Banyak yang berpendapat layak dan tidaknya seseorang membuat otobiografi/biografi dinilai dari keberhasilannya dalam meraih kedudukan tertentu. Misalnya, “Aku ingin membuat otobiografi/biografi kalau sudah jadi presiden atau menteri!” Itu tidak salah, namun bukan seperti itu tujuan utama pembuatan otobiografi/biografi, melainkan tentang kesadaran seseorang akan hakekat ruang dan waktu-dan kita semua tidak tahu batas hidup kita. Memang, saat ini kita “ada” di dunia nyata ini, namun seiring waktu apakah kita akan hilang begitu saja? Jawabnya ada dua kemungkinan, ya dan tidak. Kita tidak akan hilang bila kita meninggalkan jejak-jejak tertulis-sehingga otobiografi/biografi tidak harus dicetak massal dan dipublikasikan untuk umum karena yang lebih penting adalah sebagai dokumentasi pribadi, keluarga, organisasi, maupun perusahaan.
Otobiografi/biografi memiliki kelebihan khusus bila dibanding media lainnya, karena di dalamnya terkandung image, intelektualitas, idealisme, spiritualitas, dan sebagainya. Hanya dengan otobiografi/biografi kita dapat mengutarakan pikiran, cita-cita, nilai-nilai dan pandangan hidup secara sistematis. Dengan otobiografi/biografi pula kita membuat jejak sejarah, sehingga anak cucu, juga generasi penerus akan dengan mudah mempelajari dan meneruskan nilai-nilai yang kita wariskan.
Harap diketahui juga, hanya buku otobiografi/biografi yang dapat menampung rekaman masa lalu kita. Bandingkan dengan kamera yang hanya mengandung gambar, tanpa bisa merekam aspek pikiran. Bandingkan juga dengan audio visual/televisi. Dengan kamera tertentu seseorang bisa diambil gambar dan suaranya, tetapi aspek gagasan, perjuangan, nilai-nilai serta pandangan hidup yang berkenaan dengan hati dan pikiran tidak bisa terekam secara lengkap di audio visual tersebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H