Katanya, jadi anak perempuan pertama itu harus kuat, harus tahan banting, harus siap menghadapi banyak tantangan, tapi boleh kalau mau cengeng. Anak perempuan pertama juga manusia, kadang mentalnya belum siap diuji tapi dipaksa harus melewati berbagai banyak cobaan, ada yang menjadi tulang punggung untuk keluarganya, ada yang menjadi contoh untuk adik-adiknya, ada yang menjadi penolong bagi saudara-saudaranya, ya begitu. Ya walaupun engga semuanya tapi jadi anak perempuan pertama itu harus mandiri bisa berdiri diatas kaki sendiri.
Hari itu adalah hari terakhir aku sebelum pergi merantau ke kota orang, sendiri tanpa siapa-siapa, hanya berbekal nasi untuk dimakan sore hari, berbekal beberapa uang untuk biaya hidup disana, berbekal satu tumpukan pakaian, membawa segudang harapan yang orangtua titipkan untuk keluarga sebagai cahaya untuk masa depan yang lebih baik lagi. berat ya, pundaknya berat, tantangan nya banyak, tuntutannya bermacam-macam tapi aku harus kuat, harus bisa menunjukkan bahwa aku ini hebat.
Aku hidup sendiri dan kesepian, mencari pekerjaan di tempat yang aku sendiripun tidak tahu akan dibawa kemana harapan yang orangtua titipkan ini. aku terus berjalan membawa segudang map merah untuk aku simpan di banyak perusahaan. Berharap datang panggilan, memberi kesempatan kepada aku si freshgraduate yang tidak membawa banyak hal apapun kecuali ijazah S1 di tanganku.
Kesana kemari aku melamar, mendatangi satu persatu perusahaan dikota orang. Aku cari banyak lowongan pekerjaan di koran, di internet, karna aku tidak punya relasi. Orangtua ku adalah orang biasa, tidak punya banyak kenalan, tapi mereka berhasil menjadi orangtua yang terbaik yang pernah aku miliki di dunia. Â Mereka istimewa dan aku sangat bangga memiliki orangtua seperti orangtua ku.
Aku tidak pernah lelah mencari, aku berdoa kepada Tuhan supaya keajaiban datang. Setiap hari aku menelpon orangtua ku dirumah berbincang berjam-jam meminta didoakan supaya anaknya diberikan kemudahan. Orangtuaku tidak kecewa aku belum bisa mejadi apa-apa, mereka terus memberikanku semangat dan doa tidak henti-hentinya.
Hari-hari aku lewati dengan penuh kecemasan, kulihat layar handphone berkali-kali berharap ada pesan masuk dari perusahaan. Namun tidak ada. aku tidak kecewa, aku berdoa dan mulai bergerak lagi. aku pergi sendiri tanpa kendaraan pribadi, naik turun angkutan umum, bertanya kesana kemari kepada orang-orang yang melihatku sudah sangat lusuh, Â baju yang aku kenakan basah karena hujan datang. Hari itu semuanya tidak berjulun mulus, tidak sesuai denga napa yang aku rencanakan, aku putus asa dan hampir menyerah ingin pulang ke kampung halaman. Tapi lagi-lagi aku melihat senyum ibu yang terbayang-bayang di kepala. Hanya dengan berbekal semangat dan pesan dari orangtuaku aku langkahkan lagi kakiku untuk kesekian kali, berjalan menyusuri satu persatu perusahaan yang aku datangi. Semuanya menoleh kearahku bertanya akan kemanakah tujuanku. Aku ceritakan apa yang menjadi tujuanku tetapi kemudian orang-orang disekelilingku menundukkan kepalanya, dan ternyata memang sama orang-orang itu adalah aku, orang-orang itu juga ternyata membawa banyak harapan dimap merahnya. Aku tersenyum karena aku tidak sendiri, aku datang bersama dengan orang-orang yang mempunyai mimpi yang tinggi. Aku menghela napas, tenang, aku tersadar bahwa sebaik-baiknya rencana adalah skenario yang dititipkan oleh Tuhan. Hari itu aku kembali bersemangat, mengepalkan tanganku dan berteriak didalam hati, berdoa meminta supaya jalan yang terjal bisa aku lewati. Aku berjalan dengan penuh percaya diri, dengan berbekal kemampuanku aku yakin aku bisa mencapai tujuanku.
Aku pulang dengan badanku yang kotor, debu yang hampir menempel di bajuku yang putih, map yang kusut, dan perut yang berbunyi. Aku lapar, dari pagi aku lupa bahwa bekal yang aku bawa disepanjang hari itu tidak aku makan. Aku biarkan hingga dingin, dan yahhh.. ternyata setelah aku cek makanan nya berserakan ditasku. Aku menyesal, membuang makanan yang padahal itu adalah satu dari ribuan rezeki yang aku dapatkan. Tuhan, maafkan aku, besok-besok tidak akan aku ulangi lagi membuang rezeki yang seharunya aku nikmati.
Jam terus berputar, hari-hari berganti dengan begitu cepat, dan aku masih menjadi aku yang dulu. Belum aku terima kabar baik dari ponselku selain kabar dari orangtuaku yang terus menyemangatiku. Aku terus menulis rencana untuk setiap hari yang akan dilalui, membuat list setiap perusahaan yang ingin aku datangi. Aku hampir putus asa, tapi aku tidak menyerah. kata Ibu, manusia itu ibarat pesawat kertas yang terus melaju terbang tinggi. Pesawat kertas yang mungkin bisa saja terjatuh jika ada yang menghalanginya, bisa sobek kapanpun jika hujan dilewatinya, bisa terbang sejauh apapun angin membawanya. Tapi, pernahkah melihat bagaimana yang dilalui pesawat kertas itu? Sayapnya terbentang dengan penuh rasa percaya diri.
Manusia juga begitu pasti dihadapkan pada proses yang mungkin tidak berjalan mulus, tidak sesuai dengan apa yang kita inginkan. Banyak cobaan, banyak tekanan, tapi bagaimanapun itu semua tidak akan menjadi masalah besar untuk terus maju kedepan. Tetap semangat dan terus berjalan. Jangan menunggu, mimpi itu dikejar. Terbanglah, pasti bisa. majulah dan lewati. Jadilah manusia besar yang tetap membumi.
Aku tidak tahu cara melipat pesawat kertas yang baik, yang bisa menerbangkan tinggi dan hampir menuju langit, tapi aku akan belajar supaya lipatan kertasku benar, lalu akan aku terbangkan supaya sayapnya dilihat orang.