Mohon tunggu...
Tesalonika Hasugian
Tesalonika Hasugian Mohon Tunggu... Penulis - Host Foodie

Menyelami komunikasi pada bidang multidisipliner.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Diam Itu Emas, Tapi Apa Harganya?

30 Januari 2025   07:20 Diperbarui: 30 Januari 2025   07:20 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diam (Sumber: Unsplash)

Tiba-tiba dicuekin sama teman, pasangan, atau bahkan keluarga tanpa alasan yang jelas, ada yang pernah mengalaminya?

Awalnya Anda hanya mengobrol biasa melalui WhatsAppa. Lalu mendadak pesanmu cuma centang biru, ajakan ketemu diabaikan, dan suasana jadi dingin tanpa penjelasan. 

Rasanya bikin bingung, kan? Salah apa, sih? Kok tiba-tiba hilang aja gitu? 

Di Indonesia, fenomena ini dikenal sebagai silent treatment, alias diam seribu bahasa sebagai bentuk respons saat ada konflik atau ketidakpuasan. Entah karena gak enak buat ngomong langsung atau merasa "ah, dia pasti ngerti sendiri," akhirnya yang terjadi justru kebingungan dan kesalahpahaman. Bukannya selesai, masalah malah makin numpuk, dan hubungan bisa makin renggang.  

Yang lebih bikin greget, kita sering banget melihat silent treatment ini sebagai hal yang wajar. "Diam itu emas," katanya. Tapi, bener gak sih? Atau justru diam ini malah bikin luka yang gak terlihat?

Budaya Diam dan "Gak Enakan"

Sikap diam dalam komunikasi konflik sebenarnya bukan sesuatu yang unik bagi Indonesia. 

Di negara kita yang penuh dengan budaya yang menjunjung tinggi hubungan sosial, menghindari konfrontasi sering dianggap lebih sopan dan lebih bijaksana daripada berbicara secara langsung. 

Sejak kecil, banyak dari kita diajarkan untuk menghormati orang lain dengan "jangan membantah," "jangan cari ribut," atau "sudahlah, biar waktu yang menyelesaikan."

Akibatnya, ketika terjadi konflik, banyak orang memilih untuk diam dengan harapan masalah akan mereda dengan sendirinya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun