Semua kita mengharap mendapatkan perlakuan jujur dan adil dalam bernegara ini, dan bersedia memperjuangkannya dengan pengorbanan biaya dan keringat. Tetapi sayang, sebagian hanya menutut kejurdilan untuk dirinya sendiri saja atau kelompoknya, sementara orang lain mendapat perlakuan tidak jurdil tidak apa-apa, malah dipaksanya untuk menerima perlakuan tidak jurdil itu dengan lapang dcada.
Betapa tersesatnya pikiran orang seperti ini!
Sudah jelas pelaksanaan tugas KPU kemarin ini banyak kejanggalan. Yang disengaja atau tidak disengaja, merugikan salah satu peserta Pilpres. Kejanggalan itu antara lain adalah adanya penggelembungan suara di beberapa daerah, jumlah suara melebihi daftar mata pilih. Ada lagi daerah yang tidak melaksanakan pencoblosan tetapi KPU menerima data suara dari sana. Ada pengrusakan kertas suara, ada lagi 200-an kotas suara di Cilincing yang tidak dihitung isinya. Ada TPS yang mestinya coblos ulang karena terindikasi tidak luber jurdil. Banyak lagi pelanggaran prinsipil lainnya.
Nah, hasil kerja KPU semacam itu memang seharusnya dipermasalahakan, dan telah ada jalur hukum mengenainya, yaitu dituntut ke MK. Jika terbukti bisa-bisa Komisioner KPU akan dikenai sanksi pidana, karena mengkhianati suara rakyat. Tetapi yang aneh, ada penulis di Kompasiana ini yang tidak menyetujui keadilan ditegakkan. Maunya terima sajalah hasil kecurangan itu, tak usah dipermasalahkan. Malahan mereka menggiring opini bahwa menuntut kecurangan adalah perbuatan salah.
Lha, lha, lha, opo iyo tho? Dunia sudah terbalik?
Maka biarkan saja orang-orang yang tak menyukai keadilan ini bicara sesuka hati. Pada waktunya nanti akan sadar sendiri. Mungkin mereka sadar setelah dipentung polisi. Kita berharap MK akan menjatuhkan vonis seadil-adilnya. Supaya didapat pemimpin yang sebaik-baiknya bagi Bangsa Indonesia ini!
****
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H