Kemampuan untuk berbicara dan mengerti suatu bahasa adalah salah satu perkembangan penting dalam masa tumbuh kembang anak. Umumnya anak mulai cas-cis-cus bicara pada usia tiga tahun, dan pada usia itu mereka sudah mulai belajar menulis dan membaca. Kemampuan berbahasa yang dimulai dilatih pada masa kecil merupakan dasar yang penting untuk perkembangan bahasa dan literasi di kemudian hari. Anak-anak yang mengalami kesulitan mengerti perkataan orang lain dan mengekspresikan dirinya akan berisiko mengalami gangguan sosial, emosional dan perilaku.
Tiga tahun pertama usia anak adalah masa-masa penting dalam perkembangan bahasa, umumnya anak-anak menghabiskan waktunya dalam asuhan orang tua.
Hart dan Risley (1995) melakukan penelitian terhadap 42 keluarga yang mempunyai anak di bawah 2 tahun, selama satu minggu didapatkan bahwa anak yang berasal dari keluarga berstatus sosial-ekonomi tinggi rata-rata mendengar 215.000 kata, anak dari keluarga sosial ekonomi menengah rata-rata mendengar 125.000 kata, dan anak dari keluarga sosial-ekonomi rendah rata-rata mendengar 62.000 kata. Kemudian saat anak-anak itu berusia tiga tahun, anak yang berasal dari keluarga sosial-ekonomi tinggi menguasai lebih dari 1000 kata, sedangkan anak dari keluarga sosial-ekonomi rendah menguasai maksimal 500 kata.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Hoff, Laursen dan Tardif (2002) menunjukkan bahwa ibu dari keluarga sosial-ekonomi tinggi bicara dengan anaknya dengan membangun topik bersama, berdiskusi, menanyakan balik mengenai suatu topik atau obyek, perilaku ini berdampak anak menjadi lebih berkembang kosa katanya dan mempunyai kemampuan untuk mengelaborasi suatu subyek pembicaraan lebih luas. Sedangkan ibu dari sosial-ekonomi rendah umumnya bicara dengan anak dengan tujuan mengarahkan perilaku anak, menyuruh ini-itu , melarang ini-itu dsb.
Membacakan anak buku di usia dini terbukti menjadi salah satu sarana efektif dalam perkembangan bahasa, karena buku berfungsi sebagai mediator untuk berdiskusi tentang suatu topik. Hal yang sama juga bisa dilakukan dengan mainan yang bersifat simbolik, misal set peralatan masak, boneka, atau mengajak anak ke perpustakaan atau museum untuk merangsang perkembangan reseptif dan ekspresif bahasa anak.
Tentu ada saatnya ketika anak bermain dengan teman usia sebaya atau keluarganya. Empat penelitian menunjukkan bahwa interaksi dengan  lingkungan sekitar dapat mempengaruhi perkembangan bahasa. Dalam interaksi itu anak juga belajar untuk mengatasi konflik, dan dalam hal ini anak perempuan umumnya lebih baik melakukan hal ini dibanding anak laki-laki.
Selanjutnya ditemukan bahwa kualitas interaksi antara orangtua dan anak yang tinggi terbukti lebih efektif dalam meningkatkan kemampuan bahasa anak dibanding banyak waktu yang dihabiskan bersama anak dengan kualitas interaksi yang rendah.
Sumber: Keith Topping et al. Parent-infant interaction and children’s language development. School of Education, University of Dundee, Dundee, UK.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H