Sejak awal kemunculan internet di Indonesia tahun 1990-an, portal berita berbasis onlinemulai dilirik. Republika.com ialah situs berita onlinepertama yang berdiri sekitar tahun 1994. Kemudian muncul situs berita serupa seperti kompas.com, detik.com. Pada dekade 2000-an, situs berita onlinesemakin menjamur. Hal ini tak bisa terlepaskan dari momentum kebebasan pers yang ada pada era reformasi.
Dikutip dari pernyataan Ketua Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo (kompas.com, 2016) bahwa jumlah media berbasis onlinesaat ini mencapai 43.400. Angka yang terbilang fantastis tersebut tidak bisa dilepaskan dari penggunaan smartphoneyang semakin masif. Kini, orang tidak perlu repot membeli koran. Cukup menggunakan smartphone pribadi yang tersambung dengan internet. Maka saat itu juga ia dapat mengakses berita.
Selama ini, karakteristik media onlinearus utama menganut gaya penulisan Melinda J. McAdams, seorang profesor Universitas Florida yang concernpada jurnalistik digital. Menurut Melinda (macloo.com, 2013), penulisan berita dalam web haruslah singkat (brevity), serta jelas langsung pada topik bahasan (redundancy). Hal ini juga tidak bisa terlepaskan dari anggapan bahwa media onlinemerupakan berita real time atau detik ini juga. Hingga kemudian pada tahun 2016, tirto.id membuat gebrakan baru dalam sejarah media onlinedi Indonesia. Tirto pada setiap artikel berita menerapkan gaya penulisan in depth reporting.
Tirto.id merupakan media onlineyang memiliki visi mencerahkan. Dalam Tentang Kami (tirto.id, 2017), tertulis bahwa visi mencerahkan adalah suatu keharusan. Tirto.id menganggap bahwa media onlinejuga harus menyajikan tulisan-tulisan yang jernih (clear), mencerahkan (enlighten), berwawasan (insightful), memiliki konteks (contextual), mendalam (indepth), investigatif, faktual, serta didukung oleh data. Hal tersebut sesuai dengan taglineyang dijunjung oleh Tirto yaitu Jernih Mengalir Mencerahkan.
In Depth Reporting
M.V. Kamath dalam Santana (2001) menyatakan bahwa reportase in depthfokus pada penyajikan background informationyang detil. Dengan kata lain, in depthmelalui proses penggalian informasi di bawah permukaan dan mengangkat fakta-fakta bukan sebagai sesuatu yang segera tampak. Ia juga menuliskan bahwa teknik penulisan feature articledipilih sebagai alat.
Hal ini tentunya berbeda dengan teknik penulisan hardatau soft newsyang menekankan metode penulisan langsung. Menurut Ferguson dan Patten dalam Santana (2001), in depth reportingbertujuan untuk mendapatkan "kelengkapan pengisahan" (complete stories). Dari situlah in depth reportingkerap disebut dengan "investigative reporting by nature" atau peliputan investigatif yang terjadi secara natural.
Masih dalam Santana, disebutkan bahwa in depth reportingmembuat media memberikan perhatian pada pelaporan kisah-kisah yang lebih panjang, komprehensif, serta membutuhkan wawancara dan riset ekstensif. Selain itu, melalui in depth reporting, reporter diberikan kesempatan untuk mengeksplorasi sebuah topik secara menyeluruh, dan menceritakan sebuah kisah tanpa takut tulisannya dipotong.
In Depth Reportingdalam Tirto.id
Salah satu artikel yang berjudul Game of Thrones ala Kraton Jawa dan Yogyakarta menampilkan hasil reportase model in depthdalam tulisannya. Artikel yang dimuat pada 4 Oktober 2017 ini terdiri dari 6 laporan utama, diantaranya (1) Game of Thrones ala Kraton Jawa dan Yogyakarta, (2)"Urusan Tanah di DIY Seperti Negara dalam Negara", (3) Siasat Sultan HB IX di Masa Genting Revolusi, (4) Perempuan dalam Pusaran Politik Keraton Jawa dan Yogya, (5) Saat Bung Sultan Berpolitik, dan (6) Bisikan Leluhur yang Membimbing Keputusan Politik HB IX.
Tirto jika dibandingkan dengan media lain memiliki perbedaan yang mencolok. Media onlinearus utama menurut penulis belum sepenuhnya memberi ruang bagi model-model seperti ini. Tentunya, masing-masing media memiliki kebijakannya sendiri dalam menentukan gaya penulisan maupun reportasenya. Yang paling terpenting adalah bagaimana suatu media dapat memberikan informasi akurat terhadap pembacanya. Dengan begitu, media berbasis onlinetidak lagi dianggap sebagai media yang hanya mengejar klik untuk mendapatkan keuntungan semata.