"The functions of editor-in-chief, layout artist, proofreader, publisher and photo editor will no longer exist in the future as we know them today," - Bild's editor-in-chief-
Tidak menutup kemungkinan bahwa perkembangan Artificial Intelligence (AI) akan berkelanjutan dan semakin canggih dalam pengimplementasian sehari-hari. AI adalah salah satu teknologi yang saat ini di Dewa-kan keberadaanya, sebab AI mampu menggait dan menyelesaikan permasalahan ataupun pekerjaan disegala bidang.Â
Contohnya dalam dunia jurnalistik, seperti kutipan diatas dari Bild's editor in chief ini dapat diartikan bahwa adanya berita ancaman ke fungsional pemimpin redaksi, penata tata letak, korektor, penerbit, dan editor foto tidak akan ada lagi di masa depan seperti yang kita kenal sekarang. Dengan menjamurnya AI, maka posisi tersebut bisa saja didominasi oleh AI.Â
Namun apakah benar dalam dunia jurnalistik, AI dapat mengubah dan menggantikan lanskap media? Sebenarnya, paradigma ini dapat diubah menjadi media dapat hidup berdampingan dengan AI. Dalam paradigma ini, dapat dibuktikan adanya inovasi dari beberapa stasiun televisi dalam negeri maupun luar negeri yang mampu mengkolaborasikan keberadaan AI dengan kegiatan jurnalistik.Â
Pada stasiun televisi "TV One" telah berinovasi meluncurkan presenter AI dengan diberikan nama Sasya, Nadira, dan Bhoomi. Menurut CEO tvOne Taufan Eko Nugroho, Â yang dimana 3 presenter AI ini tidak akan menggantikan peran presenter asli, sebab grafisnya menggunakan AI sedangkan suaranya merupakan suara asli presenter. Di luar negeri contohnya dalam outlet media Kuwait telah memanfaatkan AI dengan membuat presenter bernama Fedha yang bernampilan seperti presenter pada umumnya dan dapat melakukan tugas presenter seperti membacakan berita online.Â
Tak hanya itu, AI juga dapat dimanfaatkan untuk melengkapi fitur di website seperti yang telah diimplementasikan oleh BuzzFeed dalam meluncurkan kuis berbasis AI yang mengkolaborasikan creator dengan teknologi AI untuk membantu meningkatkan personalisasi hasil kuis instan dalam jumlah tak terbatas. Banyak juga illustrator yang menggunakan generated images untuk membuat illustrasi.Â
Ketika AI hidup berdampingan dengan jurnalistik, terjadi perpaduan yang menarik antara teknologi dan keahlian manusia. Meskipun AI dapat membantu dalam analisis data besar dan mempercepat proses penelitian, jurnalis masih memiliki peran penting dalam menggali cerita, mewawancarai narasumber, dan menyampaikan informasi dengan kepekaan dan konteks manusiawi. AI tidak memiliki apa yang dimiliki dari jurnalis asli yaitu rasa dan nurani yang mana sebagai manusia. Itulah mengapa, AI tidak secara signifikan dalam menyingkirkan jurnalis.Â
Kolaborasi antara AI dan jurnalis dapat menghasilkan laporan yang lebih mendalam dan akurat. Kolaborasi antara AI dan jurnalis dapat menghasilkan laporan yang lebih mendalam dan akurat, tetapi juga menimbulkan pertanyaan etis tentang keadilan, privasi, dan penggunaan data. Seiring perkembangan teknologi, penting bagi jurnalis untuk terus mengasah keterampilan mereka dan memahami bagaimana memanfaatkan AI secara bertanggung jawab untuk kebaikan masyarakat.
AI tidak secara intrinsik menjadi ancaman dalam dunia jurnalistik. Namun, seperti teknologi lainnya, penggunaan AI juga memiliki potensi untuk menjadi ancaman bagi media dan jurnalistik jika tidak digunakan dengan bijak. Meskipun AI dapat meningkatkan efisiensi dalam produksi dan distribusi konten, ada kekhawatiran tentang penyebaran informasi palsu atau manipulasi gambar dan suara yang dapat merusak integritas jurnalisme. Artinya, dengan kemampuannya untuk menghasilkan dan menyebarkan konten secara otomatis, AI dapat mempengaruhi produksi berita dan menyebarkan informasi palsu dengan cepat. Tetapi, dengan pengawasan dan penggunaan yang bertanggung jawab, AI juga dapat menjadi alat yang kuat untuk memerangi disinformasi dan meningkatkan akurasi berita.