Mohon tunggu...
Tesalonika Hasugian
Tesalonika Hasugian Mohon Tunggu... Penulis - Host Foodie

Menyelami komunikasi pada bidang multidisipliner.

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Amplop di Kantong, Suara Tetap di Hati, Rakyat Zaman Now Memang Multitasking

26 November 2024   06:35 Diperbarui: 26 November 2024   06:35 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sogokan "Uang" (Sumber: Unsplash/Mufid Majnun)

Kesadaran Politik yang Meningkat
Banyak yang berpendapat bahwa ini adalah tanda rakyat semakin cerdas. Mereka tahu bahwa uang dari para politisi sebenarnya bukanlah "hadiah", melainkan investasi dengan harapan mendapatkan imbal balik berupa suara. Dengan menolak memberikan suara untuk pemberi amplop, rakyat menunjukkan bahwa mereka tidak bisa dibeli begitu saja.

  • Pragmatisme Jangka Pendek
    Di sisi lain, ada pula yang melihat fenomena ini sebagai bentuk pragmatisme semata. "Kalau tidak diambil, nanti orang lain yang dapat," begitu dalihnya. Amplop dianggap rezeki nomplok musiman yang sayang untuk dilewatkan. Memang kemungkinan yang kedua ini definisi rakyat enggak mau rugi karena suara tetap diperjuangkan oleh masing-masing individu.

  • Multitasking yang Berbahaya

    Sogokan
    Sogokan "Uang" (Sumber: Unsplash/Mufid Majnun)

    Seperti pisau bermata dua, perilaku ini memiliki konsekuensi yang tidak selalu menguntungkan.

    • Memperkuat Budaya Politik Uang
      Meski rakyat tidak memberikan suara untuk pemberi amplop, tindakan menerima uang itu sendiri tetap memperkuat budaya politik uang. Politisi akan terus menganggap bahwa memberi uang adalah bagian tak terpisahkan dari kampanye, karena mereka tahu amplopnya tetap akan diterima.

    • Menghambat Munculnya Pemimpin Berkualitas
      Ketika politik uang mendominasi, calon-calon dengan visi-misi baik tapi tanpa "modal amplop" seringkali tersingkir. Mereka tidak mampu bersaing dengan politisi bermodal besar yang fokus pada strategi transaksional. Akibatnya, demokrasi kita kehilangan kesempatan untuk melahirkan pemimpin yang benar-benar peduli pada rakyat.

    • Balas Dendam Politik
      Politisi yang merasa sudah "berkorban" dengan memberikan amplop akan berupaya keras untuk "balik modal" ketika menjabat. Ini bisa berarti kebijakan yang tidak pro-rakyat, korupsi, atau penyalahgunaan anggaran. Rakyat yang awalnya merasa untung dengan amplop akhirnya menjadi korban dalam jangka panjang.

    Bagaimana Kalau Amplop Politik Dihentikan?

    Seandainya budaya amplop bisa dihilangkan, apakah rakyat sudah siap? 

    Menghapus politik uang memang bukan hal mudah. Selain membutuhkan komitmen dari semua pihak, juga diperlukan pengawasan ketat dari lembaga pemilu dan masyarakat. Beberapa solusi yang bisa dipertimbangkan:

    1. HALAMAN :
      1. 1
      2. 2
      3. 3
      Mohon tunggu...

      Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
      Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
      Beri Komentar
      Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

      Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
    LAPORKAN KONTEN
    Alasan
    Laporkan Konten
    Laporkan Akun