Mohon tunggu...
Tessa Sitorini
Tessa Sitorini Mohon Tunggu... -

Education Background > SMA 3 Bandung > Medical Faculty Padjadjaran University (Class of 96) ,eCornell 2010 Working Experiences: Jamsostek Clinic, PT Indorama, PT East West Seed, RS Asri, PT Meiji Indonesia, PT IDS Marketing Indonesia (Li & Fung Group)

Selanjutnya

Tutup

Edukasi Pilihan

Usia Dua Tahun Pertama Sebagai Pondasi Bagi Pembentukan Emosi dan Perilaku Anak

21 Februari 2014   08:44 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:37 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Salah satu pilar dalam hubungan orang tua dan anak yang sehat adalah kemampuan untuk membangun dan mengimplementasikan aturan main yang tepat dalam interaksi interpersonal. Disinilah terletak peranan penting para orang tua atau pengasuh dalam mengajarkan sang anak mengenai perilaku yang sesuai dengan budayanya masing-masing.

Penelitian yang dilakukan oleh Sroufe (2005) menyebutkan bahwa usia dua tahun pertama kehidupan anak adalah fase kritis pembentukan dimensi emosi dan perilakunya. Oleh karena itu dibutuhkan pengasuhan yang empati, penuh kasih sayang dan responsif terhadap keadaan psikologis dan kebutuhan anak. Tantangannya adalah sang anak belum bisa mengkomunikasikan kebutuhannya secara baik secara verbal, oleh karenanya kepekaan dan kemampuan membaca bahasa tubuh atau sinyal lain dan sensitive terhadap apa yang menjadi kebutuhan si anak. Semakin orang tua membangun hubungan dengan anak dengan mengantisipasi kebutuhannya, maka kepercayaan anak kepada dirinya dan orang tuanya makin tumbuh, ini adalah proses dasar dalam pembentukan emosi dan merupakan salah satu fase kritis dalam perkembangan anak.

Perkembangan emosi yang stabil dan baik antara orang tua dan anak membantu sang anak untuk membangun landasan kokoh di dalam dirinya yang nantinya akan menjadi pilar kemampuan mereka dalam mengidentifikasi dan mengatasi perasaan yang tidak mengenakkan seperti frustasi dan kesal, terutama saat keinginan mereka tidak terpenuhi dan mereka harus kompromi dengan kenyataan kehidupan.

Membangun suasana emosi yang positif dalam diri anak adalah landasan penting untuk mereka mengatasi konflik dalam hidup, bagi orang tua kemampuan untuk mendengarkan secara empati dan aktif juga menunjukkan ekspresi yang tenang dan stabil adalah salah satu cara mengajarkan kestabilan emosi pada anak. Dikatakan bahwa anak-anak yang hubungan emosinya baik dengan orang tua biasanya tumbuh menjadi anak yang baik dan menyenangkan bagi teman-teman sebayanya, juga ke depan bagi pasangan hidupnya karena mereka bisa menjaga hubungan yang positif dengan orang-orang di sekitarnya. Kuncinya disini adalah pelimpahan cinta dan kasih sayang dari orang tua sejak mereka kecil.

Penting juga untuk menjaga keseimbangan antara menjadi orang tua yang responsif dan juga menegakkan batas-batas disiplin dan aturan. Orang tua yang terlalu permisif dan cenderung mengikuti apa yang anak inginkan juga tidak sengaja mengajarkan perilaku yang kuran baik. Biasanya anak-anak yang tumbuh dengan metoda pengasuhan yang dimanja cenderung mengalami kesulitan mengatur emosi mereka di masa depan, juga berisiko tinggi melakukan perilaku yang menyimpang.

Di lain sisi orang tua yang terlalu kaku dan keras mendidik anaknya, biasanya juga mereka cenderung menaruh harapan yang tidak realistis atas anak-anaknya dan jarang mengekspresikan pujian atau dukungannya akan mengakibatkan anak kesulitan untuk keluar dari ‘cangkang’ yang orang tuanya bentuk, daya kreativitasnya tidak berkembang dan kemampuannya untuk mengatasi masalah cenderung lumpuh. Tidak jarang si anak melampiaskan perasaannya dengan menjadi berandalan dan perilaku yang bersifat menarik perhatian orang tuanya.

Kualitas hubungan anak dan orang tua memang terbukti berpengaruh besar dalam perkembangan kemampuan regulasi emosi si anak. Suatu saat nanti anak pasti akan mengarungi kehidupan yang penuh gejolak emosional dan ketidakpastian. Menanamkan basis emosi yang baik sejak dini akan membantu mereka untuk bisa beradaptasi dengan situasi di masa depan.

Sumber: Distinguishing between poor/dysfunctional parenting and child emotional maltreatment

Wolfe, David A. ; McIsaac, Caroline

Child Abuse & Neglect, 2011, Vol.35(10), pp.802-813

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Edukasi Selengkapnya
Lihat Edukasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun