Semua orang tahu harga kursi kopaja, hanya 200o rupiah. Tetapi si murah ini ternyata begitu mahal buat orang yang berhasil mendudukinya. Bahkan ketika tempat tujuan tinggal sejengkalpun mereka enggan mengangkat pantat yang lengket seperti terkena lem.
Sebenarnnya, pada awal aku  naik kopaja,  sikap mereka yang menganggap mahal kursi kopaja itu membuatku muak, kesel, dan menahan emosi sewaktu menaiki kopaja.Alasannya karena aku terpaksa berdiri  padahal aku juga membayar ongkos yang sama dengan yang duduk. Kedua, setiap mendekati halte selalu berharap ada penumpang yang segera turun dan memberikan tempat duduknya padaku. Padahal kenyataannya pasti orang terdekat di kursi kosong itu yang mendapatkan duduk lebih dulu. Alasan berikutnya yang membuatku muak adalah ketika ada orang tua, ibu hamil, dan ibu yang membawa anak kecil naik angkutan yang satu ini tidak ada satupun mereka yang duduk dengan segera berdiri memberikan kursi yang cuma berharga 2000 itu. Benar - benar kursi seharga 2000 itu membuat buta hati orang yang berhasil mendudukinya. pada awalnya aku tak berani membuat orang memberikan tempat duduknya kepada orang yang membutuhkan.
Tetapi seiring waktu berjalan aku mempelajari bagaimana membuat orang memberikan kursi 2000 itu dengan senyum. Bukan dengan raut tak iklas dan kesal seperti yang pernah kusaksikan ketika seorang ibu dengan tidak sopan meminta kursi untuk  perempuan lain yang baru naik dengan anak kecil. "Berapa harga kusimu, aku bayar. Biarkan ibu itu duduk!"
Memang yang tak memberikan duduk itu membuatku kesal, tetapi aku juga tak setuju dengan cara ibu itu. Terlalu kasar dan membuat malu. (padahal aku sendiri selalu berpikir tak punya malu semua orang yang masih nyaman duduk sementara di depannya atau di dekatnya ada orang yang lebih pantas duduk )
Aku lebih memilih cara yang elegan namun sebenarnya sangat jitu.
"Maaf mas, bolehkah ibu itu duduk?" pintaku dengan lembut dan senyum manis yang mengembang. Otomatis orang tersebut akan melihat orang yang ku maksud dan segera berdiri dengan mengucapkan Öh, tentu."
(Alasan kenapa aku menulis Mas? karena aku berfikir lelaki lebih kuat berdiri dari pada seorang perempuan)
Setelah berhasil aku selalu memberikan acungangan jempol kepada orang tersebut.Tak lupa bilang "Terimakasih"
Dan terlebih penting saat ini, aku lebih iklas ketika menaiki kopaja. Kalau aku dapat duduk, Alhamdulillah. Namun ketika baru semenit menikmati kursi 2000 itu, Kemudian naik orang yang membutuhkan, aku akan dengan segera berdiri dan dengan senyum manis berkata "Silahkan duduk, Bu."Aku menikmati senyum indah yang di berikan setiap orang yang senang mendapatkan kursi 2000 itu. Karena aku berpendapat untuk apa aku meminta kepada orang lain, kalau aku tak bisa melakukan sendiri. Bukan bermaksud riak atau yang lain, tetapi hanya ingin berbagi keiklasan. Dan menikmati kesenangan melihat kebahagiaan orang lain.Karena setiap hari selalu masih banyak orang - orang kuat yang duduk nyaman di kursi 2000, sementara perempuan hamil bergelayutan di depan matanya.Berpura - pura tidur, atau bahkan dengan terang- terangan tak perduli. Seolah lupa kalau setiap manusia terlahir dari rahim seorang ibu, terlupa punya saudara atau anak perempuan, terlupa di rumahnya ada juga seorang ayah yang telah renta dan lemah.
Marilah saudaraku yang kekar dan kuat, berbagi kursi kopaja, toh itu bukan kursi mobil pribadi, atau kursi - kursi mahal semacam kursi anggota dewan atau kursi presiden. Bagaimana kita bisa menghujat mereka yang menikmati kursi mahal kalau hanya dengan kursi 2000 saja kita tak bisa berbagi? Bgaiman kita bisa memberi label mereka tak perduli dengan orang kecil, kalau kita orang kecil saja tak peduli dan enggan melepas kenikmatan yang kecil juga?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H