Tunggu..! begitu yang ada didalam benak kita ketika mendengar kata Pembangunan Karakter. Terlintas kata itu sepertisebuah proyek pembangunan masa depan yang luar biasa dikarena sudah memuncaknya kehilangan karakter sebuah bangsa. Jika pantas Bangsa ini disebut kehilangan karakter?Ini seperti kebiasaan membuang sampah sembarang, sebuah prilaku yang sangat buruk namum tidak mustahil untuk dirubah. Tulisan ini akan beranjak bersemangat dari ungkapan kekecewaan presiden soekarno pada tahun 1957 dalam pidato tahuhan : “ semula kita mencita citakan , bahwa dialam kebebasan dan kemerdekaan , kita akan dapat mengembangkan segala daya cipta kita untuk membangung sehebat-hebatnya, membangun satupemerintahan nasional yang kokoh-kuat, membangun satu angkatan perang yang kokoh kompak , membangun satu industry modern yang sanggupmemepertinggi tarafhidup rakyat kita, membangu satu pertranian yang modern guna mempertinggi hasil bumi , membangun satu kebudayaan nasional yang menunjukan kepribadian bangsa “ . ini menuntun kita kepada tiga pertanyaan yang kemungkinan akan sedikit banyaknya mengarahkan bagaimana kita seahrusnya cepat bertindak memperbaiki sistem pendidikan kita
Refelkesi anak sekolah? Benarkah mengajari ke- mandiri-isme
Sejak kita masi sekolah dahulu sering orang tua atau kebanyakan seorang ayah akan mengatakan “ nak kamu arus rajin belajar supaya pintar, kalo mau pintar yang harus belajar ! di sekolah kamu akan belajar”. Walau pada kenyataan semuanya bertolak belakang dengan apa yang terjadi .Seandainya sang anak bisa berbicara jujur secara dewasa mungkin anak tersebut akan bertanya “BUAT apa aku sekolah, dan sekolah untuk apa, trus kalo pintar memangnya kenapa? “. saya sedang tidak mengada ngada atau naïf tapi ini lah yang sedang terjadi, anak anak kita masih belum terkontaminasi dengan budaya karakter bangsa (ketidakjelasan pemahaman) dilapangan justru yang terlihat kebiasaan budaya alay atau kegalauan yang menurut hemat penulis tidak memprogresskan sebuah karaker wajar saja disebut memanusiakan kesalahan. Sejogya anak-anak tetap la anak anak namum anak tentu akan menjadi dewasa yang kelak akan menggantikan dewasa tua. Maksudnya mereka pasti akan menjadi generasi bangsa yang meneruskan estafet bangsa ini,
inilah yang seharusnya menjadi kekhwatiran kita karena ini serius sepertikutipan bung karno diawal sampai 55 taun berlalu untuk masa sekarang masih relevan untuk di ajukan sebagai bentuk kemunduran, peristiwa yg sebenarnya menjadi bukti betapa kegalauan pendidikan kita sedang terjadi. Padahal berbagai cara suda dilakukan, apa ada yang salah? Ini mirip reduplikasi masalah karena menguapnya ide-ide tentang penerapan karakter bangsa seperti mandiri, toleran, gotongroyong dll. Mengapa kita terlihat sulit mengatur dan membajak pikiran anak-anak yang pada usia belajarnya mudah untuk menerapkan doktrin dan ideology Negara. Pendidikan nasional harusnya menjadi alat Negara untuk mendidik rakyatnya sesuai dengan konsep pendidikan kita. Pendidikan kerakyatan.
Tanpa melupakan Beberapa pengalaman yang saya lalu sebagai pengajar sekitar 2009 adalah bagaimana nasehatsaya kepada seorang anak didik menjadi tidak berguna kemudian mentah karenanasehat ( mimpi) tidak sesuai dengan yang dilihatnya (fakta) padahal saya sudah beursaha semaksimal mungkin untuk lebih mengaktifan semangat anak didik tersebut, ini lah yang membuatnya menjadi berbeda, bagaimana kita akan berbicara menghargai orang lain sedangkan tindakan menghina presiden dan pemerintahan menjadi tontonan setiap hari. Bagaimana anak anak laki tersebut dapat menghargai seorang gadis sedangkan hampir dengan mudahnya dia mendapatkan akses untuk meliat film film kartun yang ditambah ;lagi dengan berita pers yang kualitasnya bisa disebut murahan. Inilah dilema Negara dunia ketiga yang punya romantisme kegagalan dan punya budaya lupa, kita tidak boleh biarkan ini.
Tidak dapat dipungkiri bahwa realita pendidikan kita ini bagaimanapun bentuknya ada ruang Alpa yang terlihat dalam hal ini yang memberikan pengaruh buruk yang signifikan dan intoleran kebaikan. Padahal dengan usia yang sangat muda akan sangat mudah mengatakan mereka harus berkarakter namun bukan berarti memaksa tanpa aturan,Jangan paksa mereka belajar tapi paksa mereka mencintai negaranya kemudian katakan “ kalo engkau cinta Negara , belajarmu karena itu bukti cintamu pada negara”. Ini akan menyalurkan nasionalisme mereka. mengindari tawuran dan penyakit anak nakal.
Mitos karakter pendidika ?? menguapnya..(kewibawaan peadogois)!
Dahulu ada pameo yang mengatakan ijajah sudah cukup untuk dapat mencari kerja , ngapain susa-susah belajar, lebih baik beli aja khan lebih mudah, karakter gampang itu tinggal dibiasakan..! nah lo..gimana menurut anda. Saya yakin beberapa dari anda pasti setuju tapi sebagian juga tidak setuju. Baik kita luruskan pemaknaan yang salah soaldiatas, yang pertama ijajah memang menjadi syarat untuk bekerja kususnya profesi mengajar minimal D4ini sangat jelas tertera di UU guru dan dosen no 14 th 2005 serta pp no 9 th 2005 tentang standard nasional pendidikan, yang kedua belajar bukan soal susah atau payah belajar tapi pessoal kemauan titik. Ketiga , membeli ijaha saya piker gampang , sepanjang perjalanan saya mengikuti perkuliahan ada kampus tepatnya kampus ruko tetapi memiliki kompetensi untuk mengeluarkan ijajah ini teman-teman menyebutnya kampus “terdaftar/terakreditasi”. Kasus ijajah palsu yang baru-baru saja terjadi di unimed adalah contoh nyata betapa ijajah mudah dibeli di lapangan. Keempat, tetapi ketika profesi ini arus dikaitkan dengan karakter , wah terdengar runyam karena pada faktanya pembangunan karakter kita masih mengadat ngadat di tengah jalan, sulit menemukan karakter yang benar-benar karakter membangun. Inilah saya takutkan barangkali ketika suatu saat seoraqng siswa bertanya “ kenapa bapak ngomong arus rajin sedangkan bapak/ibu saja malas masuk atau bapak aja ngajarnya asal-asalan tidak komitmen. Ingatlah pepatah kontraproduktif, “setiap Tahun murid lebih pintar daripada gurusya”. Jadi untuk meningkatan kualitas pendidikan tentunya membutuh banyak sekali pengembangan pemngembangan didalam komponen-kompnen pendidikan . salah satunya adalah ketersediannya guru professional. Sudah menjadi rahasia umum bahwa banyak sekali guru-guru kita yang tidak bersikap professional , banyak yang mengajar asal-asalan. Para guru tersebut (sebagian) cenderung mengganggap anak didik seperti air gelas kosong yang siap di isi air atau kain puti yang siap diberi warna seingga suasana kelas mirip seperti ceramah dan berceramah.Masih untung kalo oknum guru tersebut menggunakan 100 teknik gaya ceramah jika tidak yang dilakukannya pasti gaya monoton, memuakan dan membosankan hingga pada akhirnya anak didik menguap-nguap atau menetes air liurnya ke meja. Padaal gaya-gaya tersebut mirip seperti dagelan politik yang tengah beredar di media yang intinya sangat amat mematikan daya kreatifitas anak didik, percaya atau tidak saudara boleh memperhatikan anak didik yang sedang berproses belajar mengajar monoton (asal-asalan) maka anak anak tersebut akan enggan atau bahkan tidak peduli. Rata –rata mereka akan sulit untuk mengutarakan pendapatnya maupun bertanya , wajar saja kalau mereka akan bertindakduduk, diam, dengar PERCAKAPAN MONOLOG GURU MEMBOSANKAN.
Hasil monolog guru Inilah yang disebutkan oleh susilo dengan sebutan “generasi bisu”. Siswa akan bahagia merona jika kemudian gurunya tidak masuk . Dampaknya pendidikan kita tetap saja terpuruk. Jika ini di biarkan terus terjadi maka sebuah tamparan keras tengah melanda seisi dunia pendidikan kita ditenga carut marutnya maslaah pendidikan di Indonesia dan menambah daftar runyam penyakit pendidikan. Dan sulit rasanya berkompetisi dengan bangsa lain kalo sistemnya masih seperti ini. Yang mestinya harus kita sadari bersamapembangunan karakter akan terjadi dimulai dari bagaimana pengajarnya mampu menstranfer ilmunya dan kebijaksananya kepada siswanya. Pengajar harus memahami kompetensi yang harus dicapai peserta didik kreatif dan inovatif dalam melaksanakan pembelajaran. Memangwaktu yang cukup lama akan sangat diperlukan karena perlu pengulangan Penalaran dan kecermatan peserta didik yang tinggi. Kompetensi ini akan diraih jika karakter sebuah mahasiswa pendidikan benar benar menjadi karakter pendidik.Seinggga nantinya ketika mahasiswa tersebut terjun ke dunia pendidikan maka dengan mudahnya karakter itu disalurkan kepada anak didiknya yang tentunya inti dari pendidikan adalah membangun kebudayaan dan perikehidupan serta ikut mencerdaskan bangsa sehingga bangsa ini menjadi bangsa yang mandiri, kuat dan terbaik karena berawal dari karakter asli bangsa. KemudiaGaya mengajar juga mencerminkan sifat dan keluhuran gurus tersebut bagaimana dia mengaplikasi semua karakter dalam berbagai interaksi proses belajar mengajar , melakukan varian pengajaran dan kreatif dalam menuntaskan mata pelajaran serta komitmen teguh terhadap sumpahnya sebagai pengajar.Guru yang baik adalah guru yang professional, guru yang mampu memotivasi anak didiknya dan menjadi teman dan orang tua yang baik, yang dapat menyusun scenario pengajaran yang sesuai dengan individu individu cerdas didalam kelas sebagai tanggungjawabnya (khususnya guru wali) , guru yang memilik stlye sstratak (strategi dan takttik ) dalam menghadapi anak didiknya sesuai tingkat kesulitannya masing masing anak. Menciptakan ujian yang adil dan berimbang sesuai kapasitas anak. Inilah lah yang membedakan guru dengan profesi lain,guru memiliki dimensi professional yang lain TIDAK . dengan begini kemungkinan menghancur budaya menghina guru seperti guru dikator, guru killer, guru goblokk..akan sirna dengan meningkatnya profesionalitasnya.Meminjam istilah dari agama islam, budaya pembodohan berjamaah akan musnah ditelan closet.
Pengajaran?
Mengutip perkataan ki hajar dewantara “ pengajaran nasional itula pengajaran yang selaras dengan kehidupan bangsa (maatschappelijk) dan keidupan bsangsa yang artinya mewujudkan suatu sistem pendidikan dan pengajaran yang “nasional”. dan kata nasional disini yang dimaksud adala “untuk seluruh rakyat Indonesia “ dan “ kembali kepada milik sendiri”.
Dalam konteks nasional ki hajar dewantara bermaksud menekan kan pentingnya kemandirian (zelfstandigheid)dan hak mengatur diri-sendiri (zelf-beschikkingsrecctht) Terjebak dalam paragdiman pendidikan yang menurut Bahrudin ” pada umumnya cara pandang terhadap dunia pendidikanbias makna. Pendidikan telah terlembagakan sedemikian rupa menjadi sekolahan”. Disatu sisi untuk mencerdaskan disatu sisi muncul sebagai kekuatan industry. Sekolah terjebak mirip seperti perusaanbidang jasa. Para keluarga dan siswanya yang datang kesekolah tidak lebih hanyala sebagai konsemen belaka. Aroma kapitalistik terjadi antara keduanya , ada penjual dan pembeli. parameter keberhasilan diliat dari seberapa banyak siswa yang mendaftarkan sekolah tersebut bukan seberapa siswa yang tercerahkan khususnya mereka yang ber ekonmi kuat, dan prestise sekolah sangat mempengaruhi kehidupan, biar dungu asal trendi. Lingkaran ini terlallu memuja sistem pemasaran. Ini adadalah sistem yang keliru menurut ideology kita bahkandengan jelas para pendiri bangsa menempatkan pendidikan sebagai landasan dan pengawal tegaknya masyarakat bukan menjadi peluang ekonomi kapital. Hal itu seperti tercamtum di dalam pasal 31 yang tertulis :
1. setiap warga Negara berhak memperoleh pengajaran
2. pemerintah mengusahakan dan menyelenggrakan satu sistem pengajaran nasional yang di atur undang-undang. Undang ini secara tersirat menolak kapitalistik pendidikan.
Ayo gerakan bersama.
Walau bagaimana pun pelaksanaan ini memerlukan kerjasama yang ekstra jika kita ingin anak-anak kita menjadi berkarakter kuat sebagai bangsa Indonesia, dimana setiap pasal demi pasal dan ayat demi ayat dasar Negara kita ini menjadi baju dan otak dari pikiran anak-anak Indonesia, namum itu pun butuh kebersamaan kita karena mengingat banyak hal yang kita butuhkanselain ketersediaan tenaga pendidik,sarana dan prasarana pendidikan yang sangat dibutuhkan, dan juga dibutuhkan biaya operasional pendidikan, manajemen sekolah, kepedulian stakeholders sekolah. Dan walau perdebatan mengenai prubahan dan pergantian kurikulum , materi pelajaran , distribusi materi informasi, filsterisasi pembelajran. Inovasi pembelajaran , sertifikasi guru ,PLPG, kompetensi siswa, mahal nya biaya sekolah, buku mahal, biaya seragam, rendahnya pengargaan guru, dan lainnya sebagainya akan terus terjadi bukan berarti itu akan menjadi masalah kedepannya dikarena itu lah bukti bahwa para pemikir dan masyarakat peduli pendidikan menyusun dan menyiapkan landasan pendidikan kita kedepannya. Jika kita mempertanyaankannya maka kita peduli dengan sayarat Semuanya menjadi elemen pendidikan (siswa, guru, pemerintah, swasta) bersatu untuk bekerja sama semua solusi pasti akan menjadi jurus sakti untuk mengkarakterkan anak anak bangsanya serta mengejar tercapainya kurikulum nasional dan visi Indonesia 2030 sekaligus mengejar ketertinggalan dariMalaysia, singapura, dan lain lain lain pasti akan diraih. Amin .
Surakarta , 20 februari 2012
Sumber bacaan :
*Sumber : forum Manguwijaya “Kurikulum yang Mencerdaskan Visi 2030 Dan Pendidikan Alternative
*drijkarya : filsuf yang mengubah indonesia
*m.joko.susilo pembodohan siswa tersistematis
*buku saku UUD 1945 (edisi revisi penabur ilmu)
Nb : mohon di edit tata letak dan penulisan hurufnya, terutama kata H diawal
Tulisan ini silakan di ubah tanpa menghilangkan maknanya
Silakan di cek ke internet untuk memastikan bahawa tulisan ini adalah asli
Terima kasih kepada pihak redaksi pers ma kreatif unimed yang meminta saya untuk mengisi kolom artikel majalah kreatif ,
Salam hangat
Andres m ginting
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H