Mohon tunggu...
teruslanjut
teruslanjut Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Mie Ongklok Pak Muhadi dan Wonosobo Malam Hari (Episode 4) #teruslanjut

30 Desember 2016   17:58 Diperbarui: 30 Desember 2016   18:24 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wisata. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

(9 November 2016) 

Berhubung hujan tak kunjung reda, kami memutuskan untuk pesan taksi dan cari makanan khas Wonosobo – mie ongklok. Rencananya, kami ingin jalan-jalan di sekitar kota Wonosobo, namun karena kondisi tersebut, kita hanya keluar untuk makan malam saja.Awalnya kami berniat makan malam di Mie Ongklok Longkrang, namun sayang restoran itu sudah tutup sejak sore hari.Akhirnya kita memutuskan untuk berhenti di Mie Ongklok Pak Muhadi, yang ternyata sudah last order, padahal baru jam setengah 8.Menandakan kehidupan di Wonosobo berhenti lebih cepat.Dan hujan masih sedikit meramaikan ketenangan malam hari di Wonosobo.

Arab dan ncek pesen mie ongklok pedes banget, karena kita keren.Sedangkan temon dan jurek yang culun banget mesennya sedeng.Apa-apaan tuh?

Mie itu secara garis besar adalah mie kuning yang dicampur dengan kol, sayur pecay, bumbu kacang, kaldu sapi, dan gerusan cabe rawiiiiit. Tak lupa diiringi sate sapi yang cukup empuk dan diselimuti bumbu kacang. Harga mie ongklok plus sate dua porsi plus dua es teh manis harganya Rp 75.000 untuk kami berempat.

Lokasinya di pertemuan Jalan Kyai Muntang dan Jalan Kedu, tepatnya di sebelah kiri jalan kalau dari alun-alun.Ternyata yang mengurus tempat makan itu adalah anak Pak Muhadi sendiri, yang coba kita ajak ngobrol tapi sepertinya keadaan dia lagi kurang baik.

Setelah itu kita putuskan pesen taksi untuk pulang ke homestay.Driver kita kali ini namanya pak Rohman.Ia bercerita, bangunan peninggalan kolonial di Wonosobo sudah dihancurkan untuk dijadikan perumahan. Suatu hal yang disayangkan karena bangunan sejarah punya nilai sendiri yang merupakan identitas dari kondisi perkembangan jaman.Pak Rohman juga bilang, satu-satunya pusat perbelanjaan paling besar di sini adalah Rita Pasaraya.

Eh ternyata, pak Rohman salah antar kita.Dia dengernya kita minta diantar ke Homestay OWK, padahal kita nginep di Homestay Ortegha (pengucapannya agak mirip).Jadi harus muter balik dulu ambil arah alun-alun dan tancap gas lurus ke Jalan Raya Dieng, untuk kemudian masuk sedikit ke Jalan Pramuka tempat homestay kita berada.Menurut pak Rohman, taksi di sini baru ada sejak 3 tahun lalu dan beroperasi 24 jam. Jadi, buat yang ingin ke Wonosobo dan pusing mikirin transportasi dalam kota, taksi ini selalu sigap di nomor 082262575771. Sesampai di homestay argo menunjukkan Rp 60.000. dan, hujan sudah perlahan reda, serta menyisakan dingin malam di Wonosobo.

Jurek tampak tak bahagia karena besok kita harus check-out pagi. Tapi yasudahlah…

Setelah itu, kita bertiga arrange untuk trip besok – yang mana Jurek belom tau sama sekali. Rencananya kita berangkat ke Cilacap menginap di Airbnb milik pak Ajie. Dan sekaligus memikirkan bagaimana cara menuju Cilacap dari Wonosobo. Menurut pak Rohman, pilihan terbaik adalah naik shuttle Sumber Alam. Tapi yaa, kita lihat besok lah.

Episode 4 berakhir ketika kita bertiga (arab, temon, ncek) setuju untuk rencana trip besok.(teruslanjut)

BRIDGING (MESEN HOTEL DAN MOTOR)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun