Mohon tunggu...
Tessa Maryana
Tessa Maryana Mohon Tunggu... -

Female.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

"Prestasi Pemuda"

11 April 2012   15:17 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:45 217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Prestasi pemuda adalah masa depan dan potret bangsa. Masa depan akan bisa diraih dengan tekun bekerja keras, kemandirian dan semangat menumbuh kembangkan potensi diri. Prestasi ada akademik dan non akademik. Prestasi akademik, sebagaimana yang kita semua tahu, adalah yang berhubungan dengan nilai sekolah atau kuliah. Sementara prestasi non akademik biasanya lebih pada pengembangan kepribadian dan potensi diri.

Jabbar adalah remaja berusia sekitar lima belas tahun yang sedari kecil sudah gemar memperbaiki atau menciptakan sesuatu. Saat masih duduk di bangku SD, kalau teman sepermainannya asyik lari sana-sini, Jabbar malah lebih tertarik memperhatikan Bapak mereka yang sedang mengerjakan sesuatu di rumahnya. Walhasil, keluarga Jabbar jadi menganggapnya bagai teknisi keluarga. Ada stop kontak yang rusak, Jabbar yang mencopot dan menggantinya, ada kunci pintu yang hilang, jabbar yang diminta melepas silinder pintu, perlu upgrade perangkat komputer meja, Jabbar juga yang disuruh ngoprek-ngoprek.

Menginjak SMP, Jabbar makin meminati bidang modifikasi. Mulai dari sepeda ontel tua hingga motor bebek Ibunya digarap. Motor bebek yang tadinya standard dan biasa digunakan Sang Ibu untuk belanja ke pasar, Jabbar modif hingga menyerupai motor ekstrim ala Ghost Rider. Walhasil Sang Ibu lebih memilih menumpang ojek.

Rasa keingintahuan dan semangat Jabbar untuk terus mengembangkan minat dan bakatnya memang patut diacungi jempol. Tak jarang dia sampai lupa waktu dan lupa makan kalau sudah berkutat dengan pekerjaan modifnya. Untuk mengakomodir kegemarannya itu, Jabbar tak malu-malu berjualan jaket pesanan di sekolahnya. Kadang jadi perantara jual beli hp second atau sekedar bantu-bantu di bengkel orang. Untuk memperluas pertemanan dan menambah wawasan, Jabbar juga pernah bekerja sebagai kuli panggul dalam suatu acara event organizer. Meski saat itu dia tidak menerima upah dalam bentuk uang, tapi dia merasa bersyukur karena dapat sebungkus nasi warteg hasil jerih payahnya sendiri. Berbagai pengalaman itu membuat Jabbar menjadi sosok yang lebih mandiri dan lebih dewasa ketimbang beberapa remaja lainnya.

Namun permasalah mulai muncul ketika kesibukkan di luar tersebut banyak mengganggu jadwal sekolahnya. Tiada hari tanpa Ibu atau kakak-kakaknya menasehati bahkan memarahinya untuk lebih fokus bersekolah. Tapi seperti manusia pada umumnya, nasihat hanya masuk kuping kanan, keluar kuping kiri. Keluarga Jabbar pun jadi khawatir, kelak anaknya mungkin tidak akan bisa mendapatkan kehidupan yang layak. Jabbar memang tidak pernah melawan saat sedang dimarahi keluarganya, paling mentok dia hanya ngedumel pelan lalu mengurung diri di kamar. Akibat kurangnya konsentrasi karena lebih mengutamakan kegiatannya di luar, lambat laun nilai akademik Jabbar mulai merosot.

Saat Jabbar tengah tidak berada di rumah, Sang Ibu sering berdiskusi dengan anak sulungnya. Sesekali diskusi mereka diselingi dengan perdebatan sengit, antara terus bersabar dengan prilaku Jabbar yang tampak enggan bersekolah, hingga memikirkan cara untuk tidak membunuh semangat kreatifitasnya agar tetap terasah. Tujuannya tentu agar jiwa si anak senantiasa sehat karena tidak terlalu tertekan.

Fakta lapangan, banyak lulusan S1 yang masih saja kesulitan mencari kerja. Banyak calon pengusaha, yang harus rela merogoh kocek besar demi ikut seminar macam-macam supaya bisa kreatif. Ada lagi, orang sudah dewasa tapi masih saja mengandalkan sokongan dari orang tua, padahal bisa saja dulunya mereka berprestasi di sekolahnya.

Jabbar memang tampak kurang berprestasi dalam akademiknya, tapi dia tergolong berprestasi dalam bidang non akademik. Saat bersekolah, para murid dibina oleh guru untuk menjadi pribadi yang cerdas dan berdaya guna, namun alangkah disayangkan kalau pelajaran tersebut hanya dibahas sesaat tapi kurang diterapkan dalam kehidupan nyata. Jabbar sendiri jelas-jelas lebih senang belajar sesuatu langsung dari lapangan ketimbang dari pelajaran teori. Meski itu berarti dia sering berbuat salah karena malas membaca panduan. But, real action indeed speaks louder than theory. Lagipula, bukankah kegagalan adalah keberhasilan yang tertunda. Jadi kita doakan saja semoga kaum Jabbar tidak sering-sering mengalami kegagalan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun