Budaya kerja yang serba cepat mendorong lahirnya fenomena baru bernama quiet ambition. Â Berbeda dengan quiet quitting yang lebih menyoroti upaya untuk tidak bekerja melebihi batas jobdesk, quiet ambition justru menggambarkan individu yang tetap ambisius dan berorientasi pada pencapaian, tetapi memilih untuk tidak memamerkan proses atau hasilnya ke publik.
Fenomena ini tumbuh sebagai respons terhadap tekanan budaya hustle yang sering mengaitkan kesuksesan dengan eksposur di media sosial. Banyak orang merasa perlu menunjukkan progress karier mereka, entah lewat unggahan promosi jabatan, sertifikat pelatihan, atau pencapaian pribadi lainnya. Namun, quiet ambition menawarkan pendekatan berbeda: bekerja keras dalam diam dan membiarkan hasil yang berbicara.
Mengapa tren ini menarik? Salah satunya karena banyak profesional mulai menyadari bahwa eksposur berlebihan di media sosial bisa menciptakan tekanan mental. Alih-alih fokus pada pertumbuhan diri, seseorang bisa terjebak dalam kebutuhan untuk diakui. Dengan memilih jalur quiet ambition, individu menghindari distraksi eksternal dan lebih fokus pada pengembangan diri yang autentik. Mereka tidak merasa perlu membuktikan apa pun kepada orang lain, melainkan cukup puas dengan kemajuan yang mereka capai secara pribadi.
Selain itu, quiet ambition mencerminkan pergeseran cara pandang terhadap kesuksesan. Dulu, kesuksesan sering diukur dari seberapa besar sorotan yang didapat, tetapi kini banyak yang lebih memilih kesuksesan yang berdampak nyata ketimbang sekadar tampak sukses di mata orang lain. Mereka lebih tertarik membangun jaringan yang kuat, mengembangkan keterampilan, dan menciptakan dampak dalam pekerjaan daripada menghabiskan energi untuk membangun citra di media sosial.
Di sisi lain, perusahaan juga mulai menyadari bahwa karyawan dengan quiet ambition memiliki nilai lebih. Mereka umumnya pekerja keras, fokus, dan tidak mudah terdistraksi. Tanpa perlu validasi publik, mereka bekerja dengan integritas dan motivasi internal yang kuat. Ini membuat mereka menjadi aset berharga dalam tim, terutama dalam menghadapi tantangan dan perubahan di dunia kerja.
Fenomena quiet ambition juga relevan di dunia pendidikan. Banyak mahasiswa dan pelajar kini mulai menerapkan prinsip ini dalam perjalanan akademis mereka. Alih-alih sibuk memamerkan prestasi akademik di media sosial, mereka lebih fokus pada proses belajar yang mendalam, riset yang berkualitas, dan pengembangan soft skill. Mereka sadar bahwa kesuksesan di dunia pendidikan bukan sekadar nilai tinggi atau penghargaan, tetapi kemampuan untuk berpikir kritis, memecahkan masalah, dan beradaptasi dengan perubahan.
Guru dan dosen pun bisa mendorong quiet ambition di kalangan pelajar dengan menciptakan lingkungan belajar yang lebih inklusif dan suportif. Menghargai proses belajar daripada hanya hasil akhir dapat membantu siswa lebih percaya diri dalam mengeksplorasi minatnya tanpa takut gagal. Ini juga membuka ruang bagi pengembangan kreativitas dan inovasi yang tidak selalu harus dipamerkan.
Namun, quiet ambition bukan berarti sepenuhnya menghindari komunikasi atau jaringan. Mereka tetap membangun relasi yang kuat di tempat kerja atau di lingkungan akademis, namun dengan cara yang lebih personal dan autentik. Mereka memilih untuk berbagi pencapaian dengan orang-orang yang relevan dan berdampak langsung, bukan untuk konsumsi publik.
Fenomena ini juga menjadi pengingat bahwa tidak semua perjalanan karier atau akademis harus dirayakan secara publik. Ada nilai dalam bekerja diam-diam, mengasah kemampuan, dan mengejar tujuan tanpa perlu pengakuan. Dalam dunia yang sering kali bising dengan berbagai pencapaian, quiet ambition mengajarkan bahwa diam bukan berarti pasif, dan tidak terlihat bukan berarti tidak berkembang.
Pada akhirnya, quiet ambition adalah tentang keseimbangan. Bekerja keras, berkembang, dan meraih sukses tanpa harus terjebak dalam kebutuhan akan pengakuan. Sebuah pendekatan yang relevan di era di mana kedamaian batin dan kesehatan mental menjadi prioritas banyak orang. Mungkin inilah cara baru meraih sukses: tidak selalu harus terlihat, tapi pasti terasa dampaknya.