Siapa yang Relate?
Ini kondisi ketika melihat kondisi murid-murid zaman sekarang. Anak zaman sekarang yang seharusnya menikmati masa remaja dengan main, nongkrong, dan ketawa-ketawa, malah kebanyakan waktu dihabiskan dengan tugas-tugas sekolah.Â
Padahal, umur masih belasan! Gak heran kalau mereka kadang lebih sering nge-gym otak daripada tubuh! Kalau zaman kita, PR paling segelintir, tapi sekarang? Tugas tiada habisnya, kayak proyek besar yang gak ada finish line-nya. Gak jarang, siswa malah lebih kenal sama deadline daripada liburan, dan yang lebih parah, jam tidur mereka kayaknya bisa dihitung dengan jari karena tumpukan tugas yang gak habis-habis.
Bayangin, deh. Dulu pulang sekolah kita bisa langsung main bola atau main layangan, sekarang? Anak-anak malah langsung terjun ke dunia maya untuk cari referensi tugas, bikin presentasi, atau debat soal proyek yang gak ada habisnya. Kalau zaman kita dulu, hari Minggu itu identik dengan jalan-jalan atau tidur siang, sekarang?Â
Jadwal Minggu malah penuh dengan daftar tugas yang harus dikerjakan. Anak-anak zaman sekarang jadi punya lebih banyak waktu untuk "mengasah" otak daripada tubuh mereka. Bahkan, kadang kalau mereka lagi nongkrong, yang mereka bicarakan bukan soal film atau lagu terbaru, tapi soal PR dan deadline yang makin menumpuk!
Jompo di Usia Muda? Bisa Jadi!
Dulu, kita bisa main seharian, pulang sekolah cuma mikirin gimana caranya bisa nonton acara favorit tanpa gangguan. Tapi coba sekarang lihat, anak-anak zaman sekarang tiap pulang sekolah langsung buka laptop, buka buku, dan mulai mengerjakan tugas.Â
Mereka gak cuma menghadapi PR biasa, tapi proyek panjang yang bikin kepala pusing. Kalau dulu, PR mungkin cuma soal nulis ulang catatan atau latihan soal matematika, sekarang? PR itu bisa berupa membuat film dokumenter, presentasi kelompok, riset online yang mendalam, bahkan mempersiapkan laporan dari eksperimen yang butuh waktu berhari-hari.
Yang lebih bikin geleng-geleng, mata pelajaran satu dengan yang lain tuh gak cuma soal teori, tapi juga proyek-proyek yang bikin stres. Misalnya, pelajaran bahasa Indonesia, yang dulunya cuma soal menulis esai atau puisi, sekarang bisa melibatkan tugas membuat film pendek, debat, atau penelitian lapangan.Â
Belum lagi pelajaran matematika yang, seiring berjalannya waktu, malah melibatkan lebih banyak soal cerita yang bikin mikir keras. Proyek-proyek ini bukan cuma bikin siswa pusing, tapi kadang juga bikin mereka merasa tua sebelum waktunya. Mereka kayak punya jadwal penuh yang lebih mirip dengan orang dewasa yang punya pekerjaan kantoran daripada siswa yang seharusnya bisa menikmati masa muda.