Mohon tunggu...
Tesalonika Hasugian
Tesalonika Hasugian Mohon Tunggu... Penulis - Host Foodie yang gemar menulis

Pemerhati media dan seisi kata-katanya.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Parkir Sembarangan di Depan Rumah Orang: Ego Atau Ketidaktahuan?

19 November 2024   07:57 Diperbarui: 19 November 2024   08:04 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pernahkah mobil Anda terjebak (enggak bisa keluar) hanya karena mobil orang terparkir seenaknya?

Bayangkan Anda hendak keluar rumah untuk urusan penting, tetapi pintu keluar terhalang kendaraan orang lain yang parkir sembarangan. Kesal? Tentu saja! Namun, bagi sang pemilik kendaraan, mungkin ini hanya dianggap sepele. Apakah ini cerminan ego yang mengabaikan kenyamanan orang lain? Atau, mungkinkah mereka benar-benar tidak sadar bahwa tindakannya merugikan?

Belakangan ini, semakin banyak saja kasus kendaraan yang masih terparkir di depan rumah orang atau di bahu jalan. Masalah ini semakin marak dan kerap menimbulkan ketidaknyamanan bagi pemilik rumah yang terhalang akses keluar. Kendaraan yang terparkir sembarangan, terutama di bahu jalan, bisa menghalangi mobil kita untuk keluar, apalagi ketika ada kebutuhan mendesak atau dalam situasi darurat, seperti ketika harus pergi ke rumah sakit atau menghadiri suatu acara penting.

Fenomena parkir sembarangan di depan rumah orang lain bukanlah hal baru, terutama di kawasan perkotaan dengan tingkat kepadatan tinggi. Minimnya lahan parkir sering disebut sebagai alasan utama, ditambah dengan pola pikir praktis, "Toh hanya sebentar." Namun, masalah ini jauh lebih kompleks dari sekadar mencari tempat untuk memarkir kendaraan. Perilaku ini mengangkat pertanyaan tentang kesadaran dan tanggung jawab individu terhadap lingkungan sekitarnya.

Padahal, sudah ada peraturan yang tegas mengenai parkir di area tersebut. Aturan soal parkir di perumahan itu tertuang dalam Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004. Dalam peraturan lalu lintas, jelas disebutkan bahwa pengendara yang memarkirkan kendaraan di bahu jalan atau sembarangan di depan rumah orang lain, bisa dikenakan sanksi pidana penjara paling lama 18 (delapan belas) bulan atau denda paling banyak Rp 1.500.000.000 (satu miliar lima ratus juta rupiah). Aturan ini seharusnya bisa mencegah kejadian-kejadian seperti itu, tetapi seringkali pengendara merasa tidak terpengaruh atau bahkan tidak menyadari dampak dari tindakan mereka.

Sumber: Radar Malang
Sumber: Radar Malang

Sebagai contoh kasus di Jakarta. Data menunjukkan bahwa Suku Dinas Perhubungan (Sudinhub) Jakarta Pusat telah menindak sebanyak 1.164 kendaraan yang parkir secara sembarangan atau liar di wilayah tersebut sepanjang Oktober 2023. Kepala Sudinhub Jakarta Pusat, Bernad Octavianus Pasaribu, mengungkapkan bahwa jumlah tersebut terdiri dari 382 sepeda motor dan lima mobil, yang dikenakan sanksi berupa cabut pentil. Selain itu, 384 kendaraan juga menerima sanksi Berita Acara Pemeriksaan (BAP), sementara 375 mobil ditindak dengan proses penderekan. Tak hanya itu, 37 sepeda motor diangkut menggunakan jaring, dan 17 mobil lainnya dihentikan operasinya.

Parkir sembarangan di perumahan ibarat menaruh sepatu di tengah ruang tamu orang lain. Tidak hanya mengganggu, tapi juga tidak sopan.

Selain itu, kondisi ini juga dapat merusak hubungan dengan pemilik rumah. Meskipun masalah parkir terlihat sepele, namun hal tersebut bisa menimbulkan ketegangan dan perselisihan. Dalam banyak kasus, masalah parkir menyebabkan perasaan tidak nyaman, terutama jika kendaraan yang terparkir menghalangi jalan keluar rumah atau tempat parkir pribadi.

Dari sisi egoisme, tindakan parkir sembarangan mencerminkan sikap yang mementingkan diri sendiri. Beberapa orang tahu bahwa tindakannya dapat mengganggu, tetapi mereka tetap melakukannya dengan alasan kenyamanan atau efisiensi. "Hanya sebentar" dan "tetap tidak mau memindahkan mobilnya ke lahan parkir memadai" selalu menjadi pembenaran. Padahal waktu yang dianggap sebentar itu bisa berdampak besar. Misalnya menghalangi penghuni rumah yang membutuhkan akses darurat. Sikap seperti ini yang menunjukkan kurangnya empati dan kesadaran sosial.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun