Ini kisah nyata saya, terjadi tahun 1992, saat itu saya baru lulus dari fakultas filsafat ugm. begini, saat itu, saya yang menunggu sk karena ikatan dinas--tapi sampai kini sk itu tak pernah turun sehingga tidak jadi pegawai negeri--nah, saya yang hobi nulis dan kartun bersepedaan di kota klaten. setelah mutar-mutar, lelah, dan tentu saja haus, saya berhenti di warung kaki lima yang jualan mirip "sego kucing". tiba-tiba ada orang yang tidak pakai baju dengan celana yang "mete-mete" mau jatuh mlorot, dia memberi sepotong kertas kepada si pedagang. si pedagang lantas memberinya uang rp 50 untuk kertas yang ukuran separoh A4 itu. lalu oleh si bakul kertas itu digeletakkan saja tidak dbaca, sehingga saya pinjam. Rupanya, itu kertas berisi ramalan "buntutan" judi tebak angka yang ramai pada masa itu.
Bukan ramalannya yang mengejutkan saya. tapi teknik si orang gila yang menempel-nempel angka terus difotocopi itu membukakan mata saya, ternyata itulah "teknik dasar percetakan". gara-gara itu pula, saya yang banyak naskah dan gambar, ikut-ikutan dengan tekniknya. Akhirnya, "saya gila-gilaan membuat naskah-naskah saya menjadi prototpe buku/dummy". Jika kini puluhan judul buku saya sudah diterbitkan, karena menulis menjadi profesi saya. Tuhan mengirimkan ilham bisa dengan jalan apa pun. Hikmahnya, agar kita arif menyikapi apa yang terjadi di sekeliling kita, terhadap orang gila sekali pun. siapa tahu dia malaekat yang menyamar....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H