Mohon tunggu...
Tesalonika Hasugian
Tesalonika Hasugian Mohon Tunggu... Penulis - Host Foodie

Menyelami komunikasi pada bidang multidisipliner.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Trauma Dumping: Ketika Media Sosial Dijadikan Buku Diary

31 Januari 2025   10:35 Diperbarui: 31 Januari 2025   10:35 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Curhat Lewat Media Sosial (Sumber: Unsplash)

Kenapa Trauma Dumping Jadi Fenomena di Media Sosial?

Dulu, kalau orang punya masalah, mereka curhat ke sahabat, keluarga, atau mungkin psikolog. 

Sekarang? Media sosial jadi tempat tercepat buat melampiaskan perasaan. Tanpa perlu repot janjian atau takut dihakimi langsung, seseorang bisa menuangkan semua isi hatinya lewat thread, video, atau story demi keuntungan belaka. 

Dan karena algoritma media sosial sering memprioritaskan konten emosional, curhatan yang penuh drama atau kisah menyentuh lebih cepat viral---bikin orang makin terbiasa menjadikan media sosial sebagai "diary digital."

Selain itu, respons instan dari netizen juga jadi alasan kenapa trauma dumping semakin marak. 

Setiap curhatan pasti ada yang komen, "Kamu nggak sendirian," atau "Stay strong!" yang memberikan rasa validasi. Bagi sebagian orang, ini bisa jadi pengganti terapi: walaupun sebenarnya nggak menyelesaikan akar masalah. Yang lebih bahaya, kalau curhatan ini malah dimanfaatkan untuk mencari perhatian atau engagement, tanpa mempertimbangkan dampaknya ke diri sendiri maupun pembacanya.  

Curhat Sehat vs. Trauma Dumping: Bedanya di Mana?

Curhat itu wajar dan sehat kalau dilakukan dengan cara yang tepat. 

Misalnya, ketika seseorang berbagi cerita dengan batasan yang jelas, fokus pada solusi, dan mempertimbangkan perasaan orang yang mendengarkan. 

Curhat sehat biasanya dilakukan ke orang yang tepat, seperti teman dekat atau komunitas yang bisa memberikan dukungan nyata, bukan sekadar komentar simpati di media sosial.  

Sebaliknya, trauma dumping lebih ke arah pelampiasan tanpa filter. Orang yang melakukannya sering membagikan detail traumatis tanpa berpikir apakah audiens siap mendengar atau tidak. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun