Hari itu sangat menyenangkan. Keteduhan pagi itu mengingatkan aku untuk mensyukuri segala anugerah-Nya yang indah. Guru sekolah minggu mengajarkanku lagu “ Kingkong badannya besar ..Tapi aneh kakinya pendek... Lebih aneh binatang bebek... Lehernya panjang... Kakinya pendek... Halleluya, Tuhan maha kuasa.. Haleluya Tuhan maha kuasa.”. Setelah itu seperti biasa, aku bermain dengan teman- temanku di pelataran gereja. Tiba-tiba aku mendengar suara ledakan. Api mulai menghujani tubuhku. Aku merasa tubuhku perih, sakit sekali. Tapi aku sekarang sudah tidak merasakan hal itu lagi, karena aku sudah bersama Bapa di surga. – Intan Olivia Marbun, korban bom molotov, Samarinda Kalimantan Timur, Minggu ( 13/11)-
BBC Indonesia, 14/11 2016 membuat artikel ‘ Mengapa’ tak banyak suara untuk Intan dan korban bom Gereja Samarinda? Ya, Banyak orang yang mempertanyakan mengapa perlawanan atas aksi teror itu tidak menjadi trending topic di media sosial. Banyak dari netizen yang membandingkan respon masyarakat terhadap Ahok dibandingkan dengan kasus ini. Kepada BBC Indonesia, aktivis LSM Pusat Studi Agama dan Perdamaian( ICRP) Ahmad Nurcholish mengungkap pertanyaan yang sama, “ Aksi teror itulah yang sesungguhnya penistaaan kepada agama. Tapi di mana suara mereka yang tanggal 4 November kemarin turun ke jalan? Mana komentarnya? Saya menunggu tetapi tidak ada?"
Kasus ini benar-benar kasus penistaan agama yang sangat luar biasa. Tidak hanya kasus penistaan agama tetapi juga memutus cita cita dan perjanjian luhur bangsa yaitu Pancasila sila ke 4 “ Kemanusiaan yang adil dan beradab”. Kemana pola pikir anak manusia jaman sekarang ini? Ketika agamanya dihina hanya dengan kata-kata yang tidak jelas, responnya baik, bahkan amat baik. Ironisnya, ketika anak manusia kehilangan HAM nya mereka diam. Ataukah banyak dari kita yang sudah lupa dengan cita-cita luhur bangsa ? Lalu apa gunanya sosialisasi 4 pilar MPR?
Terlihat dari kasus ini banyak mental dari anak bangsa sudah bobrok. Banyak dari kita yang tidak dapat menerapkan sikap “ lepas bebas” di kehidupan sehari-hari. Banyak yang menindak lanjuti sesuatu yang tidak perlu dan tidak peduli dengan sesuatu yang mengancam negeri. Tidak hanya itu, terhadap cita-cita luhur bangsa, sikap kita juga cenderung untuk cukup tahu saja. Cita-cita luhur yang dulu sudah dirancang sedemikian rupa hanya dipakai sebagai pengetahuan semata. Lalu kapan mental kita berubah? Apakah kita harus terus diam berada dalam lingkaran setan permainan politik negeri ini yang mengatasnamakan agama?
Mereka yang harus di dukung.
Banyak dari Intan-Intan lain yang menjadi korban. Karena tidak tersorot oleh publik maka tidak mendapat keadilan. Untuk mereka yang duduk disinggasana meja hijau, tolong usut kasus ini seadil-adilnya. Tidak hanya kasus Intan Olivia Marbun saja, tapi usut juga kasus Intan-Intan yang lain. Sekali lagi. Ini adalah penistaan agama yang benar-benar terbukti melanggar KUHP pasal 156. Siapapun yang membaca artikel ini, ayo kita peduli dengan ibu pertiwi ini! Jadilah generasi-generasi muda yang berpikir liar untuk membaharu negeri! Jika kamu berpikir maka kamu ada.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H