Untuk lebih memudahkan dalam memahami filsafat, terlebih dahulu pahamilah bahwa filsafat itu sebagai sebuah alat.
Sebuah alat layaknya alat-alat yang biasa kita ketahui, misalnya seperti alat pertukangan: gergaji, palu, paku, mesin bor, dan segenap alat bantu lainnya (kamu bisa dengan mudah memikirkannya sendiri).
Dengan palu dan paku kamu bisa menyakiti orang lain misalnya memukul seseorang (misalnya yaa misalnya).
Dan dengan palu dan paku yang sama pula kamu bisa membangun rumah yang megah.
Nah, begitu juga halnya dengan filsafat. Ia adalah sebuah alat. Sebuah alat berpikir. Sebuah alat yang membantu kita berpikir lebih mendalam dan kritis mengenai kehidupan.
Karena ia hanyalah sebuah alat, maka produk yang akan dihasilkan oleh alat tersebut sangat amat bergantung pada bagaimana manusia atau kita menggunakkannya.
2. Filsafat Sebagai Sebuah Produk
Produk di sini maksudnya ialah hasil pemikiran dari aktifitas berfilsafat (aktifitas menggunakan alat yang tadi).
Pada wilayah produk inilah filsafat sering disalahpahami dan dicurigai. Dan dari wilayah inilah kita akan menemukan pemikiran-pemikiran para filsuf yang tak jarang begitu radikal, out of the box, nyeleneh, yang anti agama, yang anti Tuhan, yang sangat religius, yang sangat percaya Tuhan dan lain-lain.
Sejauh filsafat berada di wilayah produk, ia akan sangat liar. Jangan heran. Karena di wilayah inilah hasil pemikiran seorang filsuf dipasarkan, dikonsumsi, diuji, dibedah habis-habisan, dianalisis, diragukan, dan dicecar pertanyaan-pertanyaan.
Alat apa yang dipakai untuk melakukan konsumsi dan pembedahan di atas? tidak lain tidak bukan ya menggunakan filsafat juga.
3. Filsafat Sebagai Disiplin Ilmu
Di sini baik filsafat sebagai alat maupun filsafat sebagai produk dipelajari sebagai disiplin ilmu akademis, yang dipelajari secara terstruktur, runtut dan teratur. Yang dibagi kedalam cabang-cabang pembahasan seperti ontologi, epistemologi, logika, etika dan estetika.