[caption caption="Foto suasana di salah satu pabrik otomotif (Sumber: Rio Apinino, 2015)"][/caption]
Pada tulisan saya sebelumnya yang berjudul “Era Presiden Jokowi : Kita Eksportir Otomotif,” Kompasiana, 4 Januari 2016 (http://www.kompasiana.com/terlambang/era-presiden-jokowi-kita-eksportir-otomotif_56897da8b092738c105ba62b) mendapat tanggapan beragam. Ada yang mengomentari positif, sebaliknya ada juga yang appriori.
Bahkan ada Kompasianer yang meng-klaim bahwa ini adalah hasil kerja Presiden SBY. Benarkah? Rasanya terlalu naif, kalau masuk tahun kedua pemerintahan Jokowi, sektor otomotif masih dibayang bayangi oleh “policy” presiden SBY.
Tahun ini (2016), Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) mengestimasi ekport otomotif (utuh) akan naik 15%, dari 200 ribu unit menjadi 230 ribu unit. Angka luar biasa, 3 kali lipat bedanya dengan estimasi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang hanya sekitar 5%.
Bandingkan dengan era SBY yang “tak pernah” sama sekali “surplus” mengekspor otomotif. Lebih banyak impor dibandingkan ekspor. Pertumbuhan sektor otomotif hanya bertumpu pada pasar dalam negeri. Bahkan cadangan devisa terkuras, karena untuk memenuhi kebutuhan impor otomotif.
Pertumbuhan ekspor otomotif yang “spetakuler” ini tak lain adalah strategi jitu presiden Jokowi yang akan menjadikan Indonesia sebagai “Automotive Industry Hub”, pusat industri otomotif di Asia Tenggara.
Bahkan, menurut laporan Indonesian – Investment (http://www.indonesia-investments.com/business/industries-sectors/automotive-industry/item6047) bahwa “ambisi” presiden Jokowi tak hanya menguasai pasar ASEAN, tapi juga berkeinginan menjadikan Indonesia sebagai “a global production base for car manufacturing” penting.
Akankah terwujud? Mari kita simak.
Car Production Hub
Menjadikan Indonesia sebagai pusat industri mobil di Asia Tenggara adalah salah satu visi cerdas Jokowi. Sekarang, pasar ASEAN didominasi oleh Thailand dengan pangsa sebesar 43,5 %. Sedangkan Indonesia dibelakangnya, yaitu sebesar 34 %.