Aku mencintai anakku sejak pertama kali ia bersemayam di rahimku,lantas ketika ia menendang perutku, karena ia membuat kulit perutku berhias lukisan putih seperti guratan batas pulau, ketika sakit yang teramat sangat terjadi pertama kali dalam hidupku..
Kemudian aku mencintai anakku sejak pertama kali ia lahir dengan berselimut darah dari rahimku. Ketika ia memnjulurkan lidahnya mencari puting payudaraku...
Dan aku semakin mencintai anakku ketika air susuku untuk pertama kalinya mengalir deras ke dalam rongga mulutnya dan membuat ia tertidur pulas...
Juga ketika ia semakin tumbuh besar, aku mencintainya dengan segala kenakalan-kenakalan yang menjengkelkan hatiku... aku mencintai anakku ketika di umur 10 tahun ia masih sesekali mengompol,aku mencintainya ketika di pagi hari ia mengucapkan kata maaf sambil menyerahkan celana bau pesing seraya mencium pipiku.Aku tak mengurangi rasa cintaku padanya ketika nilai rapotnya hanya berisi angka 6 dan 7, juga ketika ia menyampaikan padaku betapa ia membenci pelajaran menulis halus, juga mengambar.
Aku mencintai anakku...
Hingga bulan Desember ini ia tak lagi bersamaku. Ketika aku memutuskan untuk mengambil langkah yang sebenarnya tak aku ingini.Suaranya terdengar renyah penuh kerinduan setiap kali ia menyapaku siang dan malam, jauh di ujung telepon. Kala menjelang tidur ia memintaku untuk menyingkap sedikit baju tidurku, ia ingin mengorek lubang pusarku dengan imajinasinya.
Aku selalu mengatakan padanya kalau aku mencintainya seperti pagi merindukan matahari.seperti pelangi yang mengiringi hujan, seperti sabtu dan minggu yang selalu menunggu untuk bertemu.
Untuk anakku, Desember ini akan melukai hati ibu. tetapi takkan ibu biarkan ia menggerus rasa cinta ibu untukmu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H