak demokratis. Maka kemudian perlu ada konsep baru terkait pembuat kebijakan yang lebih pro terhadap lingkungan dan lebih demokratis dan partisipatis demi menjaga kelestarian lingkungan.
Dampak dari Bentuk Partisipasi Baru
Sejak tahun 1970an, penelitian telah dilakukan terhadap bentukpartisipasi yang baru, seperti debat publik yang telah dirancang oleh negara-negarabarat di atas. Dampak dari instrumen yang baru ini adalah di antaranya terdapat warga yang absen, tidak adanya keseimbangan dalam mekanisme partisipasi kumulatif; individu yang hadir hanya berdasarkan kepentigan mereka, status, pengetahuan, dan kedekatan. Mereka diberi kesempatan lebih untuk berpartisipasi. Lalu, seperti apa gerakan lingkungan dan komunitas mana yang akan didengarkan pemerintah, juga telah diatur berdasarkan kepentingan tertentu.
Ketidakpuasan masyarakatakan setiap kebijakan akan lingkungan memunculkan banyak permintaan kepada seluruh elemen untuk meningkatkan partisipasinya. Tujuan dalam peningkatan partisipasi ini agar ruang masyarakat untuk bisa ikut terlibat dalam pembuatan regulasi lingkungan dapat semakin besar.
Kasus Energi Nuklir
Pada tahun 1973 dan tahun 1986 hampir seluruh negara barat mengalami keresahan yang dahsyat karena isu kontroversial bagi lingkungan yakni energi nuklir. Munculnya isu penggunaan energi nuklir sebagai respon dari krisisnya bahan bakar minyak tahun 1973-1974, dan kemudian melonjaknya harga BBM tahun 1979 sampai tahun 1981. Isu penggunaan energi nuklir ini berbau politis yang disampaikan sebagai alternatif yang aman untuk menghindari ketergantungan yang tinggi terhadap minyak yang berasal dari timur tengah. Namun, setelah isu ini dikabarkan langsung mendapat reaksi besar-besaran dari kelompok oposisi yang menentang penggunaan energ inuklir. Alasan kelompok oposisi dalam menolak penggunaan energi nuklir karena mereka mengetahui bahaya yang akan terjadi bagi keberlangsungan manusia dan lingkungan.