Mohon tunggu...
Yayat Nurkholid
Yayat Nurkholid Mohon Tunggu... Administrasi - Mengamati dan Mengomentari

Di dunia ini tidak ada yang sempurna, untuk itulah harus ada yang bisa menjadi pengingat bahwa semuanya harus saling melengkapi

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

PT GKP Masih Beraktivitas, Aktivis Lingkungan dan Kehutanan; Pemerintah Harus Tegas Tegakkan Hukum

21 Februari 2023   20:52 Diperbarui: 21 Februari 2023   20:59 391
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jakarta -Pasca kemenangan perjuangan masyarakat Wawonii Kabupaten Konawe Kepulauan dalam gugatan penolakan terhadap hadirnya perusahaan pertambangan nikel PT Gema Kreasi Perdana (GKP) yang dibuktikan dengan putusan MA nomor perkara 57/P/HUM/HUM/2022 belum mampu menghentikan aktivitas pertambangan yang dilakukan oleh PT GKP.

Aktivitas operasi PT GKP dibuktikan ketika belum lama ini beredar dan viral sebuah video di media sosial yang menunjukan seorang warga yang mengaku lahannya diserobot oleh PT GKP dan menanyakan siapa yang bertanggungjawab atas penyerobotan lahan miliknya sembari menunjukan sertifikat lahan.

Menanggapi hal itu, salah satu aktivis kehutanan dan lingkungan Sulawesi Tenggara mengatakan bahwa dengan demikian pihak PT GKP diduga telah mengabaikan kepentingan masyarakat jangka panjang dan melawan hukum yang berlaku.

"Saya fikir putusan MA yang menyatakan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) harus segera merevisi Perda Nomor 2 Tahun 2021 pasal 24 huruf d Pasal 28 dan Pasal 36 huruf c tentang rencana tata ruang wilayah (RTRW) 2021-2041 adalah bukti pembangkangan terhadap kepentingan masyarakat jangka panjang dan ketentuan hukum yang dilakukan oleh PT GKP, ya karena dengan putusan tersebut pemerintah wajib menghentikan PT GKP", kata Yayat Nurcholid.

Aktivis yang juga salah satu Fungsionaris Pengurus Besar HMI ini menjelaskan bahwa jika pemerintah tidak bertindak tegas dengan segera menghentikan dan mencabut segala bentuk perizinan yang di miliki oleh PT GKP, keberadaannya dapat mengancam stabilitas ekosistem pulau dan memutuskan beberapa sektor mata pencaharian asli warga.

"Saya sangat miris melihat ibu-ibu dalam video itu yang meminta keadilan atas penyerobotan lahan miliknya, sebab lahan yang dikuasai oleh PT GKP itu adalah lahan dimana secara turun temurun menjadi media pencaharian untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Apabila pemerintah tidak tegas untuk segera menghentikan dan mencabut segala perizinan PT GKP, kehadiran tambang itu akan merusak ekosistem pulau, dan memutuskan mata pencaharian warga pada sektor pertanian dan perikanan yang sudah terbangun sejak puluhan tahun yang lalu", jelasnya.

Peta Lokasi IUP PT GKP
Peta Lokasi IUP PT GKP
Sarjana Kehutanan itu kembali menegaskan bahwa desakan revisi Perda Nomor 2 Tahun 2021 oleh putusan MA mengartikan jika PT GKP telah melanggar ketentuan Undang-undang nomor 1 tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau kecil yang mana salah satu poinnya adalah melarang keras adanya operasi tambang di dalam Pulau-pulau terkecil karena berpotensi menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan.
"Perda nomor 2 tahun 2021 itu terkesan di paksakan agar PT GKP bisa masuk menambang di Pulau Wawonii, padahal secara aturan di atasnya sudah jelas bahwa UU Nomor 1 tahun 2014 itu melarang keras adanya operasi produksi tambang di dalam Pulau-pulau kecil karena bisa merusak lingkungan hidup. Artinya, Perda Nomor 2 tahun 2021 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dan PT GKP telah melanggar hukum. Terbukti sejak hadirnya PT GKP telah menimbulkan konflik dengan warga setempat hingga saat ini", tegasnya.

Mahasiswa Pascasarjana Institut Pertanian Bogor itu juga menduga bahwa ada kerjasama yang sengaja dibangun oleh elit politik dan pihak perusahaan untuk memuluskan jalannya pertambangan sehingga saat ini PT GKP masih beraktivitas di atas putusan MA.

"Sudah biasa lah soal keterlibatan elit politik itu, pasti ada. Untuk itu, kami dan kawan-kawan aktivis lingkungan yang ada di Jakarta akan coba berkunjung ke Kementrian ESDM dan KPK dengan membawa hasil kajian dan beberapa data untuk mendesak agar perizinannya segera di cabut, sekaligus meminta agar KPK melakukan investigasi adanya dugaan korupsi sumber daya alam maupun gratifikasi", imbuh Yayat Nurcholid.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun