Aku memanggilnya Uda, padahal umurnya tiga tahun lebih muda dari aku.Untuk penghargaan jawabku ketika pada suatu hari dia bertanya mengapa aku meamnggilnya begitu.Pertama kali melihat senyumnya aku sudah jatuh cinta pada senyumnya yang lebar dengan deretan gigi putihnya bersinar. Sayang bibirnya pucat legam, terbakar racun tembakau yang tak henti di hisapnya.Tapi tak mengurangi rasa hormatku padanya.
Aku memanggilnya Uda.lelaki berperawakan tinggi dengan rambut tegak lurus seolah menantang langit. Aku pernah bertanya padanya , Kenapa rambutnya begitu pongah?. Dengan meraba rambutnya dia tertawa.lantas ia balik melontarkan pertanyaan padaku. kenapa kau tanyakan hal itu padaku? Aku menjawab dengan ringan bahwa karena aku heran dengan kekakuan rambutnya itu,Sementara hatinya selembut semilir angin yang menentramkan jiwaku.Hanya tertawa yang dia lakukan ketika mendengar alasan yang ku kemukakan. Aku menjadi heran.Adakah yang lucu? Apakah yang salah dari jawabanku?
Aku memanggil lelaki berumur tigapuluh tahun itu dengan sebutan Uda.Dengan kata tambahan di belakangnya ganteng. Ketika hatiku mulai merindukan tawa lepasnya yang renyah. Kemudian ada sesuatu yang kurang ketika setiap waktu yang terlewati tak ada kabar dari dia.Kemudian aku lebih sering mengiriminya pesan singkat. Atau menelpon untuk mengetahui apakah yang sedang di kerjakan di tempat kerjanya itu. Lelaki itu sedikit saja menanggapiku. Pesan singkatku yang kukirim tak di balasnya sama sekali. Hanya sesekali menelpon, untuk menanyakan keperkluanku ketika tadi menelpon,dan meminta maaf karena tak bisa menjawab.Aku sama sekali tak perduli dengan sikapnnya yang setengah hati melayaniku. Aku tetap memanggilnyna Uda dan seringkali selalu aku tambahi dengan kata ganteng di belakangnya.
Aku tetap memanggil lelaki itu dengan sebutan Uda, ketika ia mulai menanyakan sikapku yang berlebihan padanya.
"Aku harus bersikap bagaimana terhadapmu?"
"Biasa saja." jawabku singkat.
"Mengapa sikapmu tak biasa kepadaku?"
"Karena Uda memang bukan lelaki biasa untukku." Jawabku lagi dan berharap dia mengerti.
Sejak itu dia tak pernah bertanya bermacam - macam lagi kepadaku. Sikapnya masih sama. Tak membalas pesan yang aku kirim, tak menelpon kalau tak ada tulisan panggilan tak terjawab di layar selularnya.Sementara hatiku sudah berkembang entah sampai mana. Aku telah membiarkan lelaki itu menjadi penghuni hatiku yang kerontang. Merindukannya setiap detik yang terlewat. bahkan aku berani berimajinasi dengan liar tentang lelaki itu.
"Kamu adalah perempuan satu-satunya yang pernah datang ke rumahku." katanya suatu hari ketika aku memasuki kamarnya yang lega.
"Aku tersanjung Uda.Tetapi mengapa?"